"Pemantik itu..." Soonyoung menujuk pemantik yang bertengger di tempat dimama ia menaruh buket bunga itu beberapa saat lalu.
Sepulang dari rumah yang sama sekali tak pernah terpikirkan atau bahkan mimpinyapun tidak. Salah satu hal yang membuatnya tidak bisa melakukan apapun. Rasanya seluruh tubuhnya kaku, hanya untuk mengeluarkan suarapun rasanya terlalu sulit.
Keduanya akhirnya terduduk dirumah Soonyoung, meskipun sejak tadi Soonyoung terus memaksa Wonwoo untuk pulang kerumahnya dengan berbagai alasan, ingin minta diajarkan lah...takut pulang sendiri lah...takut diculik lahh...dan hal lain yang tidak mungkin terjadi.
Wonwoo mengangkat kepalanya menatap pemantik yang sudah berada di tangan Soonyoung. Matanya tetap menatap lurus kedepan tanpa berekspresi apapun. Ia menyesap teh hangat yang masih mengepul uapnya, uap-uap itu membumbung tinggi dan membuat kacamatanya memburam karenanya.
"Pemantik itu milik temanku, dia meminjam motorku tadi dan pemantik itu tertinggal di motorku" pandangannya teralihkan pada Soonyoung yang mulai mendekatinya.
Soonyoung memicingkan matanya menatap Wonwoo penuh selidik "Begitukah?"
Tanpa merubah raut wajahnya, ia menjawab Soonyoung dengan datarnya "Tidak percaya? Terserah saja"
"Eung? Aku percaya tidak ya...?" Dengan sedikit membungkukkan tubuhnya, Soonyoung semakin mendekatkan wajahnya pada Wonwoo dan 'tuk' kedua kening mereka saling bersentuhan.
Tanpa disadari Soonyoung, sejak tadi Wonwoo menahan diri untuk tidak melakukan hal diluar kendalinya. Terlebih pada jantungnya yang sepertinya ingin resign dari asalnya. Berkali-kali mengatur nafas sepertinya masih bukan cara yang tepat untuk menghilangkan debaran berlebihan ini. Bagaimana tidak? Siapapun yang melihat mereka sekarang pastinya akan salah paham pada mereka.
Wonwoo memundurkan kepalanya yang otomatis membuat kepala Soonyoung maju. Kewarasan pada jiwanya mungkin sudah hilang, tapi dengan gerakan cepat ia menaikkan tubuhnya dan-
CUP
Sebuah kecupan ringan mendarat di kening Soonyoung pelan yang berhasil membuatnya membeku saat itu juga. Ia menyentuh keningnya, menutup bagian yang baru saja dicium Wonwoo. Wajahnya sudah semerah kepiting rebus sekarang, dikecup oleh sahabat sendiri di depan rumah itu pengalaman baru baginya.
Soonyoung mengangkat kepalanya dan diatatapnya Wonwoo yang menampilkan senyum tipis namun menawan padanya "Sudah malam, kita harus sekolah besok"
"I-iya...aku rasa kalau aku mulai mengantuk. Bye-bye Wonie" seru Soonyoung, mencoba untuk seceria mungkin meski matanya mulai memandang kemanapun asal tidak tepat ke kedua manik tajam itu.
"Bye..." balas Wonwoo singkat sebelum menstater motornya dan pergi meninggalkan Soonyoung yang menatap kosong halaman rumahnya yang sepi dan hanya berpencahayaan lampu.
-_2N-_
Waktu kerja sudah lewat sejak dua jam lalu, tapi Soonyoung mulai merasa kakinya yang terkilir kembali mengeluarkan rasa sakitnya. Sehingga beberapa kali ia harus duduk lalu kembali melayani para pelanggan yang telah lama menunggu. Beruntung baginya memiliki sahabat seperti Wonwoo, ia selalu dibantu Wonwoo jika kakinya mulai merasakan nyut-nyutan.
Pelanggan selalu hilir mudik, terkadang mereka menunggu teman-teman yang masih dalam perjalanan sehingga tempat duduk semakin penuh dan dengan terpaksa para pelayan termasuk Soonyoung harus menambahkan jumlah kursi dan meja baru pada tempat yang masih kosong.
Soonyoung melirik Wonwoo yang dengan cekatan menulis pesanan lalu menyampaikannya pada koki di dapur dan saat keluar ia sudah membawa banyak pesanan juga menaruhnya pasa meja pelanggan tanpa kesalahan. Ditambah senyum tipis yang menghiasi wajahnya. Hal itu cukup membuat Soonyoung iri hati pada kecekatan Wonwoo.
"Soonyoung? Kita masih punya banyak pesanan yang-"
"Kwon Soonyoung-ssi bisa kau kemari?"
2 panggilan disaat yang hampir bersamaan memang mengagetkannya saat sedang melihat kharisma Wonwoo dalam bekerja. Namun ia jadi bingung mau melihat kemana karena mereka sama-sama memanggilnya.
"Kau temani orang di meja 17 itu saja, dia adalah pe-"
"Apa?! Aku bukan pria seperti itu..." seru Soonyoung dengan keegerannya.
"Bukan begitu bodoh, bos bilang kalau kau hanya perlu menemaninya. Dia itu anak dari bos kita" tiba-tiba saja Wonwoo datang dengan hawa keberadaan yang tipis.
Soonyoung langsung saja mendorong Wonwoo yang mengagetkannya dengan suara berat mengerikan itu. I menggembungkan pipinya, ngambek karena dikagetkan.
"Sudah sana buruan, Jihoon-ssi tidak suka menunggu" ucap Wonwoo yang sekarang gantian mendorong Soonyoung ke arah meja dimana Jihoon, sang pria cute yang menatapnya dengan senyum manis disana.
'Aku juga tidak suka menunggu, karena menunggu itu menyakitkan. Terlebih orang yang aku tunggu itu sudah memiliki seseorang yang jauh lebih baik dariku...jauh banget malah' batin Soonyoung seraya mengerucutkan bibirnya.
Soonyoung melepaskan dirinya dari genggaman Wonwoo yang entah sejak kapan ia digenggam seperti itu lalu ia sedikit berlari kearah ke meja Jihoon.
Setelah mencapai meja itu Soonyoung mati kutu, dia sama sekali tidak tahu harus mengatakan apa. Ingin mengajak bicara juga sungkan, terlebih mereka hanya bertemu dua kali. Yang pertama...saat di studio klub dan hal itu menimbulkan salah paham. Lalu yang kedua saat Mingyu mabuk dan harus tinggal semalam dirumahnya.
Matanya melirik ke Wonwoo yang matanya tak terlepas menatap cemas Soonyoung yang bergetar karena terlalu canggung. Ia meremat kertas pesanan dan bolpoinnya lumayan kuat. Ia sama sekali tidak tahu cara membuka pembicaraan.
Dipikiran Soonyoung wajah Jihoon begitu menyeramkan dengan senyumnya yang seolah-olah bisa saja membunuhnya kapanpun dia mau. Jangan lupakan tangannya yang menggenggam pisau kue yang di bagian tajam pisau itu terdapat selai strawberry yang menetes pada piring tersebut. Semakin mengerikan saja Jihoon di pikiran Soonyoung yang ternistakan oleh film horror.
Jihoon terlihat menaruh gagang pisau pada piringnya lalu berdiri dengan susah payah hanya untuk mempersilahkan Soonyoung duduk.
"Duduklah...aku tidak bisa menarikkan kursi untukmu...karena entah kenapa kakiku mulai sulit untuk digerakkan" Jihoon tersenyum meski sangat dipaksakan.
Soonyoung bisa melihat dengan jelas sebagaimana susah payahnya Jihoon hanya untuk berdiri, ia jadi begitu prihatin melihat kondisi Jihoon. Namun ada rasa bingung dikepalanya, perasaannya mengatakan kalau Jihoon tidak baik-baik saja akan tetapi logikanya bepikir kalau kemarin Jihoon masih sehat saja.
"Lee Jihoon-ssi? Aku ingin bertanya padamu..." Soonyoung menggantungkan ucapannya, takut-takut menyinggung Jihoon. Namun saat melihat Jihoon yang menyimaknya dengan senyum manis ia jadi merasa tenang "Kemarin...kulihat anda masih sehat-sehat saja...tapi kenapa sekarang terlihat...seperti kesakitan?"
Soonyoung panik melihat perubahan raut wajah Jihoon yang drastis, ia menundukkan wajahnya menatap kedua kakinya sendiri dan merematnya pelan. Bulir-bulir airmatanya mulai menumpuk dipelupuk matanya hingga akhirnya tumpah dan membasahi pipi gembilnya yang pucat. Tangannya bergetar namun, pikirannya bercabang dan dia jadi terlihat sangat tertekan karena emosional yang memuncak namun ditahan oleh dirinya sendiri.
"A-ah jika i-itu terlalu pribadi...tidak perlu diutarakan" ucap Soonyoung dengan kepanikannya yang terlalu heboh.
Jihoon menahan Soonyoung untuk berdiri dan meminta pertolongan "Tak apa...aku sudah memantapkan hatiku...untuk menceritakan ini padamu..." lirihnya.
"...Karena kupikir kau adalah orang yang tepat untuk mendampinginya..."
TeBeCe
Yeay up :"
VoMent yea manteman, kalian UAS kapan? Aku tanggal 4 nih >:")
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Now[MinSoon]
Fanfictionketika Kwon Soonyoung yang jatuh cinta pada orang yang begitu menyebalkan seperti Kim Mingyu. Hanya karena dance dan rap nya bagus kelakuan Mingyu menurutnya sok dan tak pantas dilakukan pada dirinya yang notabenenya ada seniornya. Tapi bagaimana ji...