Lily sudah siap di lobby kantornya, tepat setelah menunaikan sholat dzuhur. Teman-temannya yang lain sudah pergi makan siang lebih dulu sejak tadi, namun Lily memilih menunaikan kewajibannya lebih dulu. Mereka yang sudah tahu pun hanya berpamitan padanya untuk makan lebih dulu, tahu bahwa meskipun mereka mengajak, ajakan mereka akan ditolak kecuali saat Lily sedang berhalangan.
Biasanya setelah sholat dzuhur Lily langsung pergi ke kantin di basement gedung kantornya, namun kali ini Lily duduk di lobby menunggu seseorang.
Ya, tadi memang Juna mengajaknya makan siang di luar, mengingat kantor mereka yang berdekatan di daerah sudirman. Setelah satu jam lebih berada dalam kereta penuh sesak, mereka turun di stasiun Sudirman. Mereka dijemput oleh supir kantor Juna yang memang sudah ia hubungi sebelumnya. Sebelum menurunkan Lily di gedung kantornya, Juna mengajaknya makan bersama siang ini.
Tepat saat Lily menatap pintu masuk gedung, Juna terlihat masuk dengan kemeja yang lengannya sudah digulung sampai siku dan satu kancing kemejanya terbuka. Dan tiba-tiba saja gedung ini terasa kosong seolah hanya mereka berdua di tempat ini. Lily memang sudah melihatnya tadi pagi. Namun penampilan Juna saat ini yang terlihat sedikit berantakan justru membuat pasokan oksigen di sekitarnya menipis.
"Astaghfirullahal'adzim..." Lily sempat menatap terpesona beberapa saat, namun kemudian menyadari kesalahannya dan membuang wajahnya ke samping, tepat ke arah atasannya yang sedang berjalan ke arahnya.
"Assalamualaikum, Lily," sapa Ardo, bosnya yang masih tergolong muda untuk jabatan yang dipegangnya.
"Wa'alaikumsalam, Pak," jawab Lily tersenyum sekedarnya.
"Kamu udah makan siang?" tanyanya basa-basi.
"Ini saya mau makan siang, Pak," jawab Lily.
"Terus kenapa masih di sini? Nunggu seseorang?"
"Iya, saya nunggu..."
"Assalamu'alaikum, Lily, udah siap?" tegur Juna yang sudah berdiri di sampingnya.
"Wa'alaikumsalam, Jun," jawab Lily. Segera saja Juna berdiri lebih dekat ke arah Lily melihat cara laki-laki di hadapannya memandang Lily.
"Maaf aku lama,"
"Nggak apa, Jun. Atau kalau kamu sibuk mungkin sebaiknya kita batalin aja," Lily mencoba mengerti. Kalau benar jabatannya setara dengan Bagas yang merupakan salah satu manajer di perusahaan itu, berarti laki-laki di hadapannya ini pasti sibuk sekali dengan pekerjaannya.
"Bukan gitu, Lil, tapi tadi aku sholat dulu sebelum ke sini makanya agak lama," jawab Juna melihat kekhawatiran di wajah cantik itu.
Lily hanya mengangguk. Dalam hatinya bersyukur karena Juna bukan lagi laki-laki yang dikenalnya dulu.
"Kamu keberatan nggak, kalau kita makan di kantin basement?" tanya Lily mengingat jam makan siang sudah hampir habis. Kalau harus keluar mencari restoran lain pasti akan menyita waktu lagi. Ia tak ingin melalaikan tanggung jawabnya dengan mengambil waktu istirahat lebih dari yang seharusnya. Terlebih Juna yang jelas memikul tanggung jawab yang jauh lebih besar.
"Tempatnya nggak ber-AC seperti restoran besar, tapi cukup banyak pilihan dan makanannya enak-enak. Insha Allah kamu suka,"
"Terserah kamu aja," Juna tersenyum menenangkan. "Asal kamu nyaman, aku nggak keberatan,"
Lily mengangguk dan berjalan mendahuluinya ke arah lift yang ada di sisi kiri gedung, namun Juna dengan cepat menjajari langkahnya.
Di belakang mereka, Ardo menatap dua punggung itu sendu. Sadar bahwa wanita yang ditaksirnya sejak ia dipindahkan ke kantor ini telah memiliki tambatan hatinya. Hal itu terbukti dengan dirinya yang langsung terlupakan sejak kedatangan laki-laki yang berjalan di depannya itu.
YOU ARE READING
The Second Chance
RomanceMeski lebih dari sepuluh tahun berlalu, laki-laki itu masih tersenyum dengan cara yang sama, dan ia juga masih memperlakukan Lily dengan cara yang sama. Jika dulu Lily menyimpan perasaan untuk Juna, apakah saat ini hati Lily masih miliknya? - Eliana...