Chapter 14: Sekelebat Masa Lalu

201 26 1
                                    

Arya menatap langit-langit ruang kepala sekolah dalam diam. Di sampingnya, Vira duduk dengan kepala tertunduk. Mereka habis diceramahi dengan pihak sekolah yang permbicaraannya tidak jauh dari perihal 'bertanggungjawab'. Arya adalah yang paling disalahkan karena secara tidak langsung pemuda itu yang membuat Yudha ke ruang OSIS. Sebagai lelaki, tentu Arya tidak akan menunjukkan sisi lemahnya pada seorang gadis―terutama gadis terpuruk di sampingnya. Alhasil, si jago debat seperti Arya sempat membantah perkataan kepala sekolahnya―dengan halus―hingga sempat membuat pemimpin sekolah itu terpojok. Tapi, Vira langsung menggenggam tangan Arya agar ia berhenti.

Dan di sinilah mereka. Hanya duduk diam di ruang kepala sekolah ketika pihak sekolah mendapat telepon dari berbagai pihak. Arya mencoba membuka emailnya yang sempat terblokir―dan kini sudah bisa dibuka―lalu melihat kotak masuknya. Kini ia memiliki alasan untuk terperajat ketika mendapati dirinya sempat mengirim ancaman pada email Malini beserta akun media sosialnya. Vira melirik ponsel Arya dan memutuskan untuk memberitahukan hal sebenarnya. Saking banyaknya kejadian yang menimpa mereka, ia sampai lupa memberi tahu Arya mengenai akunnya yang digunakan pelaku untuk mengancam korban.

Setelah membuka pesan tidak penting, ternyata Arya mendapat pesan masuk dari Daniel yang dikirim tepat sehari setelah kematian Malini dan terlukanya Helda. Pesan itu bersubjek: 'Tolong Aku' dengan lampiran sebuah video. Penasaran, Arya pun mengajak Vira melihatnya. Video itu didownload, sementara ia ikut memutarnya.

Daniel duduk di meja belajarnya―terlihat dari latar kamar di belakangnya dan sorot lampu meja. Beberapa detik ia gunakan untuk mengatur pencahayaan di kamera laptopnya. Setelah dikira pas, ia pun mulai bicara. "Arya," panggilnya sangat yakin bahwa orang yang melihat video ini adalah orang yang ia sebut namanya. "Aku tahu kau sulit menerjemahkan bahasaku, jadi biarkan aku bicara menggunakan bahasa ibuku."

Mata Arya mengerjap. Di video seperti ini pun, Daniel masih sempat mengejek kemampuan bahasa asingnya? Benar-benar parah!

Terlihat Daniel mulai serius. "Tidak perlu basa-basi. Aku hanya ingin mengeluhkan sesuatu padamu. Kau tahu, aku diancam. Aku disuruh membantu pelaku kejahatan untuk membunuh dengan timbal balik jika tidak melaksanakannya, aku lah yang akan kehilangan nyawa," jelas Daniel. Terlihat ia menyingkap lengan kanannya sehingga terlihat ototnya yang tidak terlalu menonjol. Lengan atas kanannya terbalut perban melingkar. Ia melepas lilitan perban itu. Setelah tersisa kasa bening persegi untuk melindungi luka, ia pun nekat melepas benda melekat tersebut sembari meringis kesakitan.

Vira terbelalak ngeri. "Apa yang ia lakukan?"

Daniel pun berhasil melepas kasa itu dan terlihat sedikit darah merembes dari luka jahit yang dilepas pelindungnya dengan paksa. Matanya kembali terfokus pada kamera laptop. "Tenang, hanya jahitan kecil."

"Jahitan kecil, katanya?" tanya Vira tidak menyangka dengan sikap Daniel yang menganggap sepele luka jahit sepanjang 6 sentimeter di lengannya.

"Dia memang kuat," sahut Arya sangat mengenal sosok Daniel.

Pemuda di depan kamera itu pun melanjutkan. "Saat itu, aku mendapat telepon dari nomor asing. Ia mengatakan ancaman yang sama dengan yang ia kirim di email, akun media sosial, SMS, dan banyak lagi. Aku berada di depan laboratorium biologi. Saat aku hendak mematikan telepon, ia berkata akan bersungguh-sungguh melukai fisik jika aku menutup pembicaraannya. Aku tidak terpengaruh dan mematikan teleponnya. Dan hal itu terjadi. Aku hanya merasakan ponselku jatuh saat sebuah pisau melayang dan telah menyayat bagian ini..," tunjuk Daniel pada luka jahit di lengannya. "Tidak hanya itu, sebilah pisau lagi melayang. Aku tidak sempat mengelak. Tapi, pisau itu hanya mengenai tembok samping kepalaku, setelahnya terjatuh. Itu sungguh mengejutkan. Aku sempat berkeliling sekitar untuk melihat orang yang melempar pisau padaku. Tapi, tidak ada siapapun. Saat itu, memang sudah senja. Ponselku bergetar lagi dan aku mengangkatnya. Ternyata, si pelaku. Ia melihatku, tapi aku tidak melihatnya, Arya. Ia mengatakan lemparan pisau terakhir itu adalah ancaman yang sengaja ia pelesetkan. Saat ia masih bicara pun, ada satu pisau melayang lagi dan hampir mengenai leherku. Aku takut. Dan mulai saat itulah, aku mengiyakan permintaannya."

IN Series 2: CerminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang