Side Story: Zayn

1.8K 162 0
                                    

"Mommy?" seorang gadis kecil menarik-narik bagian paha celana panjang longgar yang dikenakan wanita berhijab tosca yang duduk di sampingnya. Sejak tadi gadis kecil itu berusaha memperlihatkan gambarnya yang baru namun wanita di sampingnya itu seolah tak mendengarkan kata-katanya.

"Yes, Sweety?" Lily menoleh dan mendapati putri tirinya menatapnya sambil memiringkan kepala, seolah bertanya kenapa sejak tadi Lily terlihat melamun. Segera saja Lily mengubah ekspresi wajahnya agar gadis itu tak perlu bertanya sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan mudah untuk anak sekecil itu.

"Look at this!" Lily menarik gambar yang digenggam Mikaila. "Cantik sekali kupu-kupunya!" lanjutnya seraya memperhatikan dengan intens kupu-kupu berwarna warni yang digambar putrinya. Sayapnya berwarna kombinasi hitam, biru dan kuning terang, dikelilingi rumput hijau dan matahari berwarna oranye di sudut gambar.

"Mika yang gambar?"

"Yes, Mommy," Mika mengangguk-angguk senang.

Di seberang meja, Juna memperhatikan istrinya yang mulai menanggapi putri kecilnya. Piringnya sudah kosong sejak tadi karena Juna tahu Lily tidak suka makan malam terlalu banyak. Sebenarnya Juna tahu ke mana pikiran Lily terbang beberapa saat lalu. Pasti kejadian tadi siang masih membekas di kepalanya.

Juna sangat tahu, apa artinya sahabat bagi Lily. Bahkan, Juna yang paling tahu, mengingat ia pernah menghancurkan persahabatan mereka dulu. Dikhianati dan difitnah oleh gadis yang sudah dianggap adiknya sendiri pastilah menyakitinya.

"Kamu ada masalah, Sayang?" tanya mama Juna yang juga memperhatikannya melamun sejak tadi.

Lily mendongak dengan Mika mengoceh di pangkuannya. "Bukan masalah besar, Ma, cuma masalah di kantor aja," jawabnya tak ingin membuat orang lain khawatir.

"Kamu kalau ada masalah yang nggak bisa kamu selesaikan sendiri, bisa cerita sama Mama, jangan dipendam sendiri,"

"Iya, Ma, maaf udah bikin Mama khawatir. Yang ini InshAlloh masih bisa Lily atasi sendiri,"

Mama Juna hanya mengangguk-angguk dan melanjutkan makan malamnya.

"Gimana sekolah Kakak hari ini?" tanya Lily pada Zayn yang baru saja menyelesaikan makanannya.

"Tadi ulangan matematika Kakak dapet seratus, Mom," jawabnya girang. "Terus tadi bekalnya Kakak bagi Fey,"

"Kenapa dibagi? Kakak nggak suka bekalnya?" tanya Lily teringat ucapan suaminya tadi pagi bahwa Zayn membenci bayam.

"Suka.  Tapi Fey kasihan, Mom, dia nggak pernah jajan, terus nggak punya bekal juga. Makanya Kakak bagi," jelasnya.

"Fey siapa?" Lily mengernyit bingung, mencoba memahami kata yang keluar dari mulut Zayn. 'Fey' seperti sebuah nama di telinganya.

"Fey temen Kakak," jawab Zayn mantap. "Sebenernya temen Kakak cuma Reifan, tapi Fey nggak punya temen, soalnya cewek-cewek di kelas Kakak nggak suka sama dia, jadi Kakak temenin,"

Lily masih mencoba memahami penjelasan yang keluar dari mulut anak berusia tujuh tahun itu. Anak seusia itu biasanya masih bisa berteman dengan siapapun. Tapi kenapa ada satu anak yang sudah dibenci teman sekelasnya.

"Temen Kakak yang lain panggil dia 'bukin', Kakak nggak suka,"

"Apa itu 'bukin'?" Lily makin bingung dengan istilah anak zaman sekarang.

"Bule miskin," jawaban Zayn makin membuat orang-orang di meja makan terperangah.

Zayn meletakkan sendok dan garpu di piringnya yang sudah kosong seraya melanjutkan. "Fey cantik, rambutnya kayak Mika, matanya abu-abu. Tapi Fey nggak pernah senyum. Fey seringnya duduk sendirian di pojokan kelas. Cuma Kakak sama Rei yang ngobrol sama dia,"

Lily tak pernah merasakan yang namanya bullying. Dia selalu jadi siswa yang meskipun tak terlalu menonjol, tapi tetap punya banyak teman.

Tapi dari cerita putra sulungnya, kelihatannya siswa bernama Fey ini dikucilkan oleh teman-temannya. Dibenci teman sekolahnya dan dikucilkan di usia sedini ini sangat mungkin menghancurkan mental gadis kecil itu.

"Mama pernah ketemu walinya?" Lily ganti bertanya pada mama mertuanya. Bagaimanapun mertuanya yang mengantar Zayn sekolah setiap hari. Kemungkinan besar teman-teman Zayn juga diantar wali mereka. Bisa saja mertuanya pernah bertemu atau bahkan mengenal orang tua gadis itu.

"Seinget Mama sih nggak ya," jawab mertuanya. "Lagipula Zayn kan siswa baru, jadi Mama juga belum banyak kenal wali murid,"

"Tapi kenapa bisa dipanggil bule miskin? Bukannya sekolah Zayn termasuk sekolah elit?"

"Kata bu guru, Fey murid beasiswa. Fey nggak bayar sekolah," celetuk Zayn sambil tangannya mencomot puding coklat pisang di hadapannya.
"Fey juara kelas padahal umurnya masih 6 tahun, tapi udah kelas 3 samaan Kakak,"

"Tes masuk sekolah Zayn bukan ditentukan umur, tapi dilihat dari kemampuan akademis anak-anaknya," Juna menjelaskan.

Lily menyetujui dalam hati. Pantas saja Zayn berada di kelas tiga pada usia yang kalau di sekolah lain masih harus berada di kelas satu dulu.

"Tapi memang kalau Mama lihat anak itu ngapa-ngapain sendiri. Beberapa kali Mama telat jemput Zayn juga anak itu masih duduk sendirian di depan kelas," lanjut mertuanya. "Dan Mama juga perhatiin bajunya agak kucel, seragam putihnya sedikit menguning kayak baju lama,"

Apa mungkin gadis kecil itu dijauhi karena terlalu pintar di usia sedini itu. Ditambah parasnya yang juga di atas rata-rata, bisa jadi teman sekelasnya iri padanya. Lily bisa membayangkan secantik apa wajah gadis kecil itu jika mendengar deskripsi putra sulungnya.

"Ya udah, inshAllah besok Mommy bikin bekalnya dibanyakin, biar Kakak nggak kelaperan tapi tetep bisa bagi Fey juga,"

"Ditambahin buat Rei juga ya Mom, dia tadi ambil bekal Kakak. Padahal mamanya juga bawain bekal," Zayn menggerutu mengingat teman pertamanya di sekolah itu yang tadi seenaknya mencomot makan siangnya. Untung saja Zayn cukup sigap untuk menarik setengah dari makanan yang disiapkan Mommynya.

"Kakak pengen dibikinin apa buat makan siang besok?" tanya Lily.

"Apa aja mau. Kakak suka semua masakan Mommy," jawab Zayn girang.

"Ok, kalo gitu sekarang Kakak sama Mika cuci tangan, terus siap-siap bobo,"

Zayn langsung turun dari kursinya sambil membayangkan makan siangnya besok bersama sahabat-sahabatnya. Pasti menyenangkan.

***

Aku nulis ini di dalem kereta perjalanan mudik. Entah kenapa tiba-tiba pengen nulis tentang Zayn juga. Makanya aku bocorin sekelumit tentang Zayn dan teman-temannya. Sedikit pengantar buat ceritaku tentang Zayn nanti yang inshAllah aku publish kalau cerita Daddy dan Mommynya sudah selesai.

Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1440 H bagi yang merayakan.

Mohon Maaf Lahir Batin..
Semoga Allah SWT menerima puasa ramadhan dan semua amal ibadah kita serta memberi umur panjang utk dapat bertemu Ramadhan tahun depan.. 
Aamiin Allahumma Aamiin

The Second ChanceWhere stories live. Discover now