Mulmed: Leon.
⚠LEAVE VOTE AND COMMENTS⚠
Setelah diizinkan masuk oleh Bulan, mereka melangkahkan kaki menuju lantai dua. Bima dan Vanya yang masih memakai seragam sekolahnya itu menjenguk Alvito yang sedang sakit. Sebenarnya, Vanya tidak mau namun karena Bima terus menghantui dengan alasan bahwa Alvito sakit karena mengantar gadis itu pulang, Vanya pada akhirnya mau.
"Alpitooo! Bima membawa bebebmu! Yuhuuuu!" Bima membuka pintu kamar milik Alvito. Cowok yang tadinya sedang bermain xBox kini menghentikannya.
"Bebeb!" seru Alvito dengan wajah bahagianya yang membuat Bima mendengus geli sedangkan Vanya menatapnya dengan tatapan datar.
Bima pun menarik Vanya menuju pinggir kasur Alvito namun tangan cowok itu langsung dipukul oleh Alvito. "Eee modus!"
"Sirik aje lo! Eh tadi gue ngebonceng Vanya lho. Gils man, tangan dia meluk pinggang gue gitu. Tru--"
*PLAK*
Tamparan berhasil terdampar dengan sempurna di pipi Bima. Alvito melotot ke arah cowok itu. "Dasar lelaki modus! Gue putusin tuh tangan ma--"
"Kalo lo pada masih berantem, gue balik." celetuk Vanya yang membuat kedua cowok itu terdiam. Vanya memutar kedua bola matanya malas lalu duduk di pinggir kasur milik Alvito. Tangannya terulur untuk mengambil buku tulis di dalam ranselnya. "Tadi ada catetan. Itung-itung balas budi."
"UWWIIIIIWWW! AUWWW AUNTY BULAN, BIMA JADI OBAT NYAMUK! MAU BANTUIIN AUNTY MASAK AJA DEH!" goda Bima yang lalu melesat pergi meninggalkan Alvito dengan Vanya di dalam kamar dengan pintu terbuka.
Alvito tersenyum lalu menerima buku tersebut. "Itu doang balas budinya?"
Vanya lantas melotot dan Alvito pun menyengir dengan cengiran khasnya. Ia pun menaruh buku tersebut di atas meja samping kasurnya. Suasana hening melanda mereka dan pada akhirnya, Vanya beranjak berdiri, berniat untuk kembali. "Mau kemana?" tanya Alvito.
"Pulang." balas Vanya tanpa melirik Alvito sama sekali. Alvito pun ikut beranjak berdiri. "Sebentar banget."
"Trus gue harus ngapaiin? Lo juga demam biasa bukan sekarat." balas Vanya acuh yang dibalas sentilan di dahi Vanya. "Aw!" Bekas benturan pinggir kasur di dahi gadis dua hari yang lalu itu rupanya belum hilang. Vanya meringis sembari mengelus jidatnya.
"Eeh aduh kekencengan ya? Coba sini gue liat." Alvito kini meraih dagu Vanya agar dahinya terlihat jelas. Dahi gadis tersebut agak membiru yang membuat Alvito meringis bingung. "Buset itu sentilan gue bikin jidat lo biru anjir. Aduh maa--"
"Bukan salah lo. Ini udah dari dua hari yang lalu." balas Vanya sembari menepis tangan Alvito.
"Ooo syukurlah. Hehe. Kenapa jidat lo biru? Kok gue baru ngeh." tanya Alvito yang kepo.
"Nabrak tembok."
"Ya amsyong, hati-hati dong. Utuu utuuu." balas Alvito sembari menggoda Vanya.
"Bacot. Gue balik." Vanya memutar kedua bola matanya malas namun Alvito kembali menahannya. "Gak diucapin cepet sembuh gitu? Bawaiin bubur gitu? Bawaiin buah kek bawaiin su--"
"Cepet sembuh." balas Vanya yang membuat Alvito diam seribu bahasa. Mata coklat Vanya menatap teduh mata hitam milik Alvito. Gadis itu pun pergi meninggalkan Alvito di kamar.
Tepat setelah pintu kamar Alvito tertutup, Alvito memegang jantungnya. "Kenapa jantung gue ngedugem? Baru sore padahal."
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Djingga [SUDAH TERBIT, MASIH LENGKAP]
Teen FictionTELAH DITERBITKAN OLEH PENERBIT SUNSET ROAD & PART MASIH LENGKAP. Trigger Warning: Child Abusive Untuk Djingga, gadis dengan senyuman manis yang memantulkan keresahan yang bertumpang tindih dengan luka lain. Untuk Djingga, gadis dengan iris mata be...