SO - BAB 38

14.7K 1.2K 30
                                    

Sebelum akhir pekan berakhir, sebelum hari Senin.

Sebelum realita harus dihadapi... maka aku update sebisa mungkin.

Enjoy :D

Jangan lupa support dengan vote dan komentar :D

Telepon di meja kerja Ryan berdering keras ketika ia sedang sibuk mempelajari laporan di laptopnya. Jalur pertama menyala dan Ryan tahu bahwa itu adalah panggilan dari Sarah, asistennya. Ryan mengangkat panggilan itu dan menyalakan pengeras suara. "Ya, Sarah."

"Tuan Salendra di sini, Tuan."

Ryan mengernyit. Tangannya berhenti untuk dari kegiatan mencatat detail. "Adrian?"

"Derian Salendra," koreksi Sarah. "Dia datang bersama pengacara. Mereka dalam perjalanan ke sini."

Ryan menghela napas. Ia tidak tahu apa yang diinginkan kembaran Adrian itu. "Tolong buatkan dua cangkir kopi."

"Ya, Tuan." Kemudian panggilan itu terputus.

Ryan membereskan seluruh pekerjaannya dan menanti kehadiran pamannya. Meski kehadiran Derian sama sekali tidak Ryan harapkan, ia tidak bisa mencegahnya. Derian masih garis keturunan dinasti Salendra yang membangun gedung ini dan semua orang masih segan padanya seperti halnya mereka segan pada Adrian, Ryan, dan Deanita.

Pintu ruang kerja Ryan terbuka kemudian. Sarah tersenyum padanya. "Tuan Salendra di sini."

"Ryan!" seru Derian dengan sapaan akrab yang selalu membuat Ryan bergidik. Keramahan orang ini benar-benar ganjil. "Aku datang bersama Tuan Sandi. Kau masih ingat dia, kan? Apakah kami mengganggu?"

Ryan pura-pura tersenyum. "Tidak terlalu sibuk. Silakan duduk. Sofa atau di sini?"

"Kita bersantai, kan, keponakanku?" ujar Derian.

"Tentu." Ryan bangkit dan mengikuti Derian dan Sandi yang duduk di sofa. Ia mengangguk pada Sarah untuk meninggalkan ruangan dan melanjutkan tugasnya membuat kopi. "Apa yang membuatmu ke sini, Derian?"

Derian terkekeh. "Dia tidak suka basa-basi," ujarnya pada Sandi. "Aku sudah bilang bahwa ini akan cepat mengingat kau sedang bekerja dan kau juga kau orang yang cepat tanggap."

Ryan menunggu.

Derian tersenyum. "Penandatanganan," jelasnya.

Ryan menghela napasnya dan berharap Derian tidak melihatnya. Sosok di depannya memang mirip dengan Adrian, ayah kandungnya. Bisa jadi wajah Ryan dan Derian menunjukkan kemiripan, mengingat Adrian kembar identik. Meski begitu, Ryan selalu merasa tak nyaman berada di hadapan pria ini. Ada sesuatu tentang pria ini yang terasa... tidak tulus.

Ryan selalu sebisa mungkin menjaga sikap dan mengambil alih seluruh kendali dirinya.

Sarah datang dan membawakan dua cangkir kopi. Ryan harus menjernihkan pikiran dan berpikir cepat untuk menghadapi Derian.

Sandi dan Derian menikmati kopi itu seraya tersenyum penuh terima kasih. Jenis ramah tamah yang bagus. Ryan memulai setelah situasinya memungkinkan.

"Bisakah kau perjelas? Penandatangan... apa? Sepertinya aku punya banyak hal yang harus kutandatangani," tanya Ryan pura-pura tolol, padahal ia sendiri tahu apa yang Derian maksud. Pembicaraan dengan pria itu tidak jauh-jauh soal aset keluarga Salendra.

"Hak milik. Hak warismu," jelas Derian. "Sudah berapa lama sejak wasiat itu dibacakan?" tanyanya pada Sandi.

Sandi tersenyum formal. "Sudah lebih dari enam bulan."

Surrender of ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang