8:: Hujan Kedua Kali

13.1K 1.2K 47
                                    

⚠LEAVE VOTE AND COMMENTS⚠

Jam sudah menunjukkan angka 6 sore, Vanya, Alvito, Bima, dan Amel masih mengerjakan tugas matematikanya. Pikiran Vanya sedari tadi sudah berlari pada Rayssa yang pasti akan memarahinya habis-habisan karena dirinya yang belum pulang. Ia berjanji pada Rayssa bahwa dia akan pulang sebelum jam enam namun nyatanya, gadis itu masih di rumah Amel karena hujan deras yang melanda. Gadis itu ingin sekali menggunakan taksi online namun uangnya sama sekali tak mendukung. Bila ia memesan ojek online pun, belum tentu ada yang mau pick up karena hujan deras yang melanda. Disisi lain, Vanya juga sangat takut dengan hujan.

"Nya, lo kenapa sih?" bisik Alvito yang melihat tetangganya itu terlihat sangat gelisah. Tangannya tak berhenti mengetuk meja.

"Nya!" Alvito menyentakkan Vanya yang membuat gadis itu tersadar dari pikirannya.

"Hah?" Vanya mengerjapkan matanya bingung saat Amel, Bima, dan Alvito kini menatapnya.

"Lo kenapa sih?" tanya Alvito yang membuat Vanya bingung. Ia tak mungkin menjelaskan semuanya.

"G-gue, pulang duluan ya." Vanya membereskan buku beserta pulpennya masuk ke dalam tas namun Alvito menahannya. "Ujan. Lo gak denger suara petir daritadi?"

"Tapi gue harus pulang." balas Vanya yang kini sudah beranjak berdiri dengan tas yang sudah terpanggul di pundak kirinya.

"Bareng gue aja, tapi nanti. Tunggu ujannya reda soalnya gue bawa motor bukan mobil."

Vanya menggelengkan kepalanya. "Gue mau naik ojek online."

"Gak bakalan ada yang mau pick up. Tunggu sampe ujannya reda aja. Apa sih yang ngebuat lo pengen pulang?"

Vanya menggigit bibir bawahnya ragu namun pada akhirnya, Vanya menatap sinis Alvito. "Bukan urusan lo."

Tangan Vanya terulur pada hapenya untuk membuka aplikasi ojek online. Namun belum saja aplikasi tersebut terbuka, Alvito merampas hapenya dari tangan Vanya. "Batu banget sih lo!"

Bima dan Amel pun saling bertukar pandang. Bima menyenggol pinggang Amel dengan sikutnya. "Ngumpet yuk."

Amel mengangguk lalu berdeham sengaja. "Uhm. Gue mau ke dapur dulu. Aus. Ehehe."

"Kalo gue mau berak dulu. Enaknya ujan-ujan gini berak. Ehehe." Bima pun beranjak berdiri dengan Amel disampingnya.

Alvito menatap kepergian Bima dan Amel dengan tatapan tak peduli. Vanya pun berdeham yang membuat tatapan Alvito kini teralih padanya. "Sini."

Alvito menggelengkan kepalanya. "Gak. Lo pulang bareng gue."

"Yaudah. Gue bisa jalan kaki." Vanya hendak berbalik namun Alvito menahan pergelangan tangannya.

"Lo gila!? Ujan deres, Nya!" Bersamaan dengan bentakkan Alvito, suara petir pun terdengar cukup keras yang sialnya membuat listrik mati.

*DUAAAAAAR*

Vanya pun refleks terkejut lalu gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Vito..."

Alvito pun mengarahkan layar ponsel dan terlihat Vanya yang menutup wajahnya dengan tangannya. Pundak gadis itu terlihat bergetar. "Lo--"

"Gue benci hujan." lirih gadis itu namun Alvito dapat mendengarnya dengan jelas. Alvito memberanikan dirinya mendekati Vanya. Ia mengusap rambut Vanya perlahan agar gadis itu tenang. Namun malah terdengar isakkan kecil keluar dari gadis itu. "Gue mau pulang. Gue takut."

Alvito menghela napas dengan berat dan mengangguk. "Oke. Kita pulang sekarang."

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Untuk Djingga [SUDAH TERBIT, MASIH LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang