"Juna, apa arti hidup?" tanyaku.
"Mhhhh apa yaaa" pikir juna dengan mengetuk-ngetukkan jari di dagunya.
Sambil menunggu jawaban juna, aku melihat sekeliling kafe ini dengan jenuh.
Kafe kesukaanku, sampai bosan aku melihatnya.
Saking seringnya.
"Hidup itu...." katanya menjeda.
Aku memutar malas bola mataku.
"Jangan sok bikin penasaran deh" kataku kesal.
Juna terkekeh geli, dan membuatku semakin jengkel.
"Kamu mau tau?" tanya nya memancing ku.
Aku mengangguk-angguk antusias dengan mata yang berbinar.
"Hidup itu, ketika kita tidak mati" ucapnya santai.
Mulutku menganga. Binar mataku memudar, senyumku luntur.
Memang benar.
Tapi, aku pun tau jika seperti itu.
Apa gunanya pertanyaanku.
"Benar kan aku?" tanya juna tanpa beban.
Aku hanya diam dengan muka yang menampakkan kekesalan.
"Kamu maunya jawaban apa?" tanya nya lagi, dengan tersenyum.
"Jawaban yang indah" kataku ketus.
"Hidup itu adalah ketika aku melihat tawamu, apalagi jika aku penyebabnya"
"Gombal ih" kataku manja.
"Nah kan, serba salah aku" ucap juna menepuk dahinya.
Aku tertawa cekikikan. Laki-laki memang selalu salah.
Tiba-tiba semua mata pengunjung tertuju pada seseorang.
Jessica veranda, dengan teman-temannya.
Banyak pasang mata yang memandangnya terkagum.
Ku yakin, dalam hati mereka berkata 'ada ya, orang secantik ini'.
Ah mudah sekali tertebak.
Mataku mengarah pada juna, yang seolah tak peduli dengan keadaan.
"Junaaa" panggilku sambil nyengir.
"Apa?" tanya nya masih mengunyah makanan.
"Liat kak veranda deh"
Juna pun mengikuti arah pandangku.
"Cantik kan siapa?" tanyaku kedip-kedip genit.
"Cantikan kamu" kata juna cuek.
"Ih serius"
"Cantikan kamu" ucapnya sambil menatapku.
"Bohong ih" kataku mendelik.
"Aku jujur" kata juna dengan penekanan.
"Bohongggggg" bantahku lagi.
"Yaudah, cantikan veranda" katanya menyerah.
"Kamu kok jahat" kataku ngambek.
"Gimana sih ini?" tanya juna bingung.
"Cantikan siapa?" tanyaku kesekian kalinya.
"Cantikan kamu" kata juna mulai lelah.
"Tuh kan bohong lagi" ucapku cemberut.
"Aku harus apaaaa?" tanya juna mulai frustasi.