Jam 1.30. waktunya pulang ke rumah. Sampai dirumah shalat, makan kemudian tidur. Aku masih harus tidur karena semalam begadang gara-gara nonton bola.
Begitu sampai di rumah ku lihat ibu sedang duduk di kursi ruang tamu. Wajahnya kelihatan lagi sangat bahagia. Di atas meja ada beberapa pakaian baru lengkap dengan jilbab. Pantesan saja ibu sangat senang. Tapi dari mana ibu mendapat baju seindah itu.“Baju baru? beli di mana, buk?” Tanyaku.
“Hadiah dari orang zul!” Jawab ibuku.
“Zul, ibu mau tanya sesuatu sama kamu. Kamu harus jawab yang jujur, ya?” Ada apa lagi ini, pikir ku dalam hati.
“Cita-cita kamu sebenarnya mau jadi apa?” Aneh. Tidak biasanya ibu bertanya tentang cita-cita segala. Sebenarnya ada apa ini.
“Dulu sih mau jadi pemain bola, tapi sekarang tidak lagi. Aku mau jadi pebisnis saja”. Dari dulu selain pengen jadi pemain bola, aku juga suka jadi bisnisman. Karena menurut saya untuk menjadi orang sukses dan kaya salah satunya adalah dengan cara berbisnis. Jadi hanya itu yang tersisa dari cita-citaku.
“Zul, ibu tahu kamu sampai sekarang pasti masih suka sepak bola kan? Jika itu memang cita-citamu dan kamu benar-benar serius menjadi pemain bola, mulai sekarang ibu tidak akan melarang kamu bermain bola lagi dan ibu akan merestuimu menjadi pemain tinmas Indonesia! Ibu tidak ingin negara ini kehilangan salah satu pendekar sepakbola yang mereka banggakan!” Aku menampar pipiku untuk memastikan ini bukan mimpi. Aku benar-benar tidak percaya dengan semua ini. Ternyata utusan dari timnas berhasil menyogok ibuku dengan hadiah yang mereka berikan dan mereka berhasil membujuk dan merayu ibuku agar menginzinkanku bermain bola lagi. Tapi dari mana mereka tahu bahwa aku berhenti main bola karena tidak diizinkan ibuku?
“Kapan mereka datang kesini buk, dan bagaimana mereka bisa mempengaruhi ibu sehinggga ibu kembali mengizinkanku main bola lagi?” tanyaku masih heran.
“Tadi mereka ke sini jam 12. Mereka mengatakan bahwa kamu adalah pamain yang sangat hebat dan Indonesia pasti akan sangat bangga mempunyai pemain seperti kamu. Mereka juga berjanji akan merawat kamu dengan baik. Jika kamu cidera mereka akan melakukan yang terbaik untuk kesembuhanmu. Jadi ibu tidak mungkin menghalangi lagi cita-cita besarmu nak!” Ibu kelihatan sangat senang.
“Terimakasih atas restunya bu!” Aku sangat senang hari ini. Akhirnya mimpi itu semakin mungkin. Not impossible.
“Katanya mereka akan datang lagi besok sore ke sini. Mereka ingin berbicara langsung denganmu!”
“Iya buk, aku mau makan dulu buk, lapar…” jawabku sambil melangkah ke dapur.
Sulit dipercaya ibu akan mengizinkanku bermain bola lagi. Ternyata Nurul benar, pasti ada cara untuk membujuk ibuku.
Sesudah makan dan shalat dhuhur aku langsung tidur siang. Tidak tahan lagi, dari tadi pagi udah pengen tidur. Aku sudah tidak sabar lagi menunggu hari esok.
*****
Besoknya, setelah shalat ashar aku menunggu mereka di rumah. Sambil menunggu mereka aku membaca sebuah buku kecil karya ulama besar dari Mesir, DR. Yusuf Al Qardhawi. Bagi siapa yang mendalami bidang agama, pasti tidak asing dengan tokoh yang satu ini. Semoga Allah memberkahi umurnya yang panjang. Beliau dikenal dengan pendapat-pendapatnya yang memudahkan umat ini dalam masalah Fikih. Beliau senantiasa memilih pendapat yang mudah selama itu ada dalilnya. Maka tidak heran jika anda menemukan ulama yang lain mengharamkan suatu hal, maka Syaikh Al Qardhawi akan berpendapat setidaknya makruh.
