Lily meregangkan otot-ototnya di halaman rumahnya. Udara pagi di kawasan Bogor cukup sejuk meski sekarang Bogor juga mulai padat akan kendaraan layaknya Jakarta. Tapi alhamdulillah masih bisa dinikmati kesejukannya karena masih banyak pohon-pohon besar di daerah tempat kedua orang tuanya tinggal.
Memutar-mutar pergelangan kakinya, Lily bersiap untuk jogging. Ia berharap tubuhnya yang kaku akibat sulit tidur semalam bisa dihilangkan dengan olah raga.
Ya, semalam Lily kesulitan tidur lagi. Setelah Juna mengantarkannya pulang sampai Bogor tadi malam, Lily gelisah memikirkan kejadian di rumah keluarga Juna. Ia iba dengan Zayn dan Mikaila yang kekurangan kasih sayang ibu. Di luar rasa ibanya, Lily juga jatuh cinta pada anak-anak itu. Mikaila yang pemalu dan Zayn yang terlalu tegar untuk anak seusianya.
Anak-anak itu menolak mengganti panggilan mereka terhadapnya. Bahkan sampai Lily pamit pulang mereka tetap memanggilnya Mommy.
Bukan Lily membenci sebutan itu. Tapi sebutan itu terasa mengikat hubungan antara Lily dengan keluarga mereka. Ia hanya tak mau lagi merasakan sakit yang sama seperti belasan tahun yang lalu.
Tapi menolaknya sama saja ia menambah sakit hati dua orang anak yang merindukan kasih sayang seorang ibu. Hal terakhir yang ingin dilakukannya pada anak-anak malang itu.
Ia juga memikirkan rencana mereka untuk datang kemari. Apakah mereka serius ataukah hanya karena mereka ingin menenangkan Mikaila saja. Bagaimana kalau mereka serius? Bagaimana kalau Juna benar-benar membawa keluarganya ke sini? Ia tak mau mengikat dirinya terlalu jauh dengan keluarga itu dan jatuh dua kali di lubang yang sama.
Segalanya terasa memenuhi kepalanya sehingga membuatnya sulit tidur.
Setelah minuman dari susu hangat sampai coklat panas tak bisa memberikannya rasa kantuk, akhirnya Lily mengambil air wudhu dan sholat sunah dua rakaat. Setelahnya Lily membuka Al Quran dan membacanya.
Terlalu menikmati ayat-ayat Al Quran, Lily melirik jam weker di atas nakas yang menunjukkan jam satu pagi, yang artinya sudah tiga jam Lily duduk di kasurnya dan menyelesaikan tiga juz Al Quran. Kemudian Lily menutup dan meletakkan Al Quran di atas nakas dan memejamkan mata seraya berdzikir pelan. Alhamdulillah tanpa sadar dzikir itu membantunya tertidur.
Untung saja Lily bisa tidur dan bangun lagi pukul 03.30 dini hari. Ia tak ingin melewatkan sholat tahajjud setiap malamnya, kecuali saat berhalangan. Bukankah dalam Al Quran tertulis, bahwa Allah SWT menjanjikan empat hal, bagi siapa saja yang melakukan sholat tahajjud setiap malamnya. Empat hal itu adalah diangkat karirnya, dibimbing dalam mengawali aktivitas, diberikan solusi terbaik, dan diberi pertolongan. Jadi pada siapa lagi ia berharap kalau bukan kepada Allah SWT?
Di situ ia berharap Allah SWT memberikan solusi dan pertolongan untuk hatinya yang gundah. Agar ia tak lagi mengalami sakit yang sama seperti bertahun-tahun yang lalu. Agar kali ini semuanya berjalan dengan lancar.
Tanpa memotongnya dengan tidur kembali, Lily membuka lagi Al Quran dan membacanya sampai adzan subuh. Alhamdulillah, meski hanya memejamkan mata selama dua jam, kantuk tak lagi menyerangnya. Mungkin karena jam biologisnya biasa seperti itu.
Setelah memastikan tali sepatunya terikat dengan benar, Lily mulai melakukan jogging keluar rumah. Niatnya ia tak usah membawa kendaraan sampai taman yang berjarak satu kilometer dari rumahnya. Tapi baru beberapa langkah Lily meninggalkan rumahnya, dari arah berlawanan muncul mobil yang sepertinya dikenalnya.
Tak perlu memicingkan mata untuk memperhatikannya, karena mobil itu berhenti tepat di sampingnya dan seseorang di dalam membuka kacanya.
"Mommy...!!" sebuah kepala cantik menyembul dari jendela terbuka itu.
YOU ARE READING
The Second Chance
RomanceMeski lebih dari sepuluh tahun berlalu, laki-laki itu masih tersenyum dengan cara yang sama, dan ia juga masih memperlakukan Lily dengan cara yang sama. Jika dulu Lily menyimpan perasaan untuk Juna, apakah saat ini hati Lily masih miliknya? - Eliana...