Kelas X.3 mendadak hening ketika sosok itu melangkah masuk. Semua mata tertuju padanya, mengikuti setiap langkah dan gerak-geriknya. Hingga akhirnya sosok itu berhenti di depan meja Joya. Memperlihatkan senyum charming yang selama ini mampu membuat banyak cewek luluh dan terpesona.
Sementara itu, Joya tidak bisa berkata apa-apa. Tatapannya hanya tertuju pada sosok di hadapannya. Terlalu mengagumi senyum indah di depan matanya. Saking terpesonanya, Joya sampai tidak sadar sejak tadi Friska menginjak kakinya.
"Ke kantin, yuk!" ajak sosok itu, yang tak lain adalah Gailan.
Satu ajakan itu sukses memicu bisikan-bisikan. Tapi Gailan tidak peduli. Lagi pula ia sudah terbiasa dengan hal seperti ini, menjadi pusat perhatian.
"Ayo, ntar keburu bel masuk," ajaknya lagi sambil mengulurkan tangan, membuat banyak cewek mendesah.
Joya mengerjap, menatap tangan Gailan yang menunggu sambutannya. Ia masih tidak percaya Gailan datang ke kelasnya dan mengajaknya makan di kantin. Joya merasa ini seperti mimpi. Mimpi yang luar biasa indah.
Joya sebenarnya ingin menerima ajakan Gailan. Tapi Joya ingat saat ini ia masih menghindari Gailan. Masih malu karena insiden ciuman memalukan itu. Sekarang aja wajahnya kembali memerah.
Tapi, Gailan bertindak lebih cepat. Ia memutari meja Joya, lalu meraih tangan cewek itu. Dengan satu kali tarikan, Joya berhasil dibuatnya berdiri. Lalu, Gailan menyelipkan jarinya di jemari Joya. Menggenggamnya. Joya menatap Gailan, dan cowok itu tersenyum lebar.
Gailan mengangkat tangan mereka yang saling menggenggam di depan mata, lalu berkata, "Tangan kamu kecil, ya."
Joya diam dengan kepala menunduk, menyembunyikan wajahnya yang tersipu. Apalagi saat ini mereka berada di kelas dan ditonton teman-temannya.
"Nggak apa-apa tangan kamu kecil. Lebih baik malah. Aku jadi lebih mudah untuk menggenggamnya," bisik Gailan yang sekali lagi mampu memicu desahan para cewek yang menonton.
"Ayo!" ajak Gailan sambil membawa Joya keluar dari kelas.
Sepeninggal mereka, kelas X.3 seketika heboh. Ada yang cemburu dengan Joya. Ada yang mengagumi sikap Gailan yang menurut mereka keren dan romantis. Dalam waktu sekejap Gailan dan Joya berhasil jadi bahan gosip cewek-cewek kelas X.3.
***
Ghazi melirik Dimas yang masih belum mau bicara kepadanya. Padahal ini sudah tiga hari. Ghazi mendesah. Sudah lebih dari cukup baginya untuk menunggu. Kalau Dimas tidak mau memulai, maka biar ia yang ambil alih.
"Mas, kita harus bicara," Ghazi memulai.
Dimas tidak merespons. Ia masih tetap terpaku pada buku cetak di hadapannya. Meski begitu, Ghazi tahu Dimas mendengarkannya.
"Lo harus tau kalo gue nggak ada apa-apa sama Krisan. Jadi, jangan musuhi gue seperti ini. Lo teman terbaik gue. Nggak mungkin gue ngerebut cewek yang lo sukai," jelas Ghazi.
Dimas menutup bukunya. Lalu menoleh kepada Ghazi. Tatapan mereka bertemu. Dimas menarik napas panjang. Sejujurnya, ia tahu ini bukan salah Ghazi. Krisan yang menyukai sahabatnya itu. Nah, di sanalah letak permasalahannya.
"Gue tau. Lo nggak suka sama Krisan. Tapi jujur, tetap aja gue sakit hati."
Ghazi menunduk lalu berbisik, "Gue minta maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
MODUS [Sudah Terbit]
Roman pour Adolescents[Sudah Terbit] "Gue pasti bisa bikin lo jatuh hati sama gue. Liat aja nanti!" Hidup Ghazi Airlangga berada di ujung tanduk saat rahasia memalukannya diketahui Joya Pradipta. Untuk menyumpal mulut ember cewek rese itu, Ghazi terpaksa menjadi mak comb...