SO - BAB 9

26.4K 2.2K 48
                                    

Selamat malam minggu!

Yang di rumah aja, berkawan hp. (Me)

Yang di rumah aja, senin ujian.

Yang keluar, tapi ngomongnya sama hp. (Balik aja. Mau hujan)

Enjoy! Jangan lupa support dengan vote dan komentar.


Ryan mungkin kelaparan. Atau ia sangat-sangat kelaparan. Diana bahkan belum menyelesaikan separuh porsi nasi gorengnya, ia hanya menatap pria di depannya makan dengan lahap. Diana yakin ia bukan koki hebat yang bisa membuat makanan lezat, tapi ia tak mengira pria kelas atas seperti Ryan Archer bisa menghabiskan dua porsi nasi goreng.

"Aku bisa memasak lagi jika kau masih lapar," ujar Diana.

Ryan berhenti menyuapkan makanannya. Ia mengunyah sejenak sebelum bicara. "Kenapa? Ini enak, Diana. Kau harusnya membuka restoran atau sesuatu. Cepat habiskan nasi gorengmu sebelum aku yang menghabiskannya."

Diana tak keberatan jika Ryan menghabiskan jatahnya. Porsi makannya tidak sebanyak ini. Tapi kali ini ia merasa sangat kelaparan karena seharian harus membersihkan tempat Ryan yang sudah lama tidak ditinggali. Meski begitu melihat pria tampan di depannya makan dengan lahap, sudah cukup membuat Diana kenyang karena terlalu senang Ryan menyukai masakannya.

Jadi Diana mengambil suapan dengan sendok lalu mengangkatnya mendekati Ryan ketika kunyahan terakhir Ryan telah tertelan.

Pria itu menatap Diana bertanya-tanya.

"Kau bilang ingin memakan milikku," kata Diana. Ia melirik mulut Ryan yang berkilau karena minyak. Meski pria ini berada di golongan kelas atas, Diana tak menyangka cara makan pria ini cukup berantakan. Tapi bagaimana mungkin mulut itu justru sangat menggiurkan, apalagi jika mengingat ciuman pagi tadi.

Tatapan mata Ryan begitu dalam ketika berpusat ke manik matanya. Tangannya meraih pergelangan tangan Diana, kemudian mengarahkan suapan itu dengan pasti ke mulutnya. Bahkan sekarang ini gerakan rahang tegas Ryan yang tengah mengunyah juga terlihat menggiurkan.

"Kenapa kau tak menghabiskan milikmu?" tanya Ryan.

Diana menyuapkan lagi dan Ryan melahapnya. "Aku kenyang. Kau sepertinya lebih lapar."

Ryan tertawa dan Diana tak terbohong bahwa tawa pria itu terdengar sangat indah. Sayang sekali jika pria ini jarang tertawa. "Setelah ini aku yang kekenyangan."

Diana tersenyum. "Maka aku akan senang."

"Omong-omong, ke mana tujuanmu pindah sebelum aku menarikmu secara paksa?"

Diana tertawa. Ryan pun tersenyum. Pria ini meski terkesan misterius, namun sebenarnya sangat tidak suka berbasa-basi. "Bogor."

"Ke mana?"

Diana mengendikkan bahu dan menyuapi Ryan lagi. "Tempat keluarga."

"Orang tua?" tanya Ryan seraya mengunyah.

Diana menggeleng. "Dua tahun yang lalu, aku yatim piatu."

"Maaf," kata Ryan sungguh-sungguh.

Diana mengangguk seraya menyunggingkan senyum. Ia menyuapkan suapan terakhir dan Ryan menerimanya. "Punya keluarga yang rumit dan besar mungkin lebih baik daripada tidak punya siapa-siapa lagi."

Diana tentu saja terkejut ketika tangan Ryan menyentuh pipinya. Diana mengangkat pandangan dan bertemu dengan mata gelap Ryan. "Anggap saja sekarang kau punya aku. Aku tahu persis bagaimana rasanya menjadi dirimu."

Surrender of ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang