Tips #5:
Komunikasi yang baik adalah awal hubungan yang baik pula. So ... perhatiin topik yang lo pilih untuk diobrolin dengan gebetan. Jangan sampai doi keburu ilfil karena lo ngebahas sesuatu yang dia nggak suka.
***
Ghazi menatap pantulan dirinya di dalam cermin, lalu menghela napas panjang.
Sebenarnya bila diperhatikan dengan saksama, Ghazi tidak kalah keren dengan Gailan. Ia memiliki sepasang mata berwarna madu dengan alis tebal. Rahangnya tegas, bibir penuh, hidung mancung, dan dipermanis dengan sebuah lesung pipi di sebalah kiri-yang setia muncul saat Ghazi tersenyum. Tinggi Ghazi pun sepantaran dengan Gailan. Hanya saja Ghazi kurus sementara Gailan atletis. Kulitnya bersih dan cerah, tidak hitam dan tidak pula pucat.
Tapi kenapa semua orang lebih menyukai Gailan dibandingkan gue? Itulah pertanyaan yang sering mengusik Ghazi. Pertanyaan yang kerap membuatnya membanding-bandingkan dirinya dan Gailan. Pada akhirnya, Ghazi hanya pasrah bahwa Gailan lebih populer dibandingkan dirinya.
Lelah dengan pikirannya, Ghazi memutuskan untuk tidur lebih cepat malam itu. Berharap keadaan lebih baik saat ia terbangun esok harinya. Ghazi mendekati ranjang yang memenuhi sisi kanan kamar, lalu merebahkan diri di samping boneka Teddy Bear besar berwarna cokelat kesayangannya. Ghazi memeluk Didi-nama bonekanya-dan membenamkan wajahnya. Bau iler dari Didi seperti aroma terapi bagi Ghazi, membuat perasaannya lebih baik.
Baru saja Ghazi memejamkan mata, ponselnya yang berada di atas meja nakas di sisi kanan ranjang berbunyi. Tanpa melihat, Ghazi sudah bisa menebak siapa yang menelepon. Pasti si cewek cebol rese itu.
"Nah benar, kan!" seru Ghazi saat melihat tulisan 'Kinder Joy Rese calling' di layar ponsel. Ghazi menerima panggilan itu lalu menempelkan ponsel di telinga sambil memeluk Didi dengan tangan kirinya yang bebas.
"Gailan lagi ngapain?"
Seperti biasa, Joya langsung menanyakan Gailan. Cewek itu tidak pernah basa-basi dengan mengucapkan halo atau salam sekalipun. Awalnya Ghazi sebal dengan hal itu. Ghazi menganggap Joya tidak tahu sopan santun, tapi Joya berkelit dengan menyebut tindakannya itu sebagai praktis. Keburu basi kalo keseringan basa-basi, begitu katanya, yang direspon Ghazi dengan dengkusan. Namun, sekarang Ghazi tidak terlalu sebal lagi. Setidaknya tindakan praktis yang disebut Joya, bisa mempersingkat waktu obrolan mereka.
"Tadi terakhir gue liat Gailan lagi ngupil," lapor Ghazi. Memang, tadi waktu Ghazi masuk ke kamar Gailan setengah jam lalu, abangnya itu sedang ngupil sambil rebahan.
"Ngasal, lo! Mau ngibulin gue lagi, ya?"
"Gue serius!"
"Masa, sih?"
"Yaelah. Gailan ngupil itu biasa aja keles! Asal lo tau, ngupil itu emang hobi Gailan tau."
"Ngarang lo!"
"Gue bilangin nggak percaya. Menurut lo kenapa tuh hidung bisa mancung dan lobangnya gede? Ya karena keseringan ngupil." Ghazi tertawa terbahak-bahak.
Tut ... tut ... tut!
Tawa Ghazi terhenti. Ia melihat layar ponsel, ternyata panggilan terputus. Satu lagi kebiasaan Joya, suka memutus panggilan sesuka hatinya.
Baru saja Ghazi mau meletakkan ponselnya ke meja nakas, benda itu berbunyi lagi.
"Gue tetap cinta Gailan meski lo jelek-jelekin dia!" teriak Joya, membuat Ghazi tersentak dan menjauhkan ponsel dari telinganya. Saat Ghazi mau mendamprat cewek rese itu, panggilan sudah diputus lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MODUS [Sudah Terbit]
أدب المراهقين[Sudah Terbit] "Gue pasti bisa bikin lo jatuh hati sama gue. Liat aja nanti!" Hidup Ghazi Airlangga berada di ujung tanduk saat rahasia memalukannya diketahui Joya Pradipta. Untuk menyumpal mulut ember cewek rese itu, Ghazi terpaksa menjadi mak comb...