Enjoy!
Terus support Surrender Series dengan vote dn komentar :D
Ryan tersentak dari posisinya yang tengah berbaring di sofa, ketika pintu ruangannya terbuka tiba-tiba. Kepalanya sedang pening dan orang ini justru dengan lancangnya memasuki ruangannya tanpa ijin. Ryan sudah siap melontarkan kata-kata pedas untuk Sarah yang mungkin sengaja melakukan ini padanya, namun Ryan berhenti ketika melihat siapa yang datang.
"Itu dia!" seru gadis berusia dua belas tahun yang tengah mengenakan seragam putih merahnya, lengkap dengan pita warna-warni aneh di rambut hitam sebahunya. Gadis itu masuk diikuti seorang anak lelaki sebayanya, dengan wajah serupa. Di belakang mereka, Sarah melemparkan wajah ketakutan ketika Ryan memelototinya. "Ryan di sini. Aku menang. Kau harus mentraktirku es krim selama seminggu."
"Sial," gerutu anak lelaki yang mengingatkan Ryan pada dirinya sendiri ketika berada di usia itu. Katianda Salendra cemberut ketika menatap Ryan. Seolah meminta pertolongan atau, yang lebih spesifik, meminta uang untuk menyanggupi taruhan yang ia janjikan pada kembarannya, Katryna Salendra.
"Maaf, Tuan Archer, mereka memaksa masuk. Saya sudah mengatakan bahwa Anda tidak bisa diganggu―"
Ryan mengangkat tangan untuk menghentikan Sarah. "Kembalilah ke mejamu. Aku tahu dua anak ini sangat sulit diatur."
Sarah mengangguk, lalu menutup pintu ruangan Ryan.
Katryna, atau lebih sering dipanggil Kate, berlari ke arah Ryan dan menerjang untuk memeluk pria berumur tiga puluh satu tahun itu. "Ya Ampun! Aku merindukanmu! Kau tidak ke rumah selama dua minggu. Kau ini ke mana saja?"
"Kenapa kau ada di ruangan ini? Kau membuatku harus menraktir Kate selama seminggu," sahut Ian.
"Papa menanyakanmu setiap saat, Ryan. Mama dan Nana membicarakanmu sepanjang waktu," sahut Kate.
"Kau berjanji akan mengajariku skateboard, tapi kau justru sibuk setiap saat."
"Dan siapa yang berjanji akan mengantarku di hari pertamaku masuk SMP?"
Kepala Ryan semakin berdetam mendengar dua bocah kembar berumur dua belas tahun yang cerewet. Ryan tidak mengerti darimana sifat keduanya terbentuk. Ia menghela napas sementara si kembar terus bersahutan mengajaknya bicara tanpa membiarkan Ryan sendiri menjawab. Ia hanya membiarkan keduanya menyelesaikan apa yang ingin mereka katakan meski Ryan sendiri tidak bisa mencernanya jika mereka bicara bersahutan tanpa jeda seperti itu. Namun Ryan tahu, ini akan berakhir dengan lelahnya mereka.
"Omong-omong, kami membawa kue cokelat kesukaanmu." Kate menyodorkan sebuah kotak polos tanpa tulisan apapun untuk mengakhiri banyak pernyataan yang mereka lontarkan.
Ryan memicing ketika melihat kotak itu. "Dari mana kalian membelinya?" Ia menerima kotak itu dan membukanya. Benar saja, di dalamnya adalah kue cokelat, makanan kesukaannya. "Apakah aku harus merasa khawatir ketika memakan ini?"
Ian tertawa. "Kami tahu kau sibuk dan tidak akan sempat makan siang. Jadi kami tidak sejahat itu meracuni perut kosongmu."
Ryan mendengus. Ia menjatuhkan dirinya lagi ke sofa. "Anak-anak, kalian tidak perlu melakukan itu. Aku punya ponsel di tanganku. Aku bisa melakukan apa saja dengan itu, bahkan untuk memesan makan siang apapun yang kuinginkan. Dan apakah kalian sudah meminta ijin pada Delia atau Adrian bahwa kalian akan mampir ke sini?"
"Kami mengaku pulang sore pada Mama," bisik Kate.
Ryan memutar mata. "Ini serius. Kalian bisa menjadi sorotan di kantor meski kalian memang punya nama belakang Salendra. Lihatlah diri kalian! Kalian ini seperti badut berjalan. Aku tak akan membayangkan bagaimana kalian ke sini dan menjadi tontonan orang-orang di luar sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender of Obsession
RomanceSURRENDER SERIES #3 √ Completed √ ~ Setelah bertahun-tahun Ryan mempertahankan topengnya sebagai sosok yang dingin dan tak acuh, mendadak seluruh dunianya dijungkirbalikkan oleh Diana yang sanggup menghubungkan Ryan dengan masa lalunya. Rasa penasar...