Sebuah Kamar

1.3K 120 3
                                    

Aku memandangi dengan serius buku kumpulan puisi yang ku baca. Dahiku mengernyit, menerka-nerka apa maksud dalam syair tersebut.

Aku membacanya selama berulang-ulang, dan ini kesepuluh kalinya.

Aku memperhatikan teks nya dengan sangat teliti.

Sebuah jendela menyerahkan kamar ini
Pada dunia. Bulan yang menyinari ke dalam
Mau lebih banyak tahu.
"Sudah lima anak bernyawa di sini
Aku salah satu"

Ibuku tertidur dalam tersedu
Keramaian penjara sepi selalu,
Bapakku sendiri berbaring jemu
Matanya menatap orang tersalip di batu!

Sekeliling dunia bunuh diri!
Aku minta adik lagi pada
Ibu dan bapakku, karena mereka berada
Di luar hitungan: kamar begini,
3×4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa!

(Dalam pamusuk eneste, 1986: 50)

"Sebuah kamar" gumamku untuk kesekian kalinya

"Kamu dari tadi ngapain sih nal? Komat-kamit kaya orang kesurupan" kata kak vano mengejekku.

Aku mendelik kesal, enak  banget itu mulut.

"Biarin lah Van, kali-kali ngeliat kinal baca buku" ucap kak melody semakin membuatku kesal.

Hey, mereka saja yang tidak tau kalau aku sering membaca buku. Aku sih orangnya tidak suka pamer.

"Gak usah manyun-manyun gitu kali, ih lucu banget sih kamu nal" kata kak melody sambil mengunyel-unyel pipiku gemas.

Aku mencoba berontak dengan menepis tangannya.

"Sakit tau kak ih" rengekku sebal

Di tambah sebal lagi, ketika melihat kak vano yang malah tertawa bahagia, melihat adiknya menderita.

"Abisnya muka kamu lucu banget" imbuh kak melody sambil melepaskan tangannya dari pipiku.

Ah malangnya nasibmu Pi.

"Baru tau kalo aku lucu ya"

Kak melody dan kak vano langsung memasang ekspresi jijiknya.

Aishh tadi siapa coba yang bilang aku lucu.

"Eh nal itu buku apa?" Tanya kak melody dengan terus memandang buku yang ada di genggaman ku.

"Kumpulan puisi kak" kataku datar karena masih kesal.

"Sejak kapan kamu suka puisi?" tanya kak vano keheranan.

"Penting ya" tanyaku sinis

Mereka berdua hanya terkekeh melihatku yang masih marah.

"Kamu marah? Maafin kakak ya?" Ucap kak melody merasa bersalah.

Ah kak melody

"Udah gak" kataku masih dalam mode yang sama.

"Kok gitu jawabnya, senyum dong, nanti kakak cium" kata kak melody membujukku.

Mataku langsung berbinar-binar, dengan secepat kilat aku tersenyum, dan  menyodorkan pipiku.

Kurasakan benda kenyal mendarat tepat pada pipiku, tapi kok bibirnya agak lebar ya.

Aku segera menoleh ke depan, dan kulihat kak vano tertawa terbahak-bahak, sedangkan kak melody mukanya sudah sangat merah dengan salah satu tangannya menutupi mulutnya, dan kuyakini sedang menahan tawa.

Jangan-jangan?

Kak vano yang menciumku?

Aku menatap horor kak vano, dia mengedip-ngedipkan matanya kepadaku.

COWARD (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang