Prolog

106 8 0
                                    

Sang pemilik siang baru saja menampakkan dirinnya dari ufuk timur. Sinarnya menghangatkan kulit ditengah dinginnya udara pagi. Semua orang tengah sibuk melakukan pekerjaan mereka masing-masing.

Ditengah hiruk-piuk pasar ada seorang gadis dan seorang pemuda sedang berlarian tak tentu arah. Mereka menerobos para pembeli yang sedang melakukan transaksi dan menabrak para penjual yang baru datang untuk menata dagangannya. Pasar yang ramai menjadi semakin kacau karena mereka.

“Kakak cepatlah prajurit itu ada di belakang kita,” kata gadis itu kepada pemuda disampingnya sambil terus berlari menyelamatkan dirinya dari kejaran para prajurit Kerajaan Shan.

“Aku tau, ikuti aku aku punya tempat rahasia tidak jauh dari sini,” pemuda itu menggandeng tangan gadis itu dan mempercepat larinya menuju kearah hutan. Mereka berlari sambil tetap bergandengan tangan, tertawa menikmati kebebasan mereka dari sangkar emas yang di sebut kerajaan.

Tidak pernah sekalipun seorang pangeran dan seorang putri akan di izinkan keluar kerajaan tanpa ada keperluan. Sebab itu pangeran kedua Kerajaan Shan dan Putri terakhir Kerajaan Shan ini selalu menyelinap untuk keluar dari kerajaan.

Pangeran Li Yao dan Putri Li Wan’er tidak pernah takut akan hukuman Kaisar Li Guo Wu, karena bagi mereka tidak ada yang lebih menyenangkan yang bisa dilakukan selain berlari menyelamatkan diri dari prajurit kerajaan dan menikmati suasana diluar kerajaan. Mereka menganggap semua itu seperti permainan kejar-kejaran.

Mereka berdua terus berlari dan masuk kedalam hutan, di dalam hutan mereka bersembunyi di sebuah goa. Para prajurit yang mengejar mereka selalu kehilangan mereka saat sudah sampai didalam huta karena mereka memiliki tempat persembunyian yang hanya merekalah yang tau.

Setelah merasa aman mereka keluar dan berlari keatas bukit untuk menikmati pemandangan dari atas sana. Di atas sana mereka dapat melihat seluruh wilayah ibu kota yang megah nan indah. Sebuah kerajaan yang megah berlapis permata juga emas, berada di tengah-tengah dan di kelilingi oleh rumah-rumah para bangsawan juga rumah para rakyat yang tiggal di ibu kota.Pegunungan yang berada di arah barat yang terlihat dari bukit itu mampu memikat siapapun yang memandang.

Keindahan Kerajaaan Shan tidak ada duanya, jika disebelah barat terdapat pegunungan yang sangat indah maka di timur terdapat hutan yang sangat luas yang menyimpan berjuta kekayaan hutanya. Di sebelah utara terdapat gunung es yang selalu bermusim dingin, sedangkan di selatan terdapat pantai yang menyimpan jutaan sumber daya lautnya.

Sayang keindahan ini hanya dapat di dengar oleh para pangeran dan putri Kerajaan Shan. Mereka tak pernah sekalipun melihat keindahan itu dengan mata mereka sendiri. Keseharian mereka hanyalah dihabiskan untuk belajar menjadi seorang pangeran dan seorang putri yang bijaksana di masa depan.

Jika hari ini sekolah maka besok belajar terus seperti itu, maka sipakah orang yang akan tahan jika bertahun-tahun hanya hidup seperti itu. Kerajaan bagi para pangeran dan putri adalah sebuah sangkar dan burungnya adalah mereka. Kehormatan dan status tidak membuat mereka bahagia, tapi bagai sebuah kutukan.

Setelah hening lama tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing, Pangeran Yao membuka suara. “Sayangnya keindahan yang kita lihat saat ini tidak dapat kita lihat setiap hari, jikapun ingin melihat kita harus kabur seperti sekarang,” Pangeran Yao menolehkan kepalannya ia menatap wajah adiknya yang sedang menikmati keindahan alam diluar istana.

“Kau tahu kak setiap kali aku kesini aku berharap aku tidak bisa kembali ke kerajaan,” Wan’er tertawa menertawakan nasipnya.

“Tapi kita harus kembali karena di sanalah rumah kita Er,” Pangeran Yao mengangkat tangannya menunjuk ke arah istanan kemudian menurunkannya lagi.

Knight Of The Blue SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang