Sudah sekitar 1 tahun aku menjalani hubungan dengan Kevin. Semakin hari semakin tak berkurang rasanya, malah semakin bertambah. Dengan kesederhanaannya, Kevin mampu membuat aku merasa dicintai kembali. Syukurlah, aku tidak mati rasa.
Namun perasaan teramat sangat cinta itu kini berubah menjadi khawatir. Entah dari mana datangnya rasa itu, yang jelas, sejak kejadian kemarin, aku merasa Kevin berubah dan sengaja menunjukan perubahan itu padaku.
Oh iya, aku belum menceritakannya. Aku dan Kevin, juga teman teman yang lainnya sudah berhasil menunjukan yang terbaik untuk orang terdekat kita. Aku lulus dengan nilai ujian terbaik di sekolahku. Betapa senangnya aku melihat mama menangis karena air mata bahagia itu.
Aku akan bercerita bagaimana bisa aku sebegitu khawatirnya terhadap Kevin.
Begini, sebulan sebelum hari pelulusan itu dilaksanakan, aku sibuk mencari baju kebaya yang akan aku kenakan. Aku mendatangi beberapa toko baju yang ada di daerahku, berharap ada satu baju yang cocok untukku.
Biasanya kalau seperti ini, Kevin siap siaga menemaniku kemana saja. Tapi akhir-akhir ini rasanya Kevin terlalu sibuk untuk meluangkan waktunya untukku. Alasannya masih bisa diterima. Dia sibuk mengantar mama nya pulang pergi ke luar kota. Tak apa, aku mengerti.
Notifikasi chat Line dari Kevin belakangan ini sudah jarang muncul di layar ponselku. Kita satu sekolah, rumah kita tidak terlalu jauh, mustahil rasanya jika kita jarang bertemu. Namun itulah kenyataannya. Entah alasan apalagi yang akan Kevin berikan untukku setiap kali aku mengajaknya bertemu. Jangankan untuk bertemu, komunikasi lewat ponsel pun sudah jarang kami lakukan.
Bayangkan saja, dulu Kevin sepertinya selalu tepat waktu membalas pesan ku. Seolah dia tidak mau membuatku menunggu. Dia juga rutin mengajakku bertemu, atau sekedar pergi ke kedai untuk menikmati kopi bersama, atau hanya pergi menonton di hari libur. Namun sekarang, aku seperti tidak mengenal sosok Kevin yang dulu.
Kini aku lebih sering menaiki metro mini untuk berangkat sekolah atau pulang sekolah, ketimbang naik motor menggunakan jaket lalu helm yang dipasangkan Kevin untukku. Pemandangan itu sudah jarang aku temui. Entah ada atau tidak cara berpacaran seperti ini. Aku harap kalian tidak sama sepertiku.
***
Aku mengenakan baju kebaya yang diberikan mama untukku. Warna pink peach, ku pikir ini sangat cocok untuk warna kulitku. Aku juga tak terlalu mengenakan riasan yang terlalu mewah. Aku ingin natural saja, menggunakan make up seperlunya.
Kupikir dihari istimewa ini, Kevin mau menjemputku, seperti layaknya cerita pangeran dan putri yang datang ke pesta mewah di buku dongeng. Namun kenyataannya, jangankan untuk datang menjemput, ucapan "happy graduation" saja tidak aku terima darinya.
Aku berangkat naik mobil pamanku. Memang, sejak ayah tidak ada, pamanku lah yang sering mengantar mama berpergian. Kali ini, mama tampil beda. Betapa bahagia nya mama melihat aku sudah lulus SMA itu artinya semakin sedikit waktu yang aku gunakan untuk mama, aku sudah harus siap untuk melanjutkan perguruan tinggi.
Mobil yang aku tumpangi kali ini berhenti tepat di depan gerbang sekolah ku. Aku bergegas turun, tak sabar ingin segera melihat keadaan di sekolahku itu, tapi ketika aku turun dari mobil, aku melihat mobil Kevin terparkir didepan mobil pamanku. "Walaupun enggak berangkat sekolah bareng, seenggaknya aku bisa masuk ke sekolah bareng Kevin" gumamku dalam hati.
Siapa sih yang tidak ingin memanfaatkan waktu saat seperti ini? Aku ingin berlama-lama dengan Kevin di akhir masa sekolah kita. Setidaknya aku ingin menyimpan sedikit kenangan sebelum akhirnya kita melangkah jauh untuk mengejar mimpi. Bukankah begitu?
Namun, pemandangan aneh ini seharusnya tidak aku lihat. Harusnya moodku baik pagi ini.
Entah bagaimana bisa pemandangan menyakitkan itu tertangkap oleh mataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERGI
Teen FictionMeski di penghujung waktu, aku harus mengikhlaskanmu untuk tak lagi kumiliki.