"Kita mau kemana sih?" aku bertanya padanya, ini kali kedua aku berada diatas motor dengannya, semoga kali-kali berikutnya masih ada. Tadi dia menjemputku, dan meminta izin kepada Ayah dan Ibuku untuk membawaku. Mereka mungkin paham dengan sirklus remaja, mereka menyetujui dia. Ku yakin Ayah dan Ibu pernah merasakan seperti ini.
"Kita akan kerumah mantanku, aku ingin mengklarifikasikan."
"Denganku?"
"Iya, kamu tamengku. Setelah ini aku yakin dia akan mengerti."
"Kamu bisa saja menyakiti hatinya jika mantanmu masih mempunyai rasa denganmu."
"Jika dia masih punya rasa, untuk apa memeluk seseorang bahkan saat kami baru putus dalam waktu limabelas menit?"
"Baiklah, kamu atur saja, asal kamu jangan pergi dariku."
"Aku akan melakukannya, dan harus kamu ingat, aku enggak pernah berjanji soal itu."
"Akan ku ingat."
Aku condongkan badanku terhadapnya. Ku rasakan hangat tubuhnya saat ku peluk dia dari belakang. Manis. Ini adalah kado terindah dari perjuangan. Terima kasih untukmu yang telah membiarkanku larut dalam kebahagiaan.
°°°°°°
"Permisi." dia mengetuk pintu rumah mantan kekasihnya.
"Iya, sebentar." terdengar jawaban yang ku pikir adalah mantan kekasihnya.
"Kamu?" perempuan itu tampak kaget.
"Ada apa kamu kesini?" tanyanya lagi.
"Ku ingin bertemu Ibumu, ada?"
"Ada kok, masuk aja." ku perhatikan matanya berbinar senang.
"Masuk." dia menyuruhku masuk.
Perempuan itu tampak bingung, menyadari keberadaanku.
"Siapa dia?"
"Penggantimu, dia pacarku." katanya.
Tampak kekecewaan melanda dirinya saat ini.
Dia berjalan masuk dan ku pikir dia memanggil Ibunya.
"Apa maksud kedatanganmu dengan pacar barumu itu?" aku melihat Ibunya tampak marah dan belum bisa menerima.
"Maaf jika kedatangan saya dan pacar saya kurang berkenan untuk anda. Saya hanya ingin bilang kepada anda dan anak anda agar tidak lagi mengganggu kehidupan yang sekarang saya jalani. Kita punya jalan hidup masing-masing. Berhentilah merusak kebahagiaan orang lain."
"Jadi maksudmu saya dan anak saya perusak kehidupan kamu?"
"Saya enggak bermaksud begitu. Saya hanya ingin anda dan anak anda menerima bahwa kami sudah enggak ada apa-apa lagi."
"Kami bisa berteman, jika anda berkenan." kataku selembut mungkin.
"DIAM KAMU! GARA-GARA KAMU HIBUNGAN ANAK SAYA HANCUR!" Ibunya memberontak.
"Seharusnya anda yang diam. Saya kenal dia setelah saya putus cukup lama dengan anak anda. Saya sudah muak berdiri disini. Dan kamu, berhentilah menangis, air matamu bukan lagi senjata untukku. Peluklah lelaki manapun yang kamu mau. Tidak ada lagi yang mengekangmu."
"KAMU PIKIR ANAK SAYA SEMURAH ITU?"
"Saya permisi." pamitnya. "Kita pergi!" dia menarik tanganku dengan sisa emosinya.
"Pergilah kamu sejauh mungkin. Jangan temui anak saya lagi."
"Dengan senang hati." setelah itu dia melesatkan motornya dengan kecepatan sedang.
"Kamu hanya milikku, aku akan menjagamu. Terima kasih telah hadir dalam hidupku." kataku sambil mempererat pelukanku di atas motornya.
"Aku juga akan menjagamu." katanya sambil mengusap jemari-jemariku.
Dan detik berjalan dengan semestinya. Aku akan berusaha sebaik mungkin menjagamu dan kita.
°°°°°
The End.
--
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas
Short Story{Selesai} "Kamu tahu perasaanku saja, cukup." -Aku. "Malah menurutku kamu keren." -Dia. "Laki-laki akan luluh saat perempuannya berjuang!" -Temanku. --- Aku belajar dari dia, bahwa hak sebagai perempuan tidak menghalangi untuk mengungkapkan perasaan...