Ternyata Mikaila...

1.9K 204 0
                                    

Lily menatap ngeri rumah besar yang menjulang tinggi di hadapannya. Sejak keluarga yang menempatinya pindah ke luar negeri, Lily tak pernah lagi menginjakkan kakinya di rumah itu. Sepuluh tahun lebih berlalu, dan rumah ini terlihat semakin besar di matanya.

Ya, akhirnya Lily mau juga dibujuk untuk menerima undangan makan di rumah keluarga Juna

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ya, akhirnya Lily mau juga dibujuk untuk menerima undangan makan di rumah keluarga Juna. Tapi Lily meminta mengganti waktunya menjadi makan siang di hari sabtu, setelah kelas mereka selesai. Ia tak ingin menimbulkan fitnah jika ada yang melihatnya pergi dengan laki-laki yang bukan muhrimnya sampai tengah malam, terutama karena Lily tinggal sendiri di apartemennya. Apalagi kemungkinan Juna sudah menikah.

Hal itulah yang menambah keengganannya saat Juna menawarkan untuk menjemputnya ke apartemen tadi pagi. Bagaimana bisa Juna pulang ke rumah membawa perempuan lain. Apa kata istrinya nanti. Setelah perdebatan yang cukup panjang, Lily hanya menuruti untuk pergi dengannya dari kampus.

Namun sesampainya di rumah Juna, Lily tetap setia duduk di dalam mobil. Rasanya enggan sekali untuk masuk dan bertemu keluarga yang dulu sudah seperti keluarganya sendiri itu.

Bukan Lily, kamu bukan enggan. Kamu takut bertemu dengan Mikaila yang kemungkinan istrinya itu.

Juna melirik Lily yang masih bertahan di tempat duduknya. Perempuan itu meremas pelan rok coklatnya, tanda bahwa ia sedang gelisah, atau takut. Tapi takut kenapa? Apa yang perempuan itu takutkan? Lily seharusnya tahu Juna tak mungkin menyakitinya. Setidaknya secara verbal, pikir Juna mengingat ia pernah menyakiti hati perempuan itu bertahun-tahun yang lalu.

"Lily?" tegur Juna.

Nada bicaranya sangat lembut, namun itu cukup membuat Lily melonjak kaget. Ingin rasanya Juna meraih tangan itu dan melepaskan cengkeramannya di rok lembut itu. Tapi Juna urung mengingat saat pertemuan kembali mereka, Lily tak mau menjabat tangannya dan hanya menangkupkan keduanya di depan dada. Artinya Lily tak mau disentuh oleh laki-laki yang bukan muhrimnya.

"Turun yuk," ajak Juna.

"Iya..." Lily meraih pegangan pintu dan membukanya. Hatinya tak berhenti berdoa dan memohon agar Allah memberikannya kekuatan menghadapi siapapun yang berada di balik pintu rumah besar itu.

Pelan, dirapikannya rok coklat yang sempat kusut oleh remasan tangannya. Ditariknya hijab sampai menutupi sebagian besar blus terakota yang dikenakannya. Seharusnya pakaian ini cukup sopan. Ia tak mau terlihat terlalu berusaha untuk hari ini. Tak ada gunanya membuat siapapun di rumah ini terkesan dengan penampilannya.

"Mama mungkin di dapur, kamu masuk aja," perintah Juna sambil berjalan ke arah tangga.

Lily ingin mencegah Juna pergi karena bagaimanapun hubungan mereka tak lagi sama. Ia tak mau langsung menjelajah rumah ini tanpa sopan santun seperti yang sering dilakukannya dulu. Dan bisa saja saat ini mama Juna di dapur bersama istrinya. Jadi lebih baik Lily tetap di ruang tamu dan menunggu Juna turun.

The Second ChanceWhere stories live. Discover now