Seniman Lapangan

34 3 0
                                    

Lima hari berikutnya mimpi buruk itu menghampiriku. Aku tidak lulus seleksi masuk klub Persiraja. Padahal aku aku sudah tampil maksimal waktu itu. Bahkan drible dan akurasi tendanganku mampu membuat kagum dewan penilai. Bahkan nilaiku cukup bagus dibandingkan beberapa peserta yang lain. Paman Ahmad sendiri sangat yakin aku lulus seleksi.

Tapi pagi tadi paman Ahmad menymapaikan kabar buruk itu.

“Tapi, paman...” aku masih sulit menerima. Paman langsung memotong ucapanku.

“Paman yakin seharusnya kamu lulus. Tapi sepertinya ada yang bermain kotor, mereka punya duit yang bisa menyulap hasil sesuai keinginan mereka. Ada orang dalam yang membocorkannya pada paman. Tapi kamu jangan berputus asa, ini bukan kiamat bagimu, masih banyak jalan lain yang menunggumu di depan...”

Aku hanya menggeleng-geleng kepala karena marah.

“Tetap semangat, zul!” kata paman memberi semangat sambil menepuk pundakku. 
Aku harus segera melupakan semua itu. Paman benar, masih banyak kesempatan bagiku untuk menjadi pemain bola hebat. Dan hari ini aku masih harus melanjutkan tornamen Piala Rektor UIN Ar Raniry Cup. Seminggu lebih waktu libur sudah pergi. Tanpa terasa sampai saat ini kami telah memenangkan empat pertandingan selama turnamen sepak bola Piala Rektor UIN Rr Raniry Cup digelar. Aku sendiri telah mencetak 15 gol dari semua pertandingan. Dengan demikian aku masih memimpin top skor untuk sementara. Aku juga sering dikatakan sebagai pemain terbaik sampai saat ini.

Semenjak turnamen ini digelar, sekarang aku sudah menjadi pemain yang banyak digemari oleh penonton di lapangan. Setiap aku membawa bola mereka pasti akan bersorak memberiku semangat. Mereka besangat kagum melihat seni permainanku. Apalagi ketika mereka melihat tendangan melengkungku dari luar kotak penalty yang membuat kiper harus memungut bola di sudut gawangnya. Penonton benar-benar tersihir oleh tendanganku yang kuat dan akurat. Begitu juga dengan komentator, semakin bersemangat berkoar-koar ketika bola telah berada di kakiku. Pemain-pemain lawan pun sekarang semakin memperhitungkan aku. Mereka semakin ketat menjaga pergerakanku, karena mereka tau akulah kunci permainan klub kami. Sementara kawan-kawan yang lain hanya mengatur bola dan mencari celah untuk mengoper bola kepadaku. Apalagi di depan kotak penalti, pemain lawan benar-benar menutup celah tendangan dariku.

Beruntung bagi tim kami punya Andi. Karja sama antara kami berdua selalu merepotkan barisan pertahanan lawan. Dia selalu bisa membaca pergerakanku di depan dan umpan yang diberikannya hampir semuanya sukses. Di lapangan aku dan Andi seperti dikarunia telepati, tanpa berbicara kami bisa membaca posisi masing-masing. Sehingga Andi tahu persis kapan dia harus melepaskan umpan, dan aku juga sudah paham kapan aku harus lari menusuk pertahanan lawan sambil menuggu operan dari Andi.

Dan hari ini kami akan menjalani laga yang berat. Semi final. Lawan kami sekarang adalah salah satu kandidat yang difaforitkan juara. Kami akan berhadapan dengan klub dari fakultas tarbiyah. Dan kami memakai formasi andalan kami seperti biasa, 4-2-3-1. Empat orang bek, dua gelandang bertahan,tiga gelandang serang yang mengatur serangan dan menahan bola sebelum akhirnya mengoper bola kepadaku sebagai stiker tunggal.

“priiiip….”. pertandingan pun segera dimulai.

Akupun segera berlari kedepan mendekati gawang lawan. Matahari besrninar cerah membakar punggung-punggung kami. Di arah barat, tepatnya 50 meter di belakang gawang kami, berdiri megah tiga asrama UIN Ar-Raniry. Di lantai tiga, aku dapat melihat beberapa kepala menjulur keluar lewat jendela yang terbuka, menyaksikan pertandingan kami.

The True (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang