30

14.9K 1.1K 48
                                    

CLARISSE POV

DOR

DOR

DOR

Gue menutup mata,gue tidak mampu melihat Wendy. Namun,Wendy menangis tersedu-sedu. Jika Wendy tidak mati,berarti....

Gue membuka mata gue.

Gue melihat siapa yang bersimbah darah di depan Mona dan Peony. Seseorang yang gue sayangi,seseorang yang tau seberapa rapuhnya gue. Seseorang yang baru saja menyatakan bahwa dia sayang sama gue.

Ya,

Tora.

Tidak,ini tidak mungkin. Ini mimpi. Ini ilusi. Ini hanya halusinasi. Tidak mungkin.

Gue berusaha untuk mencubit dan memukul diri gue sendiri. Semoga ini mimpi,ini hanya mimpi buruk gue,gue bisa bangun dari mimpi buruk ini.

Tapi tidak ada yang berubah,walaupun gue mencubit ataupun memukul diri gue sendiri.

Ini nyata.

"Clar,kuat ya" Vania langsung memeluk gue.

Gue menutup mata,dan membiarkan air mata perlahan lahan turun dari mata gue. Air mata yang semakin lama semakin deras.

Orang yang paling gue sayangi. Meninggal. Lagi.

"Clarisse,maaf,itu seharusnya gue bukan Tora........" Wendy memeluk gue.

"Itu kemauan dia,Wen. Bukan salah lo" gue mencoba untuk tidak menangis. Tidak untuk yang kedua kali-nya.

Dan gue terdiam menatap Mona dan Peony. Dan wajah mereka ketakutan saat melihat wajah gue.

"LO!" Gue maju,dan langsung memegang tangan Mona.

"Lo udah bikin mama gue meninggal" 1 tinjuan

"Lo udah bikin gue sengsara dengan masalah ini" 2 tinjuan

"Dan yang terakhir,lo udah bikin orang yang gue sayangi meninggal LAGI" 3 tinjuan

"Gue. Akan. Bikin. Lo. Sengsara" gue menembak Mona dengan shock gun. Dia terjatuh sambil memegang kaki dan bahu nya yang gue tembak.

Gue tidak peduli. Tidak,dia sudah membunuh 2 orang yang gue sayangi. Orang yang tau gue luar dan dalam. Orang yang terlalu penting di hidup gue.

Gue melihat Peony tengah berlari keluar dari ruangan rahasia. Sayangnya,lo harus merasakan akibatnya,Peony.

"Jangan lari lo!" Gue menembak Peony tepat di pelipisnya.

Dan Peony terjatuh. Pingsan. Tidak mati,hanya pingsan. Ia hanya merasakan setengah dari mama dan Tora rasakan.

Gue memandangi Peony dan Mona yang tengah terbaring kesakitan. Andai gue bisa membuat mereka merasakan apa yang mama dan Tora rasakan. Namun,gue tidak se-tega itu.

"Kita harus pergi dari sini" ujar Edmite. Wendy dan Vania merangkul gue lalu menemani gue keluar dari ruangan rahasia itu.

"Sebentar" gue berhenti

"Ada apa?" Vania bertanya

"Tunggu saja"

Gue berjalan ke arah Tora,memeluknya untuk yang terakhir kali.

"Baru hari ini lo bilang kalau lo sayang sama gue. Ternyata,takdir emang berencana lain,kan? Tenang,gue bakalan kuat,seperti yang lo inginkan. Gue juga ga nyangka lo bakalan pergi secepat ini. Gue sayang sama lo,Tora"

"Sampai ketemu lagi,Tora. Di dunia yang lain"

Gue mencium kening Tora. Gue berusaha untuk tidak meneteskan air mata. Gue membelai wajahnya yang damai,gue memegang kulitnya yang dingin,dan gue memegang rambutnya,untuk yang terakhir kali.

Jantungnya sudah tidak berdetak lagi. Gue berusaha tersenyum sekuat mungkin. Gue tidak ingin Tora tahu kalau gue disini tidak baik-baik saja. Gue ingin dia bahagia.

Gue kira kita bisa bersama.

Gue kira kita bisa punya happy ending.

Tapi takdir punya rencana yang lebih indah buat gue,begitu pula buat Tora.

Gue hanya harus meyakinkan diri gue sendiri,ini yang terbaik.

Gue mengambil granat yang Tora bawa di saku celana-nya. Gue menunjukkan ini ke arah teman teman gue. Mereka mengangguk. Mereka mengambil mayat Tora,hingga hanya Peony dan Mona yang berada di sana.

"Bye,cermin"

Gue melemparkan granat tersebut ke arah ruangan rahasia tersebut. Dan berlari secepat mungkin ke lorong sekolah.

DUAR!

BUM!

DUAR!

BUM!

Gue memandangi ruang rahasia yang terbakar hangus. Ada perasaan lega. Kami semua lega. Tidak ada lagi yang bisa mengganggu kami.

Gue keluar dari sekolah dengan perasaan campur aduk. Lega,sedih,dan kosong.

Sampai di depan sekolah,kami ditunggu oleh beberapa polisi dan warga yang tinggal di dekat sekolah.

"Apa ada yang terluka?" Tanya seorang polisi,gue menggeleng.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya seorang paramedis.

"Kisah yang panjang,pak. Tidak ada yang terluka namun ada yang meninggal di dalam pak" jawab Edmite tenang.

Kesibukan paramedis dan dokter serta pemadam kebakaran yang berusaha memadamkan api akibat granat itu membuat gue pusing.

Gue hanya ingin ketenangan.

Apakah itu sulit?

"Clar..." Gue menoleh

"Gue tahu lo cewe yang kuat,lo harus bisa menghadapi ini. Lo ga sendiri,lo ada kami" ujar Wendy,Vania mengangguk-angguk.

"Gue tau kok" gue memeluk mereka ber2.

Hanya mereka ber2 dan Edmite yang gue punya. Dan gue tidak akan mau kehilangan yang ini.

-

Jujur gue sedih Tora yang mati arghhhh!

Keep votes and comments yaaa

THE LIARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang