Chapter 23

2.2K 405 25
                                    

Jihoon memeluk erat tubuh Woojin.
"Gomawoo telah datang untuk membuatku tertawa, kau memang terbaikk Woojinnn!"

Woojin terkekeh lalu membalas pelukan itu tak kalah erat hingga sebuah suara menghentikan tawa mereka,

"Ekhem."

Jihoon berbalik.

Itu Guanlin.

Author POV

"Guanlin-ah kau sudah datang. Baiklah aku pergi. Annyeong." Ucap Woojin lalu pergi meninggalkan Jihoon dan Guanlin berdua.

"Masuklah, hyung. Baju kaosmu sangat tipis, nanti kau kedinginan." Ucap Guanlin sambil masuk kedalam apartemen.

Guanlin meletakkan kantong putih berisi ponsel baru Jihoon di atas meja di ruang tamu. Jihoon ikut masuk ke dalam.

Jihoon hanya melihat Guanlin duduk di sofa tanpa ikut duduk di sampingnya. Jihoon mengira kalau Guanlin kembali marah karena pelukan dengan Woojin tadi.

"Ahh, hyung ini ponsel barumu sudah bisa kau gunakan." Ucap Guanlin sambil mengambil kantongnya.

"Guanlin."
"Hm?"
"Kau marah?"
"Tidak."
"Serius?"
"Hm"
"Ya, kau marah."
"Aku bilang tidak."

Sekarang malah Jihoon yang kesal. Jihoon berjalan hingga berhenti tepat di samping Guanlin duduk.

"Guanlin!!" Teriak Jihoon.
"Diamlah, aku sedang memasukkan kartu ke ponselmu." Ucap Guanlin yg memang sibuk memasukkan kartu.

Jihoon segera mengambil ponsel itu secara paksa tapi Guanlin menahannya dan menariknya membuat Jihoon ikut tertarik hingga ia terduduk di pangkuan Guanlin.

Jihoon terkejut. Jihoon berusaha berdiri tetapi Guanlin lebih dulu memeluk pinggang Jihoon erat dengan satu tangannya.

"G-guan a-aku mau berdiri." Ucap Jihoon gugup.
"Diamlah sebentar." Ucap Guanlin sambil mengeratkan kembali pelukannya.

Setelah selesai dengan ponsel Jihoon, Guanlin segera menaruhnya kembali di meja. Jihoon sedari tadi sudah mengontrol detak jantungnya.

"Wae?" Tanya Guanlin.
"Kau marah, kan?" Tanya Jihoon lagi.
"Tidak." Ucap Guanlin singkat lagi membuat Jihoon memutarkan bola matanya malas.
"Kau berkata tidak tapi ekspresi wajahmu dingin." Ucap Jihoon kesal.

Merasa pelukan dipinggangnya melonggar Jihoon segera berdiri dan segera berjalan ke kamarnya dengan kaki yang di hentak-hentak.

Guanlin tersenyum melihat tingkah kakaknya yang menggemaskan itu. Perasaan baru saja kemarin mereka bertengkar, ah dia sangat bersyukur hari ini.

Guanlin menyusul Jihoon ke kamar. Saat sampai di depan pintu yang stengah terbuka, ia mengintip Jihoon yang sedang berbaring sambil memukul-mukul boneka yang merupakan hadiah dari Guanlin dulu saat ulangtahun Jihoon.

Guanlin terkikik geli saat mendengar ocehan Jihoon,
"Dasar Guanlin bodoh! Kan aku hanya memeluk Woojin apa salahnya? Aku juga tidak menciumnya padahal itu hal itu sangat biasa bagi kami berdua! Begitu saja marah aishhhh masih baik aku mau menerima---- OMO!!"

Jihoon sangat terkejut dengan kehadiran Guanlin. Lebih tepatnya, Guanlin langsung menindihnya. Guanlin menarik boneka yang menjadi penghalangnya untuk melihat wajah Jihoon lebih dekat lagi.

Boneka itu ia lempar hingga jatuh ke lantai. Wajah mereka sangat dekat hingga Jihoon bisa merasakan deru nafas Guanlin. Itu membuat jantung Jihoon berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Sudah marah-marahnya hm?" Tanya Guanlin dengan suara beratnya membuat Jihoon merinding.

"G-guan.." lirih Jihoon sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia tidak ingin menatap wajah Guanlin yang membuat pipinya memerah.

Guanlin dengan gemas mengecup pipi Jihoon berkali-kali. Guanlin memeluk pinggang Jihoon lalu membalikkan tubuhnya sambil mengangkat Jihoon hingga sekarang Jihoon-lah yang berada di atas Guanlin.

Jika saja Jihoon tidak memegang pundak Guanlin maka bibir mereka akan bertemu. Jihoon mengatupkan bibirnya rapat.

"G-guan...s-sejak kapan kau disini?" Tanya Jihoon ragu-ragu.
"Sejak kau marah-marah dan memukul boneka tak bersalah itu." Ucap Guanlin santai sambil tersenyum sedangkan wajah Jihoon sudah merah padam.

"G-guan a-aku mau berdiri.." lirih Jihoon sambil menduduk menatap kancing baju Guanlin karena tidak berani menatap adik sekaligus suaminya ini.

"Jihoon hyung..." panggil Guanlin pelan.
"Hm?" Respon Jihoon.
"Maafkan aku yaa" ucap Guanlin membuat Jihoon menatap Guanlin kesal lagi.
"Sudah ku bilang kan aku tidak suka mendengar itu, Guanlin." Ucap Jihoon kesal.

Guanlin tidak salah apa-apa kenapa harus minta maaf? Itu yg ada di pikiran Jihoon sekarang.

"Tapi kemarin aku berbuat kasar padamu. Aku bahkan membuat pelipismu lebam seperti ini." Ucap Guanlin sambil mengelus pelipis Jihoon.

Ia sangat ingat kemarin saat ia mendorong Jihoon masuk ke dalam mobil, pelipis Jihoon terbentur.

Jangan lupa posisi mereka masih saling menindih. Jihoon memegang tangan Guanlin yang sedang mengelus pelipisnya,

"Aku tak apa, Guan. Ini pantas untukku. " ucap Jihoon yg tangannya memainkan kancing baju Guanlin.

Guanlin menarik Jihoon dalam pelukannya, kepala Jihoon ia taruh di atas dadanya. Jihoon tidak menolak dan malah mencari tempat nyaman di dada Guanlin.

Guanlin mengelus pipi Jihoon lembut. Guanlin memanggil Jihoon lagi,
"Hyung.."
"Apa?"
"Kita ke China besok."

Jihoon langsung mengangkat kepalanya menatap Guanlin tidak percaya.
"Kenapa secepat itu?!" Tanya Jihoon terkejut.
"Entahlah, appa yang memutuskan itu. Maaf hyung, aku tak bisa menolaknya karena ayah tidak ingin mendengar penolakkan." Ucap Guanlin.

Raut wajah Jihoon kembali sedih, secepat ini kah ia harus berpisah dengan teman-temannya? Walaupun hanya 2 tahun tapi bukankah itu waktu yang cukup lama bukan?

"Hyung..gwenchana?" Tanya Guanlin sambi mengelus kepala Jihoon halus.
"Aku tidak ingin berpisah dengan teman-temanku." Ucap Jihoon dengan mata yang berkaca-kaca.

Guanlin hanya diam sambil tetap mengelus kepala Jihoon pelan, ia menaruh kembali kepala Jihoon di dadanya.

Guanlin tahu, ya dia tahu. Dia tahu bahwa Jihoon paling tidak bisa berpisah dengan Woojin dengan waktu yang sangat lama, begitupun sebaliknya. Entahlah, mereka seperti sepasang kembar yang tidak bisa dipisahkan.

Guanlin juga memaklukmi jika Jihoon seperti itu tapi tetap saja, ia cemburu. Istri yang sudah mulai ia cintai ini sangat dekat dengan sahabatnya.

Tapi...ada satu hal yang belum Guanlin beritahu dan mungkin ini waktu yang tepat sebelum mood Jihoon kembali memburuk.

"Hyung, boleh aku izin?" Tanya Guanlin lembut. Jihoon tidak mengangkat kepalanya lagi dan tetap tidur di dada Guanlin.

"Izin apa?" Tanyanya.
"Bisa aku bertemu Seonho?"






















See u next chap^^

Maaf ya dikit, aku lagi sibuk banget sekarang lg nyiapin diri buat masuk osis doain yaaaa

Love uuuu

Jangan lupain cerita ini

-esje

[Guanhoon] Oh Little Boy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang