Chapter 16: Kami Yang Selamat

382 29 4
                                    

"Permisi," sapa seorang pemuda jangkung dengan sopan. Ia pun langsung masuk tanpa mempedulikan tatapan horor teman-temannya.

"HAAAHH?!" teriak orang di dalam ruangan―minus polisi, Fery, Vira, dan Arya. Mereka tidak menyangka orang itu akan hadir di tengah mereka.

"Tidak mungkin!" ucap Adit tidak menyangka.

"Kami melayat di tempatmu tadi!" Maisya juga berteriak.

"Tapi, kau masih hidup?" Yanuar bertanya dengan nada merendah.

"Atau kau hantu?" pekik Frai sebagai satu-satunya yang paling percaya dengan hal gaib diantara mereka.

"Ketua bendahara!" teriak Essy bahagia sampai meneteskan air mata.

Yang dihujani banyak pertanyaan hanya tertawa canggung sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Ah, kalian melayat di rumahku tapi tidak ada orangtua maupun keluargaku, melainkan pembantuku saja? Ayolah, seharusnya kalian sudah curiga dari hal itu saja."

Helda hanya menatap tidak percaya pada pemuda yang seharusnya telah tewas tadi siang. Yang rumahnya mereka datangi beberapa menit lalu karena dekat dengan Rumah Sakit Santa Mario. Yang terbalut kain tadi. "Yudha!" desisnya menahan amarah.

"YUDHA!!" serempak semua teman Yudha menghambur memeluk pemuda yang segar bugar tersebut. Tidak menyangka masih bisa menyentuh pemuda itu. Yudha yang sempat kehilangan keseimbangan pun terjatuh, namun mereka semua hanya tertawa. Tidak peduli permainan apa yang sedang Fery dan Vira ciptakan. Yang mereka pikir, hanya rasa syukur atas kehadiran orang yang secara fakta seharusnya sudah mati tersebut.

Vira memerhatikan hal itu. Ternyata begini rasanya jika kita diberi kejutan seseorang yang kita sayangi dan dikatakan tewas, hadir kembali dalam keadaan sehat dan baik-baik saja. Sedikit Vira merasa air matanya menggenang. Membayangkan jika teman-temannya dulu di tragedi gedung kayu bisa hadir seperti Yudha saat ini. Menyadari hal yang ia harapkan adalah sia-sia belaka, ia pun mengendalikan diri dan menatap Arya. Pemuda itu pun mengangguk.

"Kalian tidak penasaran kenapa Yudha selamat?" tanya Vira tersenyum misterius. Mendapati pertanyaan itu, tentu saja mereka menatap Vira dengan penuh tanda tanya. "Bagaimana kalau kalian minta Yudha bercerita?"

Semua mata tertuju pada Yudha yang baru bangkit dan menepuk celananya. Yudha tersenyum―bersedia.

"Tadi pagi..,"

***

Bagi Yudha, agak aneh jika printer macet. Sebelumnya OSIS mengatakan sudah mengganti catridge. Tapi kenapa Yudha tidak bisa mencetak bahkan setelah berulang kali menekan ikon print? Mau tidak mau ia harus menekan tombol pintas. Yudha berharap print tersebut tidak rusak atau ia akan mendapat omelan Arya karena merusak perkakas organisasi.

Baru saja hendak menekannya...

"Jangan!" teriak seorang gadis dari arah jendela. Ketika Yudha menoleh, ternyata orang yang sedang bertengger di kusen jendela itu adalah Vira. Ia sedang duduk santai memandangi Yudha yang ternganga menatapnya. Astaga! Ini lantai dua. Bagaimana caranya bisa memanjat?

"Pakai tali," jelas Vira menunjukkan tali dan logam berbentuk lingkaran di tengahnya. Mengesankan, karena gadis itu seolah sudah menebak isi pikiran Yudha. Pertanyaan lain, bagaimana caranya menyeimbangkan dari bawah ke lantai dua? "Aku juga mengajak Arya dan ia di bawah. Menyeimbangkan tali."

Yudha berdecak. Kenapa gadis ini tahu semuanya?

Vira berjalan ke arah Yudha lalu dengan santainya memanjat meja printer dan melipat kakinya. Ia menepuk-nepuk bagian lain dari meja dan mengajak Yudha duduk juga.

IN Series 2: CerminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang