Modus #15: Jadian

37.3K 3.8K 880
                                    

Tips #15:
Selalu jaga image di mana pun lo berada. Soalnya itu penting banget. Jangan sampai si doi ilfil karena ngeliat lo pecicilan kayak cabe-cabean. Ya, walaupun cabe di pasar sekarang lagi mahal.

***


Pertama kali yang Joya lihat ketika sadar adalah langit-langit berwarna putih kusam. Joya berusaha untuk bangun, tapi bibirnya merintih dan tangannya terulur memegang kepala bagian belakang. Joya mengerang saat menyentuh benjolan di sana. Akibat membentur lantai ketika jatuh pingsan tadi. Benjolannya kecil memang, tidak sebesar bakpao, tapi tetap saja memberi rasa sakit yang lumayan.

"Lo udah sadar?"

Satu pertanyaan itu membuat Joya menoleh, dan menemukan seraut wajah yang diliputi kekhawatiran. Ada rasa hangat yang menyelusup ke dadanya saat menatap mata hitam teduh itu. Mendadak rasa sakit di kepalanya lenyap begitu saja hanya dengan melihat wajah pujaan hati.

Joya menatap sekeliling. Saat ini ia berada dalam ruangan berukuran sedang. Ada dua buah ranjang yang terpisahkan oleh tirai--saat ini tirai itu terbuka. Satu ranjang ia tiduri, dan satunya lagi kosong. Di sudut ruangan ada lemari kecil, meja dan kotak P3K. Di samping kiri Joya, Gailan duduk sambil menatapnya.

"Gimana keadaan lo?" tanya Gailan lagi.

Joya tersenyum kecil, lalu berkata, "Aku nggak apa-apa, Kak. Hanya sedikit pusing ... juga kaget."

Mendadak Joya merasa wajahnya memanas, dan ia menunduk. Kata-kata terakhir Gailan sebelum jatuh pingsan terngiang-ngiang kembali.

"Maaf gu--"

"Jangan minta maaf!" potong Joya sebelum Gailan menyelesaikan ucapannya.

Kening Gailan mengerut, satu alisnya terangkat. "Kenapa?" tanyanya.

"Kalo Kak Ilan minta maaf, berarti Kak Ilan menyesal dengan apa yang Kak Ilan lakukan tadi. Aku nggak ingin Kak Ilan menyesal," jelas Joya dengan tangan saling meremas. "Lagi pula nggak ada yang salah, jadi nggak perlu ada kata maaf."

Gailan mengangguk-angguk, lalu tersenyum. Tangannya terulur, mengusap kepala Joya. Joya merasa melayang ke langit ketujuh saat Gailan menyentuh kepalanya.

"Kalo lo maunya gitu, oke, gue nggak akan minta maaf."

"Omong-omong siapa yang bawa aku ke UKS, kak?"

"Gue!" jawab Gailan enteng.

"Gimana caranya?"

Gailan tertawa, ditepuknya pipi Joya pelan. "Ya digendong dong! Masa gue seret! Gendong cewek mungil seperti lo mah kecil. Gue heran tuh badan isinya apaan, sih? Angin, ya? Soalnya ringan banget!" Setelah mengatakan itu Gailan tertawa.

"Apaan sih, Kak Ilan. Garing banget!" gerutu Joya tapi tak urung ikut tertawa juga.

"Oh, iya. Mengenai yang tadi Kak Ilan serius?"

"Jadi cewek gue?"

Pipi Joya merona, dan cewek itu menunduk untuk menyembunyikan wajah tersipu malunya.

"Jawaban lo gimana?"

MAU BANGEEEET! teriak Joya histeris, tapi tentu saja dalam hati. Mana berani dia menjawab seblak-blakan begitu. Tengsin dong. Lagi pula Joya harus menjaga image-nya.

"Kalo lo nggak mau ya, nggak apa-apa. Gue siap ditolak, kok!"

"Nggak!" seru Joya cepat. "Eh maksud aku, aku nggak nolak. Aku mau!"

Gailan terdiam sesaat. Lalu ia mendengkus dan tertawa.

"Reaksi lo bikin gue kaget aja!" katanya di sela gelak tawa.

MODUS [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang