Chapter 5: Bridge Jack Sekop

330 29 2
                                    

Dua minggu setelah kematian Boby. Terkadang Vira berpikir sangat jauh tentang keadaannya saat ini. Beasiswanya terancam dicabut, padahal ia sekarang masih di semester tiga sekolah menengah atas. Ia tidaklah pintar, tes IQ saja bernilai rata-rata. Keunggulannya hanya kerajinan, banyak membaca, sehingga pengetahuannya cukup luas.

Vira bersumpah, di kelasnya saat ini, di bangkunya: Ia akan keluar dari kepanitiaan jika nilai ulangan Biologi setelah istirahat makan siang ini mendapat nilai dibawah kriteria ketuntasan minimal.

"Kau bisa menyontek milikku, Vir," ujar Fery tiba-tiba muncul di belakang Vira sambil menempelkan es blender ke pipi gadis yang sedang berkhayal tinggi dengan modus membaca buku.

Tak ayal, Vira tersentak. "Apanya yang menyontek? Kau pikir aku―"

"Yang kau kejar bukan prestasi, tapi nilai. Kau terlalu berambisi mendapatkan sesuatu dan memaksa diri sehingga ketika ulangan kau baru sadar bahwa sedari tadi kau menghayal bukan menyerap materi di buku," celetuk Fery.

Gadis berkacamata itu diam dan memang menyadarinya. Dalam hati, ia mengakui suatu hal. Ia berbeda jauh dengan Fery yang cerdas dengan bekal IQ tinggi sejak kecil.

"Jika kau mendapat nilai tinggi saat ulangan biologi nanti, kau harus ikut rapat pukul tiga sore. Mungkin sampai malam. Aku yang akan mengantarmu pulang."

Sekali lagi, Vira ingin menghajar Fery karena merusak mood siangnya.

***

Helda gelagapan. Arya meminta surat rekomendasi ulang untuk sekolah. Belum lagi perintah Yudha kepada Hafiza untuk memberi laporan keuangan konsumsi secepatnya.

"Iya ini sedang kukerjakan. Jangan ganggu dulu―hey! Jangan memanggilku dulu. Kau lihat pekerjaanku?!" dan Hafiza lah yang terlihat paling panik diantara semuanya. Nota belanja bertebaran di meja atas pembelian barang-barang konsumsi perlombaan lalu yang gagal dilaksanakan.

Baik Hafiza, Helda, atau yang lain sangat sibuk menyiapkan segala hal untuk lomba dan pesta puncak ulang tahun sekolah. Salah jika kesibukan di ruang media kali ini disebut rapat, karena mereka sibuk pada urusan masing-masing dan tugasnya.

"Hafiza, ini data tamu yang akan hadir. Persiapan konsumsi minimal adalah sebanyak―"

"Vira, jangan ganggu aku dulu! Aku sibuk!" bentak Helda setengah panik membuat Vira juga terkejut melihat tingkah koordinator bidang konsumsi ini. Menghela napas, Vira menjauh dari Hafiza untuk sementara waktu. Setidaknya, orang panikan tersebut bisa tenang nanti.

Hafiza masih berkutat dengan laptop dan aplikasi pengolah angkanya hingga ia terkejut teringat sesuatu lalu berdiri. "Aku lupa membawa rekap konsumsi sebelumnya. Argh! Aku harus pulang sekarang!"

Arya yang melihat Hafiza tergesa-gesa seperti itu hendak menahannya. Namun niat itu diurungkannya karena suatu hal.

Baru saja memasang jaket, tiba-tiba Hafiza merasa benda kecil menabrak kepalanya. Ia menghentikan pergerakannya yang terburu-buru untuk melihat bendak kecil apa yang dilempar ke arahnya.

"Data itu sudah kau masukkan dalam flashdisk milikku. Hanya tinggal dicetak lalu serahkan padaku. Minta bantu sekretaris untuk mencetak sesuai ukurannya," kata Yudha sambil menunjuk flashdisk yang barusan ia lempar pada Hafiza. Setelah itu, ia kembali menyelesaikan laporan keuangannya. "O ya, seharusnya kau tidak bekerja sendiri. Kemana anggotamu, Hafiza? Bekerja sama lah dengan mereka."

"Seharusnya bukan kau yang mengatakan hal itu, Yudha," celetuk Malini dengan nada bergurau. "Karena ketuanya adalah Arya. Ayo, Arya! Nasehati Hafiza!"

IN Series 2: CerminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang