"Hei, bangun! Kamu niat lari enggak sih?"
Tubuhku terguncang, seperti sedang terjadi gempa.
"Ah...." aku duduk, kepalaku masih pusing.
"Ayo, nanti kesiangan."
"Mau lari kemana?"
Temanku tampak berpikir, "alun-alun saja. Disana ramai."
"Oke baiklah, biarkan aku solat dan bersiap."
"Aku juga." ujar temanku.
°°°°°°
"Biasanya aku masih tidur." kataku saat memarkirkan motor.
"Setiap ku ajak kamu enggak pernah mau."
"Aku malas."
"Sudah kunci stang?"
"Sudah."
"Ramaikan? Kalau kamu enggak menginap, mana bisa ku ajak seperti ini."
"Kan biar kamu senang."
"Baiklah, terserah kamu."
Kami berlari memutari lapangan.
Aku berhenti tiba-tiba. Aku melihat punggung yang akhir-akhir ini melekat di pikiranku.
"Kamu kenapa?" tanya temanku.
"Ah," aku menoleh ke temanku, "enggak apa-apa."
Aku lihat mata temanku mengikuti arah pandanganku.
"Itu bukankah dia?" tanya temanku. Ku yakin itu tanpa niat.
Aku diam. Temanku menoleh ke aku.
"Maaf." katanya.
"Ya sudah, aku mau beli minum dulu ya."
"Kamu baik kan?"
Aku mengangguk sembari tersenyum.
Aku enggak baik. Dan ku yakin temanku tahu itu. Aku ingin menangis. Sudut mana yang mengizinkan aku untuk menangis. Aku enggak mungkin menangis di keramaian. Lalu apa maksud pertemuan kemarin?
"Hei." aku menoleh pada sumber suara. Dia.
Aku tersenyum.
"Aku enggak tahu kalau kamu disini."
Aku tersenyum lagi.
"Ku pikir kamu masih bisa berbicara."
Aku masih diam.
"Sudah dapat minumnya?" perempuan yang bersamanya tadi, menghampiri.
"Sudah." dia menjawab.
"Hei, aku--"
"Temanku menunggu." aku memotong ucapannya, karena aku enggak sanggup lagi menahan tangis.
"Ajak saja temanmu kesini, kita lari bersama." Ku dengar dia teriak. Aku hanya berjalan terus.
"Kamu kenapa?" temanku khawatir saat aku terduduk lemas.
Aku lagi-lagi diam.
"Dia melakukan apa?"
Kemudian air mataku tumpah dalam diamku.
"Hei, kamu masih mendengarku kan?"
Aku tetap saja diam.
"Kalau kamu enggak bicara, aku akan menghampirinya, sekarang juga!"
"Jangan, jangan mengganggunya."
"Maksudmu?"
"Aku ingin pulang sekarang."
"Baiklah."
Aku mengusap air mataku dan bangkit.
°°°°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas
Short Story{Selesai} "Kamu tahu perasaanku saja, cukup." -Aku. "Malah menurutku kamu keren." -Dia. "Laki-laki akan luluh saat perempuannya berjuang!" -Temanku. --- Aku belajar dari dia, bahwa hak sebagai perempuan tidak menghalangi untuk mengungkapkan perasaan...