"Halo?"
"Kamu ingin bicara apa tadi?" dia kembali meneleponku. Benar kata temanku, dia enggak ingkar.
"Aku ingin ketemu."
"Mau bicara tentang apa memangnya?"
"Aku enggak ingin bicara, aku cuma mau melihat kamu."
"Di sekolah saja kita sudah ketemu."
"Gimana mau lihat kamu, setiap kali aku perhatikan, kamu hanya nunduk."
"He he he, aku malu, kamu sama temanmu."
Ku eratkan peganganku pada gagang telepon. Ku dengar nafasnya menderu. Terjadi keheningan antara aku dengannya.
"Kamu enggak tidur kan?" suaranya menyadarkanku. Aku tersenyum.
"Enggak."
"Masih ada hal yang mau kamu bicarakan?"
"Aku rindu kamu. Kamu masih enggak percaya?"
"Aku percaya sama kamu, kok."
"Aku ingin ketemu."
"Ini sudah malam, enggak baik buat perempuan kayak kamu, keluar malam."
Aku diam. Mencerna semua kalimatnya. Masih ku pegang erat gagang telepon sampai telapak tanganku berwarna putih.
Aku menggigit bibir bawahku, menahan tangis yang siap tumpah. Aku benar-benar ingin ketemu. Aku rindu, apa dia tidak percaya?
"Kamu tidur, ya. Ini sudah malam. Besok akan ku jumpai kamu."
Mataku berbinar, "kamu bisa janji?"
"Cubit saja pipiku, kalau aku ingkar."
Aku tersenyum. "Aku tunggu kamu."
"Sekarang kamu tidur."
"Iya.."
°°°°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas
Short Story{Selesai} "Kamu tahu perasaanku saja, cukup." -Aku. "Malah menurutku kamu keren." -Dia. "Laki-laki akan luluh saat perempuannya berjuang!" -Temanku. --- Aku belajar dari dia, bahwa hak sebagai perempuan tidak menghalangi untuk mengungkapkan perasaan...