"Sah..."

1.9K 177 0
                                    

"Saya terima nikahnya Eliana Almira binti Rohmat Salam dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," Arjuna mengucapkan kalimat tersebut dalam satu tarikan nafas, disusul dengan suara beberapa orang yang menyatakan 'sah'.

Juna menghembuskan nafas lega seraya menatap istri barunya yang menanti untuk mencium tangannya. Di sekelilingnya, orang tua dan keluarga tersenyum bahagia saat Juna mencium dahi istrinya setelah kedua cincin tersemat di jari mereka. Akhirnya setelah bertahun-tahun, Juna bisa menjadikan Lily sebagai istrinya.

Akad nikah mereka memang tidak dilakukan secara besar-besaran. Hanya keluarga dan kerabat kedua mempelai yang datang menyaksikan bersatunya dua insan tersebut. Itupun hanya segelintir kerabat yang bisa menghadiri, mengingat rencana pernikahan mereka dilakukan dengan sangat mendadak di hari kerja, sehingga mereka yang bekerja tak mungkin menghadirinya.

Akad nikah dilakukan di rumah keluarga Juna dengan mama Juna yang memesan katering secara mendadak pada salah satu kerabatnya yang kebetulan memiliki usaha katering. Untung saja sepupunya itu menyanggupi, bahkan ikut bahagia karena akhirnya keponakannya menikah lagi dan memberikan ibu baru untuk anak-anaknya. Dengan senang hati sepupu mama Juna itu membantu menyiapkan pernikahan dadakan ini di taman belakang rumahnya.

Lily tidak mengenakan kebaya putih yang pada umumnya dipakai mempelai saat melakukan akad nikah. Hanya gaun terusan sederhana dengan sentuhan payet di bagian atas dan hijab yang setia menutupi kepalanya. Namun gaun sederhana itu mampu menonjolkan kecantikannya yang sejak dulu tak pernah membuat Juna bosan.

Juna menatap istri barunya yang mulai kewalahan ketika putri kecilnya menyerang wanita itu dengan pelukan dan ciuman. Namun wajahnya tidak sedikitpun menunjukkan keberatannya, bahkan wanita itu mulai membalas dengan menciumi pipi gembul putrinya.

Juna yang baru saja kembali dari toilet seketika terpana menatap senyum istrinya saat putra sulungnya mengulurkan sebuket bunga berwarna biru yang didapat entah dari mana.

Senyum itu, senyum yang selalu dirindukannya selama ini. Senyum yang membuatnya paling menyesal saat melewati tahun-tahun terakhir pernikahannya dengan istri pertamanya. Senyum secerah matahari yang pertama kali ingin dilihatnya sekembalinya ke Indonesia. Dan hal yang paling Juna syukuri saat ini karena Allah masih menyayanginya dengan mengembalikan senyum itu untuknya.

"Sujud syukur, Kak, Allah kasih jodoh terbaik buat Kakak," tiba-tiba Adit sudah berdiri di sampingnya dengan tangan disandarkan ke bahunya.

"Alhamdulillah Dit, masih ada kebahagiaan buat anak-anak," Juna tersenyum tanpa mengalihkan mata dari pemandangan di depannya.

Adiknya tidak tahu, sepulangnya mengantar Lily malam itu, Juna mengurung diri di kamarnya, melakukan sholat sunnah dua rakaat dan bersujud sebagai tanda syukurnya kepada segala nikmat yang telah diterimanya.

"Eyang yang bolehin kita petik bunganya," ketika Juna berjalan mendekat, samar-samar terdengar putra sulungnya menjawab pertanyaan Lily.

"Daddy...!!!" pekik Mika melihat daddy dan oomnya mendekat.

Juna tersenyum dan membelai lembut ikal kecoklatan itu. Namun Adit bisa mengerti bahwa kakaknya ingin berduaan dengan istri barunya.

"Mika sama Oom Adit dulu yuk," Adit mengulurkan kedua tangannya untuk menggendong, namun gadis kecil itu menolak mentah-mentah.

"Nooo..." kepalanya menggeleng cepat sampai ikalnya bergoyang-goyang.

"We have a chocolate fountain back there. You like strawberry covered in chocolate right?"

"Chocolate fountain...!!!"

Mika memekik senang mendengar ada makanan kesukaannya. Tangannya langsung menggapai oomnya yang langsung menangkapnya dengan sigap.

"Let's go, Zayn," Adit mengulurkan tangannya yang bebas dan disambut oleh Zayn meski dengan enggan.

Sepeninggal adik dan anak-anaknya, Juna memperhatikan Lily sedikit salah tingkah. Kelihatannya wanita itu gugup karena baru kali ini mereka hanya berduaan setelah akad nikah selesai.

"Capek?" Juna bertanya santai agar istrinya itu tidak semakin gugup. Tangannya dengan mulus diselipkan ke tangan Lily yang tidak menggenggam bunga.

"Ng... nggak..." gagap Lily seraya melirik tangan mereka yang saling menggenggam. Nyaris saja Lily menyentakkannya jika tidak ingat mereka sudah sah menjadi suami istri.

"Bunganya bagus," komentar Juna masih berusaha membuat Lily santai.

"Alhamdulillah, Zayn dan Mika yang buat. Mereka petik bunganya di kebun Ibu," jawab Lily masih sambil menunduk.

"Kamu gugup?" Juna berusaha bercanda. "Akad nikahnya kan udah tadi. Kok gugupnya sekarang? Telat banget..."

Lily menabok lengan Juna pelan masih sambil menunduk.

Jangan dikira tadi ia tidak gugup. Saking gugupnya, Lily sampai berkeringat dingin saat menunggu Juna selesai mengucapkan akad di ruangan lain. Untuk saja make up yang digunakannya adalah make up bagus yang justru membuat wajahnya terlihat semakin halus saat berkeringat.

Saat ini ia bukannya gugup, tapi lebih karena belum terbiasa dengan status barunya. Beberapa pertanyaan terus berputar di kepalanya. Seperti apa yang harus dilakukannya sebagai istri atau bagaimana ia harus memanggil suaminya sekarang. Bagaimana kalau ia tak bisa melayani suaminya dengan baik.

Juna sendiri tidak membantu dengan malah menggodanya di saat gugup seperti ini.

Sebelumnya Lily tak pernah berpikir untuk mengikuti kajian tentang bagaimana menjadi istri yang baik, karena belum berpikir untuk menikah. Syariat lain yang harus ia pelajari sangatlah banyak hingga ia tak terpikir sampai ke situ. Sekarang Lily mulai menyesalinya.

"Mukul suami dosa lho, Sayang," Juna menggoda istrinya lagi.

"Astaghfirullahal'adzim..." Lily langsung nyebut. "Maaf Mas... Sakit ya?" tangannya mengelus tempat yang dipukulnya tadi dengan wajah khawatir.

"'Mas?'" Juna mengulangi cara Lily memanggilnya.

Seolah tersadar, Lily langsung menundukkan wajahnya lagi. Dalam hati ia merutuki refleks mulutnya. Juna pasti menertawainya sekarang.

"Lihat aku," Juna mengangkat dagu Lily dengan jarinya saat wanita itu masih saja menundukkan wajahnya.

"Sekarang kita sudah menikah. Aku sayang sama kamu, jadi insha Allah aku nggak akan pernah nyakitin kamu. Jangan pernah kamu sembunyikan apapun yang buat kamu khawatir, karena kita akan hadapi sama-sama,"

Lily menatap Juna dan menemukan kesungguhan itu di matanya. Refleks ia mengangguk dan dibalas dengan ciuman panjang di dahinya.

Dan saat Juna memeluknya, Lily mulai merapalkan doa dalam hati. Semoga Allah menjadikan mereka suami istri yang shalih dan shalihah, yang bisa mendidik anak-anak mereka menjadi manusia yang shalih dan shalihah juga.

The Second ChanceWhere stories live. Discover now