Dalam diam, ku nikmati luka
Dalam diam, ku nikmati lara
Dalam diam, ku nikmati duka
Dalam diam, ku nikmati cinta******
Rumah.
Sudah setahun aku tak kembali kesini. Dan sekarang, mau tidak mau aku harus pulang.
Karena besok hari lebaran.
"Betah banget ya kamu di jogja" sindir mama.
"Kinal sibuk ma, apalagi kinal kan ikut organisasi MAPALA, jadi naik gunung mulu" kataku memberi alasan.
"Alasan" ucap kak melody datar.
Aku hanya diam tak menanggapinya.
Dua lawan satu.
Hey.
Jelaslah aku akan kalah.
Jurus jitu menghadapi saat seperti ini adalah dengan diam.
"Sekarang makin lengket ya sama juna" celetuk kak melody.
"Pertahanin si juna, mama liat dia cocok sama kamu, anaknya sopan dan ramah lagi, apalagi ganteng banget" ucap mama penuh binar.
"Ih udah tua juga, masih centil" kataku mendelik.
"Masak cemburu sama mama sendiri sih kamu, lagian mama gak abis pikir, juna yang sempurna kok mau ya sama kamu" ledek mama.
"Ma....ih gini-gini kinal juga banyak yang suka lagi, cuma ya kinal gak mau sombong" ucapku sok.
Mama terkekeh geli, sedangkan kak melody masih melanjutkan membuat ketupat, dan tak tertarik membahas juna.
Kadang aku heran, kenapa kak melody tidak suka dengan juna.
Padahal juna sangat baik padanya, walaupun juna tau, kak melody adalah orang yang masih menempati hatiku.
Apa karena juna lebih tampan dari kak vano?
Mungkin.
Dari arah ruang keluarga, kak vano berjalan menghampiri kami, dengan menggendong si kecil maiza.
Anak kak vano dan kak melody, yang telah berumur satu tahun.
"Mai, sini sayang sama mama" ucap kak melody, dan mengambil maiza dari gendongan kak vano.
"Sama mama dulu ya sayang, papa mau bantuin opa bersih-bersih rumah, utuk-utuk anak papa"
Kak vano menciumi pipi maiza berkali-kali, dan si kecil tertawa penuh kebahagiaan. Kak melody juga tersenyum, melihat interaksi anak dan ayah.
Aku hanya bisa tersenyum seolah bahagia, melihat keluarga kecil mereka yang sempurna.
Karena tak pernah bisa kupungkiri, dengan melihat kak melody mengukir senyum untuk orang lain, malah membuatku terluka.
Ah ralat, bukan orang lain, tapi suaminya sendiri.
"Kinal! Malah ngelamun" teriak mama yang membuatku kaget.
"Ih ma, gak usah teriak juga" kesalku.
"Hey mai, kangen ya sama tata? Sini sama tata sayang" kataku ingin menggendong maiza.
Tapi si maiza, malah memalingkan mukanya, dan menangis.
Aku kelabakan, perasaan aku tidak melakukan kesalahan.
