53:: Bohong

8.2K 899 72
                                    

⚠LEAVE VOTE AND COMMENTS⚠

"Kak, Kak Leon emangnya harus banget ya ngambil job di pub? Besok aja ya, Kak. Jangan sekarang." rengek Vanya pada Leon yang hendak pergi ke pub dimana ia sering dipanggil job dj disana.

"Kali ini pemilik pubnya yang langsung manggil gue buat ngedj disana. Gue gak mungkin bisa nolak, Nya." balas Leon yang membuat Vanya mengerucutkan bibirnya.

"Tapi Vanya gak mau Kak Leon pergi."

"Gak usah manja." tegur Leon yang membuat bibir gadis itu semakin mengerucut. "Hiks! Kak Leon jahat!"

"Djevanya! Kenapa jadi manja gini sih? Gue mau ninggalin lo jadi gak enak nih!" bentak Leon yang membuat Vanya tersenyum lebar.

"Kalo gitu, gak usah pergi! Yey!"

"Iya, abis itu gue diblacklist sama semua pub yang ada di Jakarta!"

Vanya menghela napas lalu melipat tangannya di dada. Ia pun memalingkan wajahnya ke arah lain menandakan gadis itu sedang marah dengan Leon. "Yaudah sana pergi!"

"Oke."

"Ih Kak Leon!"

"Lah tadi disuruh pergi?"

Vanya mendengus kesal. "Yaudah iya-iya! Cepet baliknya! Besok kan sekolah!"

Leon tersenyum tipis. "Siap. Jangan nungguiin gue. Tidur aja dikamar."

"Suka-suka Vanya lah." balas Vanya mengangkat bahunya acuh.

"Dah bawel. Kalo ada apa-apa langsung telfon ya." pesan Leon mengacak-acakan rambut adiknya dengan gemas sebelum bergegas menuju pintu.

"Huh nyebelin." Vanya pun memutuskan untuk menonton TV di ruangtamu.

Selang sejam kemudian, gadis itu masih setia pada layar TVnya yang menampilkan tv series favoritnya. Ia melirik jam yang tertempel pada dinding dan rupanya baru jam setengah sepuluh. Rayssa pasti masih sibuk mengurusi urusan kantor seperti biasanya.

Suara telepon rumah berbunyi yang menandakan terdapat panggilan masuk membuat Vanya sedikit terkejut. Gadis itu pun melajukan kursi rodanya pelan untuk dapat meraih telepon rumahnya.

"Selamat malam, kami dari rumah sakit permata indah. Dengan kediaman saudara Leon?"

Vanya sedikit terkejut begitu mendengarnya. "I—ya betul."

Selang beberapa detik kemudian, tubuh gadis itu menegang dengan matanya yang membulat seketika. Rasa panik dan khawatir pun mampu mendominasi diri gadis itu.

"O—oke. Saya kesana sekarang." Gadis itu mematikan telepon dengan tangan yang masih gemetar.

Ia pun segera mengambil hapenya yang berada di meja dan mencari kontak Rayssa. Tanpa waktu lama, ia sudah berhasil menghubungi Ibunya.

"Ma please angkat..."

Namun sayang, hasilnya nihil. Rayssa tak kunjung menjawab panggilannya. Ia pun berusaha mengulangi panggilannya sebanyak tiga kali namun hasilnya sama saja.

Vanya berdecak lalu menghapus air matanya yang rupanya sudah mengalir. "Gue minta tolong ke siapa nih?"

Nama Alvito pun terpintas dalam pikirannya yang membuat gadis itu langsung mendorong roda hingga kursi roda tersebut melaju keluar dari rumahnya. Setelah memastikan pintu rumah serta pagar rumah terkunci, dengan langkah sedikit ragu, kursi roda tersebut melaju ke sebelah rumahnya dimana rumah Alvito berada. Ia menggigit bibir bawahnya dan hendak memasuki halaman rumah Alvito namun dirinya masih ragu.

Untuk Djingga [SUDAH TERBIT, MASIH LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang