Ryan memarkir mobilnya di depan rumah Adrian. Kate berlari menghampiri ketika melihat mobil Ryan di terasnya. Anak itu tercoreng tanah, begitupun dengan Ali.
"Ryan!" seru Kate. "Aku menanam mawar. Itu tugas sekolah, tapi aku menjadikan taman ini penuh dengan warna. Tebak aku menanam warna apa."
"Um," Ryan berpikir sejenak. Melirik Diana yang sepertinya sama antusiasnya untuk menebak. "Merah?"
"Kau payah!" cecar Kate.
"Itu pink!" seru Diana. Ia mendengus menatap Ryan. "Semua perempuan suka pink. Ya, kan?"
Kate mengangguk. "Semua perempuan suka pink, Ryan." Kate terlihat gusar pada Ryan yang tidak bisa menebak. Gadis dua belas tahun itu tidak memeluk Ryan seperti biasanya, justru berlari ke dalam rumah meninggalkan jejak tanah.
"Apa?" tukas Ryan. "Perempuan juga suka merah. Warna itu jauh lebih universal daripada pink. Dan Emily tidak suka pink."
Diana memutar mata. "Emily suka pink. Kau saja yang tidak tahu."
Pink? Yang benar saja. Adik Ryan itu selalu berdandan punk dan berbusana serba hitam. Tidak sedikitpun terlihat bahwa adiknya suka pink.
"Diana? Ryan? Kalian sudah datang?" seru Delia dari dalam rumah. Begitu sosoknya nampak. Ia mencium pipi Diana dan memeluknya penuh sayang. "Aku menantikan hasil USG-nya. Aku ingin melihat bayinya. Adrian sangat senang mendengar ini. Ayo masuk. Buat Adrian menangis dengan menunjukkan foto cucunya."
Ryan mengecup pipi istri Adrian itu. "Bersiaplah menjadi nenek, Delia."
"Tutup mulut," dengus Delia.
Ryan masuk lebih dalam sambil memeluk Diana. Entah mengapa ia menjadi sangat posesif sejak Diana memberi kabar kehamilannya. Dan mungkin Ryan akan lebih posesif lagi setelah ini. Setelah tahu bahwa yang dikandung Diana adalah bayi laki-laki.
Keturunannya.
Adrian duduk di meja makan. Sedang membaca koran dan meminum kopi. Ia tersenyum ketika melihat kedatangan Ryan dan Diana. "Bagaimana pemeriksaannya?" tanya Adrian.
"Umurnya sudah lebih dari empat bulan," jelas Diana. "Aku tak percaya tidak menyadari ini lebih awal. Dia sudah terlihat. Sangat jelas."
"Wow," sahut Delia. "Kau sudah merasakan keanehan itu? Ketika kau ingin makan sesuatu yang aneh di waktu yang aneh."
Diana tertawa. "Untungnya belum―"
Obrolan itu didominasi Delia dan Diana yang saling bertukar cerita. Mereka membicarakan banyak hal tentang kehamilan. Sepertinya Delia juga menyukai ini, meski rasanya aneh Delia akan menjadi seorang nenek padahal umurnya hanya sedikit selisih dengan Ryan.
Sementara Adrian menatap aneh pada Ryan. Pria lima puluhan itu menghela napas seraya menggeleng penuh arti pada Ryan. Ia menyesap kopinya, namun Ryan bisa melihat bahwa Adrian mengetahui bahkan sebelum diberitahu.
Ryan duduk dan mengambil tempat di dekat Adrian. Delia dan Diana melanjutkan obrolan mereka di dapur, juga berencana mengepak beberapa blus ukuran ibu hamil yang akan diberikan pada Diana. Ryan senang melihat kehangatan ini, meski ada yang mengganjal di hatinya.
"Empat bulan, ya?" tanya Adrian, membuka obrolan. Koran telah ditutup dan didorong menjauh. Ia sepenuhnya terpusat pada putranya.
Ryan menyugar rambutnya. Kepalanya seperti penghitung mundur yang siap meledak. "Laki-laki, Adrian. Aku akan punya seorang putra."
Adrian menghela napas. Ia mengangguk, lalu menatap Ryan. "Aku tahu ekspresi itu." Ia tersenyum miris. "Persis ketika aku tahu bahwa Delia bukan hanya mengandung bayi perempuan, tapi juga... laki-laki. Bayangkan kenyataan itu berada di depanmu dan Satya Salendra beserta pengawalnya yang mencolok itu sudah menunggumu di pintu depan. Aku juga... panik. Aku tahu ayahku akan melakukan segalanya untuk membawa putraku ke dalam apapun permainannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender of Obsession
RomanceSURRENDER SERIES #3 √ Completed √ ~ Setelah bertahun-tahun Ryan mempertahankan topengnya sebagai sosok yang dingin dan tak acuh, mendadak seluruh dunianya dijungkirbalikkan oleh Diana yang sanggup menghubungkan Ryan dengan masa lalunya. Rasa penasar...