"Saya mau meminta putri Bapak, Lily, untuk anak saya, Juna,"
Tiba-tiba Lily tersedak teh yang sedang diminumnya. Pelan diletakkannya cangkir di atas meja agar kedua tangannya bisa menutup mulutnya yang terbatuk hebat.
Apa tadi mama Juna bilang? Memintanya untuk Juna? Maksudnya apa?
"Maksud Mama, aku ke sini untuk melamar kamu jadi istriku," Juna memperjelas, seolah tahu apa yang ada di kepala Lily.
Lily masih terbatuk pelan saat kesadaran merayap di benaknya. Jadi ini maksud Juna membawa seluruh keluarganya ke mari.
Pelan, ibu Lily mendekat dan menepuk lembut punggungnya. Bibirnya menyunggingkan senyum kecil. Sebenarnya beliau sudah bisa menebak maksud kedatangan Juna ke rumah ini membawa serta mamanya. Hanya ayah Lily yang masih terdiam menatap tajam laki-laki yang duduk di hadapannya.
"Saya cuma mau tanya beberapa hal sama kamu," ucap ayah Lily setelah putrinya sedikit tenang.
"Kamu sholat?"
"Alhamdulillah sholat, Pak,"
"Baca Al Quran?"
"Alhamdulillah, saya usahakan setiap hari saya baca,"
"Kamu yakin bisa jadi imam untuk anak saya?"
"Insya Allah, Pak, walaupun saya merasa lebih perlu bimbingan Lily daripada sebaliknya. Saya akan berusaha untuk jadi lebih baik agar bisa jadi imam untuk keluarga saya,"
Ayah Lily diam sejenak menatap mata Juna, mencoba mencari kebohongan di sana. Wajahnya berubah lebih santai saat sadar laki-laki ini tidak berbohong.
"Ya sudah, saya setuju saja. Sekarang tergantung Lily mau atau nggak jadi istri kamu,"
Juna menoleh menatap Lily. Menatap dan berharap Lily mau menerimanya. Tapi yang ditemukannya hanyalah pandangan ragu perempuan itu. Lily malah meremas sofa yang ia duduki dengan kedua tangannya.
"Sayang?" tegur ibu Lily melihat putrinya diam saja.
Sebenarnya Lily ingin sekali langsung menerimanya. Tapi logikanya menghalangi niatnya. Oleh karena itu Lily hanya menatap Juna dengan pandangan memohon, berharap Juna mengerti dan memberinya waktu.
"Kamu nggak harus jawab sekarang kok. Dipikirin aja dulu," akhirnya Juna menyerah.
Lily menatapnya penuh terima kasih. Ternyata Juna masih sama seperti dulu, mengerti arti tatapan matanya.
"Mommy, look at these," tiba-tiba saja Mikaila masuk menginterupsi pembicaraan serius tadi diikuti kakak dan oom Angganya. Tangannya terjulur memamerkan stroberi-stroberu ranum yang baru saja dipetiknya.
Juna lalu memperkenalkan adik bungsu dan anak-anaknya kepada orang tua Lily. Angga yang sudah beranjak remaja tahu sopan langsung menyalami keduanya. Namun seperti biasa, Mikaila menjatuhkan stroberinya dan mengerut memegangi lengan kakaknya saat menyadari ada orang asing di tengah keluarganya. Sementara Zayn balas memegang pundak adiknya.
"Sini cantik, sama Eyang," ibu Lily melambai menyuruhnya mendekat.
"Mommy?" tanya gadis kecil itu ragu.
"Sweety, these are my parents," ujar Lily menenangkan.
"Eyang?" Mikaila menelengkan kepala bingung dengan sebutan asing itu.
"Eyang itu, seperti Grandma," Lily mencoba menjelaskan.
Mikaila menatap wanita paruh baya yang sedang tersenyum padanya. Senyum itu, mirip sekali dengan senyum Mommy. Hingga tanpa sadar, pelan-pelan Mikaila mendekat padanya.
YOU ARE READING
The Second Chance
RomanceMeski lebih dari sepuluh tahun berlalu, laki-laki itu masih tersenyum dengan cara yang sama, dan ia juga masih memperlakukan Lily dengan cara yang sama. Jika dulu Lily menyimpan perasaan untuk Juna, apakah saat ini hati Lily masih miliknya? - Eliana...