"Mommy, did you see my shoes?" Zayn berlarian ke dapur dengan seragam sekolah yang sudah rapi namun masih megenakan sandal rumah. Waktu sudah menunjukkan pukul enam tiga puluh, seharusnya anak itu sudah berangkat dengan sopirnya.
Lily yang sedang menutup kotak bekal berwarna biru hampir saja meninggalkan pekerjaannya untuk ikut mencari sepatu anak laki-lakinya itu. Namun Titin, pengasuh anak-anak, muncul di belakang anak itu menenteng sepasang sepatu berwarna hitam dengan logo Nike di sampingnya.
"Mmm.... wangi banget baunya," tiba-tiba saja sepasang tangan terulur memeluk pinggangnya dari belakang. Dari wanginya saja Lily tahu siapa yang saat ini sedang asyik mengendus lehernya yang tertutup hijab.
"Masak apa?" Juna bergumam di telinganya.
Lily yang sudah bersemu karena pelukan itu, makin memerah ketika pikirannya melantur ke mana-mana. Lily pikir Juna sedang memujinya wangi, ternyata suaminya itu mengendus bau bekal anak-anaknya yang sudah selesai disiapkan.
"I-ini..." jawab Lily setengah gugup setengah geli.
Seharusnya setelah semalam, Lily tidak lagi merona oleh perlakuan suaminya. Tapi ayolah, mereka baru saja menikah kemarin. Ia sama sekali belum terbiasa dengan hal ini.
Ya. Ini masih hari pertamanya sebagai istri Juna dan Mommynya anak-anak. Pernikahan mereka baru berlangsung kemarin. Dan hari ini Lily sudah mulai menjalankan perannya sebagai istri dan ibu, dengan pakaian kerja yang sudah menempel rapi di tubuhnya.
Juna dan Lily memang tidak mengambil cuti setelah menikah. Tidak mungkin juga mengajukannya ke perusahaan secara mendadak. Jadi tidak ada bulan madu dan hari ini mereka tetap pergi bekerja.
"Ini apa?" semakin Lily gugup, semakin Juna ingin menggoda istrinya itu.
"Masih ada anak-anak, Mas," gumam Lily sambil berusaha melepaskan diri dari belitan tangan suaminya.
"Berarti kalo udah nggak ada anak-anak boleh lagi ya?" Juna menaik-naikkan alisnya.
"Kalo udah nggak ada anak-anak ya kita yang berangkat," jawab Lily sambil membereskan kotak-kotak bekal.
Juna cemberut dengan jawaban Lily. Walaupun tahu itu benar, ia masih tak ingin pergi bekerja hari ini. Yang semalam itu belum cukup.
"Mas mau bekal juga atau makan di luar?" tanya Lily.
"Aku makan di luar aja," sontak Lily sedikit kecewa. Namun kalimat selanjutnya membuat pipinya yang sudah normal jadi memerah lagi.
"Kamu juga nggak usah bawa, kita makan siang sama-sama nanti. Aku masih pengen berduaan sama kamu,"
Melihat wajah istrinya yang merona, Juna semakin gemas dan memeluknya lagi. Namun saat ingin mencium pipinya yang memerah, ada sebuah suara yang menginterupsinya.
"Daddy ngapain?"
Sontak Juna melepaskan pelukannya dan menoleh mendapati putranya sudah siap sekolah. Seperti biasa, Zayn akan pergi diantar neneknya dan adiknya yang selalu ingin ikut.
"Kakak mau berangkat sekolah. Kata mbak Titin, Mommy udah siapin bekal ya?" Zayn menatap ibu barunya penuh harap.
Selama ini tak ada yang berpikir untuk membuatkannya bekal. Daddynya memberi uang saku cukup besar untuk makan di kantin sekolah. Tapi melihat teman-temannya memakan bekal buatan ibu mereka, Zayn juga ingin seperti itu.
"Mommy bikin ayam gulung isi sayur dan keju," Lily menunduk menyamakan tingginya dengan anak-anak itu.
"Ini bekal Kakak," Lily mengulurkan kotak berwarna biru.
YOU ARE READING
The Second Chance
RomanceMeski lebih dari sepuluh tahun berlalu, laki-laki itu masih tersenyum dengan cara yang sama, dan ia juga masih memperlakukan Lily dengan cara yang sama. Jika dulu Lily menyimpan perasaan untuk Juna, apakah saat ini hati Lily masih miliknya? - Eliana...