Dalam edisi terjemahan bahasa Indonesia, buku yang kubaca ini berjudul Fikih Hiburan. Di dalamnya beliau membahas hukum berkenaan dengan berbagai dunia hiburan saat ini. Seperti musik, film dan beberapa jenis olah raga.
Tentu saja yang paling menarik bagiku adalah pembahasan tentang sepak bola. Beliau tidak menyalahkan profesi sebagai seorang pesepak bola. Hanya saja beliau mengkritik mengenai gaji para pemain bola yang berlebihan. Beliau heran dan tidak setuju dengan tingginya gaji pemain bola yang sangat tidak masuk akal. Kata beliau, sekarang keahlian kaki lebih dihargai dari pada keahlian tangan. Yang beliau maksud dengan keahlian tangan adalah mereka yang menulis buku seperti para ulama dan ilmuan.Sampai jam 5 aku menunggu mereka belum datang juga. Apa mungkin mereka sudah membatalkannya? Apa mereka sudah berubah pikiran? Ah, gak usah pikir yang macam-macam dulu. Mungkin sebentar lagi mereka datang.
Jam 5.30 tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah. Tadak salah lagi, ini pasti mereka. Aku langsung membuka pintu.
“Assalamualaikum! Kami mohon maaf karena telat datang. Tadi kami habis main-main ke sabang sebentar, jadi agak terlambat sampai di sini. Ini ada oleh-oleh dari Sabang sedikit untukmu.” Kata pak Anton sambil memberikan sebuah bingkisan kepadaku.
“O, tidak apa-apa. Makasih ya atas bingkisannya. Silakan masuk!”
Aku mempersilakan pak Anton dan bang Aris duduk di kursi ruang tamu.
“Ibu mana dek zul?” Tanya bang Aris.
“lagi pergi ke rumah tetangga sebentar” Jawabku.
“Ok, jadi kamu sudah setujukan untuk ikut seleksi timnas?” pak Anton langsung bertanya. Aku mengangguk mengiyakan.
“Bagus! begini dek Zul, kami datang ke sini hanya ingin memastikan bahwa kamu sudah setuju untuk ikut seleksi. Dan waktu seleksi adalah seminggu lagi. Acara seleksinya akan diadakan pada hari minggu pukul 5 sore. Jadi kamu punya waktu seminggu untuk mempersiapkan diri. Dan ini kartu nama saya, telpon saya nanti, pukul berapa kamu sampai di bandara supaya bisa kami jemput. Dan ini ada uang sedikit, untuk kamu beli tiket pesawat dan keperluan yang lain yang kamu perlukan.” Pak Anton tersenyum sambil menyerahkan kartu nama dan sebuah amplop kepadaku.
“Kalau begitu kami mohon pamit dulu ya, Zul. Kami harus kembali ke hotel Hermes sekarang. Besok kami harus langsung terbang ke Jakarta lagi”. Kata bang Aris sambil berdiri dari kursi sofa.
Kemudian mereka berpamitan untuk segera pergi dan tidak lupa menjabat tanganku. Aku mengantar mereka sampai di depan pagar rumah. Sebuah Taxi berwarna putih sudah siap menuggu mereka. Sekejap kemudian mereka langsung menghilang dengan taxi tersebut.
Aku kembali teringat paman Ahmad. Inilah kesempatan yang beliau maksudkan waktu itu. Aku wajib menyampaikan kabar gembira ini pada beliau dan meminta nasihat dari beliau, apa yang harus kupersiapkan selama satu minggu ini.
Ting!
Sebuah pesan masuk di Facebook. Ayu!
“Terima kasih, Zul atas balasan suratmu. Aku bisa menerima dengan lapang dada keputusan bijakmu itu. Terima kasih juga atas bukunya yang sangat bagus. Jangan khawatir kita tetap berteman”
Alhamdulillah. Satu masalah selesai. Tinggal satu lagi. Aku harus cari waktu yang tepat untuk berbicara dengan Nurul.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
The True (Sudah Terbit)
RandomKawan, izinkanlah kupinjam penglihatan kalian sejenak untuk membaca novel sederhana ini... Ini tentang cita-cita besar seorang remaja.... Tentang cinta rumit nan unik... Tentang kerja keras dan tekad baja.... Tentang kisah para pendekar ilmu.... Ten...