Selang beberapa hari setelah Kevin menyatakan perasaannya, ada yang berbeda dari kita berdua.
"Vin, gue gak tau harus bilang kaya gimana. Tapi dimata gue selama ini, kebaikan yang udah lo kasih ke gue, sama sekali cuma sebatas kebaikan buat temen aja. Vin, gue gak salah kan mengartikan sikap lo selama ini? Karena emang gue ngerasa kita ditakdirkan bukan untuk pacaran tapi selevel lebih tinggi dari itu, temenan"
Iya, mungkin dihadapan semua orang, aku salah, aku bodoh menyia-nyiakan seseorang yang sudah berjuang menunjukan keseriusannya. Tapi, jika rasaku tak cukup kuat untuk mengiyakan ajakan Kevin, untuk apa?
Cinta itu, dua orang yang saling mencintai kan? Lalu jika hanya Kevin yang mencintaiku sedangkan aku tak mencintainya, itu apa namanya?
Fahamilah. Aku sedang menunggu seseorang yang kedatangannya saja mungkin sangat mustahil. Namun biarkan saja, bahagia atau tidak, semua itu diluar kuasaku.
Tak ada lagi notif Line dari kevin, tak ada lagi sebutan Peri Kecil, tak ada lagi yang memasangkan helm, tak ada lagi yang menggangguku di kelas. Rasanya, sejak hari itu, kita seperti orang asing yang tidak pernah mengenal satu sama lain. Apa harus seperti ini?
Semesta, aku baru saja bahagia. Setidaknya walaupun Kevin hanya sebatas teman, namun aku sangat mensyukurinya. Secepat itu kah waktu memutarbalikan keadaan? Sejahat itukah aku?
Mustahil memang jika perempuan dan laki-laki menjalin persahabatan namun tak ada rasa diantara keduanya. Lalu saat seperti ini, aku harus apa? Bukankah yang kita butuhkan hanya cukup mensupport satu sama lain tanpa harus terikat suatu hubungan yang rumit?
Aku tak bisa lagi menjawab segala pertanyaan yang melintas di otakku.
***
Kursi ke 3 samping jendela di metro mini yang aku tumpangi kali ini menjadi satu satunya pilihan agar aku bisa sedikit nyaman melamunkan apa yang ada di fikiranku pagi ini.
Selangkah menuju gerbang sekolah.
"Key, lo kenapa si? Akhir-akhir ini gue liat lo kebanyakan ngelamun. Mikirin apaan si?"
"Yasmin, gue mau tanya satu hal sama lo. Kalau lo dikasih dua pilihan, yang pertama mencintai seseorang yang belum tentu mencintai lo, yang kedua menerima seseorang yang udah jelas mencintai lo tapi lo sama sekali ga punya rasa buat orang itu. Lo bakal milih yang mana?"
"Harus banget gue jawab nih?
"Iya, gue butuh jawabannya sekarang"
"Oke. Key. cinta itu, dua orang yang saling berjuang. Kalau dalam hubungan cuma satu aja yang berjuang tanpa ada dukungan dari yang satunya lagi, itu ibarat bumi tanpa oksigen. Ga bakalan ada kehidupan didalamnya"
"Jadi?"
"Ya gue bakalan milih pilihan pertama. Gue bakalan mencintai seseorang yang entah dia punya perasaan yang sama atau engga. Karena apapun alasannya, gue cinta sama dia itu tulus. Coba kalau milih pilihan yang ke dua? Lo terus melakukan kebohongan buat diri lo sendiri dan juga dia kan? Dan menurut gue, itu gak tulus"
Tepat. Tepat sekali.
Sam, andai kamu tahu, aku mencintaimu dengan sangat tulus.Sebentar, aku dan Yasmin sedang membahas Kevin, kenapa malah jadi Sam?
"Emang kenapa sih key? Ko tiba-tiba banget lo nanya gitu?"
"Gak apa-apa ko, gue cuma penasaran aja"
"Yaudah, udah gue jawab kan? Pulang sekolah lo ikut gue yuk"
"Hah? Kemana? Sore ini gue harus buru-buru balik"
"Ahelah palingan lu dirumah nangisin si Sam yang gak tau kemana perginya"
Sial.
"Iya, gue ikut lo"
Kami berjalan menuju kelas.
Entah dari mana asalnya, tapi sosok Kevin saat ini sedang berjalan menuju ke arahku. Tidak tidak, sepertinya dia tidak berjalan menuju ke arahku, kami hanya berpapasan. Ada yang berbeda dari tatapannya. Seolah tak ingin lagi melihatku, Kevin berlalu begitu saja tanpa sapaan atau senyumnya yang biasa dia berikan untukku.Astaga. Haruskah setiap hari seperti ini?
Untung saja Yasmin tak menanyakan ada apa diantara aku dan Kevin.
Aneh saja, Kevin yang bilang kalau apapun jawabanku dia akan menerimanya dengan lapang dada. Tapi mana buktinya? Seolah itu hanya kalimat penenang saja untuk membuatku jujur akan perasaanku padanya.***
Bel sekolah bunyi. Aku segera memasukkan buku ke dalam tas dan bergegas untuk pulang.
"Oh ya ampun. Aku kan ada janji sama Yasmin". Belum juga selesai berbicara, Yasmin sudah memanggil aku dari belakang.
"Key? Lo mau kemana sih? Tungguin gue. Lo kan udah janji mau ikut sama gue"
"Iya, gue lupa mau langsung pulang tadi. Sekarang, kita kemana?"
"Oke sekarang kita ke halte"
"Terus?"
"Yaudah ikutin gue aja gak usah bawel kenapa si"
Yasmin mengajakku menaiki metro mini, namun arahnya bertolak belakang dengan arah menuju rumahku. Mau kemana ya?
30 menit kemudian.
"Key, turun. Kita udah sampe"
Tanpa mengucapkan satu kata, aku langsung mengikuti arahan Yasmin.
Sebuah hutan yang begitu lebat, bayangkan saja, aku berada di semak-semak yang tingginya hampir sama denganku. Hanya ada jalan setapak, dan aku melewatinya. Tapi aneh, lah kok malah Yasmin yang berjalan di belakangku.
"Yasmin, lo gak ada niatan jahat sama gue kan?"
"Ya engga lah key"
"Ngapain sih pake ngajak gue ke tempat ginian segala, serem tau gak"
"Udah deh ikutin aja jalannya"
Aku kebingungan setengah mati (lebay) gimana engga? Seumur-umur aku belum pernah ke tempat kaya gini. Ditambah, aku baru beberapa bulan pindah ke daerah sini, jadi kalau nyasar, aku gak tau harus gimana.
Sekitar 5 menit menyusuri jalan yang penuh semak belukar itu, akhirnya aku melihat ada sebuah rumah pohon dengan balon diatasnya, lampu-lampu, dan juga bunga mawar. Satu lagi, tulisan HAPPY BIRTHDAY KEYSHA SEPTARI dibuat melingkar ditempat aku berdiri sekarang, dan balon balonnya dibuat seperti melayang di udara. Astaga. Aku hampir lupa. Ini hari ulang tahunku.
Tak usah didefinisikan ya seperti apa perasaanku saat ini.
Dan yang lebih mengejutkan lagi...
"Selamat Ulang Tahun Peri Kecil"
Dengan membawa kue dan balon di kedua tangannya, Kevin muncul dibalik pohon lalu menghampiriku.
"Key, Happy Birthday. Maafin gue. Belakangan ini gue bersikap sinis sama lo. Itu semua bagian dari rencana gue, lo gak marah kan Key?"
Ah. Aku menangis.
"Soal yang waktu di pantai. Gue berharap kita gak usah bahas itu lagi ya. Mau sebagai apapun lo di hidup gue, lo tetep perempuan istimewa buat gue. Key, sekali lagi, Happy Birthday"
Kevin lantas memelukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERGI
Teen FictionMeski di penghujung waktu, aku harus mengikhlaskanmu untuk tak lagi kumiliki.