Rumah Temanku

15 0 0
                                    

"Tadi, aku kesepian." aku duduk di tepi tempat tidur temanku.

"Memangnya dia enggak menemuimu?"

"Aku melihat dia di kantin, seperti biasa. Dia mengalihkan."

"Kamu ke kantin sendiri?"

"Enggak, aku barang teman sebangku."

"Kamu bilang, kamu malas dengan teman-teman kelasmu."

"Aku terpaksa, kamu sih enggak sekolah."

"Kan aku sakit."

"Kenapa kamu bisa sakit?"

"Aku kelelahan, Bundaku bilang gelaja typusku kambuh."

"Kamu sih, terlalu."

"Ku tahu, kamu enggak sanggup tanpaku. Ha ha ha."

"Ih."

"Aku pinjam teleponmu?" izinku.

"Buat telepon dia ya?"

Aku tersenyum.

"Ku pikir kamu akan izin Ibumu."

"Aku sudah bilang tadi pagi."

"Ya sudah kamu telepon dia."

"Baik."

°°°°°°

"Halo?"

"Ini, aku."

"Oh, ada apa?"

"Um.. Aku hanya ingin tahu kabarmu."

"Kabarku yang seperti apa?" ku dengar tawanya walau sedikit.

"Ku kira kamu menghindar."

"Kamu selalu begitu."

"Aku takut kamu menghindar."

"Enggak, tenang saja."

"Bagaimana aku bisa tenang, setiap kali kita berpapasan, kamu selalu menunduk."

"Kamu ingin aku seperti apa?"

"Kamu berjanji, bila kita bertemu, kamu akan senyum."

"Aku malu."

"Kamu selalu begitu."

"Hei, itu kata-kata ku."

Aku tertawa.

"Ada yang ingin kau katakan lagi?"

"Besok, aku ingin ke pabrik denganmu."

"Baik, aku jemput kamu di rumahmu ya?"

"Kapan? Pagi-pagi?"

"Enggak, pulang sekolah. Kalau pagi aku barang temanku."

"Baiklah."

"Sudah?"

"Iya, hanya itu. Aku rindu."

"Ku percaya."

"Ku kira kali ini kau membalas rinduku."

"He he he."

Aku tutup teleponnya. Hatiku kembali tergores. Aku butuh balasan rindumu. Bukan hanya sekedar tawamu.

°°°°°°

"Dia hanya menganggapmu teman biasa, jangan berharap lebih padanya." kata temanku, saat ku ceritakan tentang dia.

"Tapi aku benar-benar rindu seperti sebulan lalu."

"Kamu hanya perlu membiasakan semuanya, jika kamu jatuh cinta, kamu juga harus mempersiapkan hati untuk patah."

"Aku baru merasakan bahagia."

"Jatuh cinta dan patah hati itu satu porsi. Seperti martabak dan cokelat ini. Ah, kamu tahu saja aku kelaparan." temanku terkekeh.

"Aku enggak membawakan secara percuma."

"Lalu?"

"Kamu harus bayar martabakku."

"Ih." kesal temanku.

°°°°°°

BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang