"Jalan yuk, Lil!" Juna melongokkan kepalanya ke kelas yang sudah kosong sepulang sekolah.
Mendengar suara Juna, Lily mendongak dari buku sketsanya. Sudah satu jam Lily menunggunya selesai rapat OSIS karena seperti biasanya, Juna selalu mengantar Lily pulang.
Namun tak seperti hari biasanya, Juna tidak langsung mengantarnya pulang melainkan membawa Lily ke rumahnya. Mama Juna mengundang makan siang untuk merayakan ulang tahun Angga, adik bungsu Juna, yang ke tiga. Sebenarnya acara itu hanya untuk keluarga. Namun karena persahabatan mereka sudah ada sejak Angga lahir, keluarga Juna sudah menganggap Lily salah satu dari mereka.
"Udah selesai?" tanya Lily sambil membereskan pensil dan buku sketsanya.
"Udah. Gambar apa?" tanya Juna seraya berjalan mendekat.
"Nggak ada, coret-coret aja," Lily mengangkat bahu berusaha kelihatan tak acuh.
Juna hanya mengangkat alisnya sesaat namun berbalik keluar kelas. Lily mengikutinya berjalan keluar sambil mendekap buku sketsanya erat-erat, tak ingin Juna tahu apa yang sedang digambarnya.
Sesampainya mereka di rumah Juna, Lily langsung masuk tanpa menunggu seseorang membukakan pintu untuknya. Ia sudah terbiasa di rumah ini seperti rumahnya sendiri.
***
Lily menguap lebar-lebar tanpa bisa berkonsentrasi dengan penjelasan dosen. Semalam ia sama sekali tak bisa tidur. Hal itu mempengaruhi konsentrasinya di kantor dan di kelas.
Untungnya hari ini tidak ada meeting penting atau kejadian luar biasa lainnya. Harinya hanya berjalan secara rutin sehingga Lily bisa menguap lebar-lebar di ruangannya.
Tapi mengantuk di kelas saat kuliah adalah permasalahan yang sama sekali berbeda. Ketinggalan kuliah bisa menghancurkan nilai-nilainya. Karena itu Lily nyaris menghabiskan satu roll permen mint yang dibawanya hanya untuk membantunya berkonsentrasi.
Namun permen-permen itu tidak bisa menghapuskan ingatannya tentang mimpinya semalam. Pertama kalinya Lily bermimpi tentang perkenalan pertamanya dengan Hani, tetangga baru Juna yang setelah itu mengubah persahabatan Lily dan Juna menjadi hubungan yang penuh pertengkaran dan kecanggungan.
Hani adalah perempuan manis yang ramah, baik hati dan sangat ceria. Hani juga pandai bermain piano dan memasak. Sungguh kombinasi yang selamanya takkan bisa dimiliki Lily yang cuek dan seenaknya. Hani pindah ke sebelah rumah Juna, seminggu sebelum acara ulang tahun Angga yang ke tiga. Namun dalam waktu satu minggu itu Hani bisa merebut hati keluarga Juna.
Adit yang biasanya selalu memainkan gamenya setiap Lily dating, kali itu membantu Hani menyiapkan piring-piring kertas untuk kue di meja prasmanan. Mama Juna yang sebenarnya memang hobi repot memasak dan menyiapkan makanan, saat itu hanya menggendong Angga sambil memperhatikan Hani menyiapkan semuanya. Di wajahnya terpancar kebanggan yang sangat besar, seperti sedang memperhatikan putrinya sendiri yang juga hobi memasak seperti dirinya. Mungkin saat itu beliau membayangkan seandainya memiliki anak perempuan, beliau ingin anak perempuan seperti Hani. Lily sama sekali belum pernah melihat ekspresi beliau itu. Dan saat Juna memperkenalkan Lily padanya, Lily bisa melihat ekspresinya yang seperti orang bodoh yang pertama kalinya melihat perempuan.
Hal itu memancing kecemburuan Lily dan membuatnya sering menghindari Juna. Ditambah dengan Juna yang sering meninggalkannya untuk Hani, persahabatan mereka pelan-pelan mulai retak. Meski hubungan Juna dengan Hani berakhir dalam beberapa minggu, namun selalu ada perempuan lain setelahnya. Bahkan terkadang Juna menjalin hubungan dengan dua orang sekaligus.
Saat itu juga adalah saat Lily membuat kesalahan terbesar dalam persahabatan mereka. Kesalahan yang masih disesalinya sampai saat ini...
"Ngelamun aja, Lil?"
YOU ARE READING
The Second Chance
RomanceMeski lebih dari sepuluh tahun berlalu, laki-laki itu masih tersenyum dengan cara yang sama, dan ia juga masih memperlakukan Lily dengan cara yang sama. Jika dulu Lily menyimpan perasaan untuk Juna, apakah saat ini hati Lily masih miliknya? - Eliana...