"Kamu baik-baik saja kan?" kata temanku saat kita bertemu di taman.
"Kamu lihatnya aku gimana?"
"Kamu, sih, enggak cerita. Berarti kamu baik."
Aku hanya tersenyum.
"Gimana dengan dia?"
"Gimana apa?" aku berusaha tersenyum. Temanku belum tahu kejadian semalam.
"Dia masih cuek denganmu?"
"Dia anak band, sibuk sekali dia."
"Teleponmu masih belum di--"
"Kita bisa bicara, hanya kamu dan aku." dia datang, tiba-tiba.
"Dia mau bicara denganmu." kataku pada temanku, mereka bingung.
"Aku ingin bicara denganmu. Hanya kamu." tegasnya ulang.
"Ada apa?"
Dia diam. Melihat mimiknya, temanku mengerti, "aku duluan, ya."
Kemudian dia duduk.
"Aku ingin ke kelas!" aku bangkit dan dia menahanku.
"Kamu bilang rindu padaku."
"Di sekolah bukan waktu yang tepat." kataku.
"Kenapa? Takut terlihat laki-laki yang kamu sukai? Atau yang menyukaimu?"
"Aku enggak sepopuler kamu, aku enggak punya penggemar, jangankan itu, teman saja aku enggak punya. Puas kamu?"
"Ku fikir sekolah memang bukan tempat yang pas, gimana jika pulang sekolah kita bertemu di Warung Kopi? Ku tunggu kamu."
"Aku--"
"Aku enggak terima penolakan." kemudian dia bangkit dan pergi.
Mengapa seperti bukan dia?
°°°°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas
Short Story{Selesai} "Kamu tahu perasaanku saja, cukup." -Aku. "Malah menurutku kamu keren." -Dia. "Laki-laki akan luluh saat perempuannya berjuang!" -Temanku. --- Aku belajar dari dia, bahwa hak sebagai perempuan tidak menghalangi untuk mengungkapkan perasaan...