Reality

237 22 5
                                    

'Deg'
Jantung Mikha rasanya baru saja berhenti berdetak. Ingin rasanya ia menjatuhkan diri ke dalam jurang yang teramat dalam.

"Jadi....semua pengobatan yang gue jalanin itu sia sia?"

"Jadi.....semua omongan yang keluar dari mulut lo, papah, sama mamah itu cuman omong kosong belaka?"

"Semua harapan dan impian gue buat sembuh itu cuman omongan yang gak ada artinya?!"

"Terus apa gunanya gue hidup sekarang?!"

Mikha pun sudah tak dapat menahan air matanya. Ia kemudian lari meninggalkan Richard dan Miko. Kini ia benar benar merasa putus asa.

Bagaimana bisa Papa, Mama, Miko bahkan dokter yang merawatnya bisa bisanya membohonginya tentang kesehatannya. Fakta bahwa dirinya tidak akan bisa bertahan lebih lama telah sukses membuat hati nya hancur berkeping keping. Bahkan menjadi butiran debu yang akan hilang bila dihempas oleh angin.

Kini ia melaju dengan cepat. Entah kemana kakinya akan menuntunnya. Tapi yang jelas, ia kini benar benar kecewa dan sedih. Air mata tak henti hentinya mengalir melewati pipi mulusnya.

Ditempat lain, terlihat Miko yang sedang kebingungan mencari seseorang. Ia lalui seluruh jalanan yang berada di Old Town. Ia susuri gang gang kecil itu. Bahkan ia juga memasuki hampir seluruh cafe yang ada di sana. Namun, tak ada tanda tanda keberadaan Mikha. Ia benar benar khawatir dengan keadaan Mikha. Kini, ia sangat merasa bersalah kepada Mikha.

Richard yang tak kalah khawatir pun juga ikut mencari Mikha. Ia lalui semua tempat tempat yang ada. Namun, ia juga tidak melihat tanda tanda Mikha berada disana. Hingga suatu pikiran pun terbesit dibenaknya. Kini ia tahu kemana ia akan menemukan Mikha. Ia kemudian berlari sangat kencang menuju tempat itu.

Seperti yang sudah ia duga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti yang sudah ia duga. Kini ia melihat Mikha yang sedang berlutut di bawah patung St. John Napomuk. Richard mencoba mengampiri Mikha.

"Hiks....hiks...." terdengar suara isak tangis Mikha.

Kini Richard berada tepat di belakang Mikha. "Mikh.....ayo kita pulang." Ucap Richard pelan, sangat pelan.

Mikha tak menjawab perkataan Richard. Ia masih berlutut dan menangis. Richard merasa lega sekaligus hancur. Ia lega karena ia dapat menemukan Mikha. Ia tahu pasti Mikha berada di Jembata Charles. Dan perasaan nya pun juga tak luput dari kehancuran. Melihat Mikha seperti ini membuatnya hancur tak berbentuk.

"Mikha...udara nya dingin. Yuk balik." Mikha tak menggubris ajakan Richard

Richard yang mengetahui udara semakin lama semakin dingin, langsung melepaskan mantel yang berada di tubuhnya dan memasangkan nya di tubuh Mikha.

Mikha yang mengetahui itu pun langsung menegakkan kepalanya yang tadinya menunduk.

"Aku capek Richard."

"Udah gak ada lagi harapan."

Richard hanya terdiam. Ia tak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun.

Richard kemudian memegang pundak Mikha dan dituntun nya untuk berdiri. Richard kemudian membalikkan tubuh Mikha dan memeluk Mikha erat.

Mikha menangis sejadi jadinya di pelukan Richard. Ia sudah tak sanggup lagi untuk berbicara. Dari arah lain, terlihat Miko yang menatap mereka berdua dengan tatapan lega. Ia kemudian berlari menghampiri Mikha dan Richard.

"Kak Mikha!" Teriak Miko yang sontak membuat Mikha mengalihkan pandangannya ke Miko.

Miko pun langsung memeluk Mikha. Ia memeluk Mikha sangat erat. Ia tak mau memberi celah sedikit pun untuk Mikha. Ia tak mau kakaknya ini menghilang lagi jika ia longgarkan sendikit saja pelukannya.

"Maafin gue kak." Ucap Miko yang masih memeluk Mikha.

"Maafin gue. Gak seharusnya gue ngomong kayak gitu." Lanjut Miko.

Mikha kemudian menegakkan kepalanya menghadap adiknya yang lebih tinggi darinya itu.

"Gak ada yang salah Miko." Ucap Mikha yang masih meneteskan air matanya.

"Memang seharusnya gue tau kebenaran ini."

"Seharusnya gue udah tau kalau gue gak akan bisa bertahan." Kini Miko sudah tak dapat menahan air matanya.

"Enggak kak. Gue tau lo orang yang kuat. Lo orang yang hebat. Lo pasti bisa sembuh." Ucap Miko.

Mikha kemudian memeluk adiknya itu.

"Jangan tinggalin gue kak. Gue mohon..."

Mikha kemudian melepaskan pelukannya. Kini ia mulai menggigil karena udara yang semakin dingin.

"Mending kita balik ke hotel aja. Lo butuh istirahat." Ucap Miko sambil menatap Mikha lekat.

Mikha pun mengangguk. Mereka akhirnya memutuskan untuk kembali ke hotel. Namun saat mereka akan melangkahkan kaki, Richard tiba tiba mengangkat tubuh Mikha dari belakang tubuhnya. Kini Mikha telah berada di gendongan belakang Richard.

Mikha yang kaget pun memukul pundak Richard. "Lepas in Richard, aku bisa jalan sendiri!"

"Aku cuman gak mau kamu kecapekan mikh. Udah kamu diem aja!" Ucap Richard sambil membenarkan posisi Mikha di punggung nya.

Mereka pun akhirnya kembali ke hotel. Mikha yang merasa nyaman berada di gendongan Richard pun tanpa sadar telah memejamkan matanya. Ia sangat kelelahan. Kini Mikha tertidur di gendongan Richard.
                                  •••

Mereka pun akhirnya tiba di hotel. Richard dan Miko pun langsung menuju kamar hotel Mikha. Di baringkannya Mikha di ranjangnya. Tak lupa, Miko juga melepaskan sepatu yang Mikha kenakan. Richard juga menyelimuti Mikha agar ia tidak kedinginan. Kini mereka melihat wajah polos Mikha yang sedang kelelahan. Mereka tak mau mengganggu Mikha. Mereka pun akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar Mikha.

Saat pintu kamar Mikha tertutup, tiba tiba Richard menahan tangan Miko.

"Jadi ini alasan kenapa lo bersikap santai waktu Mikha mimisan pas kita di menara Eiffel?"

Miko tersenyum pasif. "Gue udah tau kalau hal itu bakalan terjadi, bahkan bakalan lebih sering."

"Gue....gue cuman gak mau nunjukin kepanikan gue didepan kak Mikha dan akan bikin dia tambah drop." Lanjut Miko.

Miko mencoba melepaskan genggaman tangan Richard. "Jangan sia siain kesempatan waktu lo sama kak Mikha."

"Gue cuman bisa berharap, lo bisa beri dia kebahagiaan di sisa hidupnya." Begitu ucapan Miko sebelum ia meninggalkan Richard sendiri.

Richard hanya dapat menarik nafas panjang. Ia merasa kini dirinya baru saja dihantam oleh batu yang sangat besar. Ia masih tak bisa menerima kenyataan tentang keadaan Mikha saat ini. Ia kemudian masuk kedalam dan menutup pintunya keras.

Mikha yang sedari tadi mendengar pembicaraan itu dari balik pintunya pun hanya bisa menangis. Ia jatuhkan tubuhnya ke lantai. Perasaan nya kini benar benar kacau. Ia berusaha mencoba menerima kenyataan yang pahit dalam hidupnya. Ia hanya bisa berharap, bahwa ia akan mendapatkan kenangan indah di sisa hidupnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Haiii....makasih udah sempetin buat baca Intuisi.

Jangan lupa vote ya.. dan tungguin cerita selanjutnya

See ya! 👋🏻

Intuisi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang