Chapter 4: Pasangan Duo Offenser

255 26 0
                                    

Sepeninggal kedua orang itu, Zack termenung. Bagaimana mungkin Fery dan Vira bisa pergi tanpa menyadari keberadaannya di belakang mereka? Memikirkannya malah membuat Zack makin pening. Ia pun berbalik dan nyaris berteriak latah saat sosok Adit tepat di belakangnya. Anggota Humas dalam kepanitiaan ulang tahun sekolah ini sudah berganti pakaian menjadi seragam latihan basket. Ia memegang bola basket sambil menggulung pergelangan bajunya. Di samping pemuda itu ada Roni―mantan Sekretaris OSIS dan senior yang dikenal Zack memiliki harga diri paling tinggi diantara semua senior angkatannya saat mereka masih junior di ekstrakulikuler Pecinta Alam.

"Kalian bisa saja menjadi pemain sulap kalau hadir tanpa memberikan peringatan lebih dulu," tukas Zack sedikit mengelus dadanya. Ia terkejut dengan kehadiran kedua orang ini, lebih karena ia habis melamun karena sikap dua orang yang jauh dari pandangannya kini.

Adit tertawa. Dilemparnya bola basket kepada Roni dan dengan sigap ditangkap seniornya itu. Pemuda dengan jerawat di pipinya ini merangkul pundak Zack. "Ditinggal sama kedua orang itu, hm?" tebak Adit. Sedang yang ditanya hanya memasang wajah tidak senang.

Sembari memerhatikan Roni yang asyik memandang lapangan luas sekolahnya sambil memutar bola basket menggunakan jari telunjuknya, Adit memikirkan sebuah julukan yang sangat cocok untuk pasangan Fery Vira. "Offenser."

"Apanya yang offenser?" tanya Zack bingung dengan gumaman teman di sampingnya.

"Ya, mereka berdua―Fery dan Vira. Kita bisa menjuluki kedua orang itu sebagai Duo Offenser atau Dua Penyerang. Seingatku, mereka berdua lah yang memecahkan kasus pembunuhan di hutan utara―dekat perbatasan negara saat kalian sedang melakukan kegiatan Lintas Alam, 'kan?" tanya Adit lalu disambut anggukan oleh Zack yang menjadi salah satu diantara 15 orang yang melakukan kegiatan tersebut. "Sebagai penyerang―seperti istilah dalam permainan bola basket―mereka berdua lah yang akan maju lebih dulu untuk menembus keranjang lawan dalam sebuah permainan."

Zack mengernyit. "Permainan?"

"Yap, permainan," sahut Roni mendahului Adit. "Seperti kau tidak tahu saja, Zack. Jika kasusnya sama dengan yang lalu dan selama pembunuh belum tertangkap, maka kasus ini belum berakhir. Akan ada korban-korban lain. Berhati-hatilah."

Setelah mengatakan hal tersebut, Roni tertawa lepas. Ia lalu mengibas-ngibaskan kedua tangan ke hadapan adik kelasnya itu dan berujar bahwa ia hanya bercanda. Kedua siswa kelas 11 di hadapan Roni masih tercengang. Besar keinginan untuk memukul kepala pemuda yang sudah tidak aktif di organisasi sekolah karena sudah kelas 12 ini. Perkataan Roni bukanlah sesuatu yang diharapkan semua orang, khususnya Zack sebagai penanggungjawab satu perlombaan ekstern setelah ini. Ia tidak ingin acara mereka gagal seperti kemarin.

***

Arya termenung di mejanya. Matanya sebentar memandang sekeliling ruang OSIS lalu kembali memfokuskan pada selembar kertas di tangannya. Hanya ada dia di ruangan dan kesendirian ini membuatnya bisa tenang dalam menyelesaikan perang pikirannya.

Yang dipegangnya hanya kertas putih biasa. Namun, tulisan disana lah yang tidak biasa. Tulisan yang menurutnya penuh makna, namun tidak mampu ia artikan.

"Kau tahu apa perbedaan aku dan payung?" kata Arya pelan membaca surat yang ia dapat beberapa jam lalu terselip begitu saja di lokernya. "Payung melindungi manusia dari hujan dan panas. Sedangkan aku melindungimu dari manusia lain yang hendak melukai dirimu."

Menghela napas sejenak, Arya melipat kertas itu kembali dan memutar kursinya ke belakang―ke arah jendela. Di ujung sana, terlihat jelas barisan kelas dan ruang termasuk ruang media 3―tempat pembunuhan seminggu yang lalu. Pikirannya melayang, berusaha menemukan memori yang mungkin sempat hilang namun menjadi kepingan penting saat ini.

IN Series 2: CerminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang