"Aku kerumahmu sekarang ya?" kataku kepada temanku melalui telepon.
"Ya sudah, kalau bisa kamu menginap saja dirumahku, besok juga hari minggu."
Mataku berbinar, senang, "siap. Aku akan izin pada Ibuku dulu."
"Ku tunggu kamu."
°°°°°°
"Ibu, aku ingin menginap dirumah temanku."
"Temanmu anak TKJ?"
"Iya Bu, boleh ya?"
"Boleh."
"Terimakasih Bu, salam buat Ayah saja."
"Iya, kamu hati-hati ya."
"Iya, Bu. Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam."
°°°°°°°
"Tadi dia menungguku." aku langsung menceritakan setiba di kasurnya.
"Lalu?"
"Dia berbicara, tapi aku merasa itu bukan dirinya."
"Maksudmu gimana?"
"Tadi dia membahas tentang perasaanku kepadanya."
"Terus?"
"Aku menjebaknya dengan pertanyaan."
"Pertanyaan seperti apa?"
"Ku tanya dia, kamu merindukanku? Menyukaiku? Tetapi dia tidak menjawab dia malah pergi dengan alasan bandnya."
"Sudah segitu saja pertemuanmu?"
"Ada satu hal yang masih mengganjal."
"Apa?"
"Sebelum pergi dia berkata seperti ini, Jadi kalau aku menyukaimu juga, aku merindukanmu juga, kau enggak akan percaya?"
Aku masih ingat lekat tatapannya saat dia bicara seperti itu.
"Maksudnya?" temanku mulai terpancing dan mengganti posisinya menghadap tepat didepanku.
"Itu yang membuat mengganjal, saat kutanya maksudnya dia malah bilang, Minumlah kopi kesukaanmu ini, sudah ku bayar, nanti kamu langsung pulang ya. Setelah itu dia pergi."
"Atau jangan-jangan dia--"
"Kamu jangan pernah gantungkan harapan padaku."
"Ya habisnya dia bikin penasaran sih."
"Tapi enggak biasanya dia mengajakku bertemu seperti itu."
"Iya, sih, aku juga enggak nyangka dia akan menjumpaimu tadi. Padahal ada aku, atau urat malu dia sudah putus? Ha ha ha." temanku tertawa.
"Jahat banget," aku tersenyum.
"Ya sudah, kita tidur. Besok kita lari pagi...."
"Baiklah, baik."
Saat kami menarik selimut, telepon temanku berdering. "Sebentar ya." temanku turun.
"Ada, Bu."
--
"Belum. Ibu mau bicara sama dia?"
--
"Baik, Bu."
"Hei, Ibumu menelepon."
Aku turun, menghampiri temanku. Temanku memberi gagang telepon itu.
"Temanmu tadi telepon." kata Ibuku.
"Siapa?"
"Dia enggak sebutkan nama, dia hanya bilang kalau dia anak teknik."
"Laki-laki, Bu?"
"Iya."
"Lalu dia bilang apa?"
"Dia hanya titip salam padamu."
"Oh.."
"Dia pacarmu ya?"
Aku terhentak, "enggak Bu, dia temanku yang kemarin."
"Ya sudah kamu tidur, ingat jangan merepotkan orang sana."
"Baik, Bu, baik."
Sambungan terputus.
"Ada apa Ibumu?"
"Dia menelepon."
"Kamu serius?"
Aku mengangguk.
"Lalu apa katanya?"
"Dia hanya titip salam."
"Ah, bisa saja dia rindu kamu."
"Sudah, tidur."
"Hati-hati terbawa mimpi."
"Ih."
Temanku tertawa.
°°°°°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas
Short Story{Selesai} "Kamu tahu perasaanku saja, cukup." -Aku. "Malah menurutku kamu keren." -Dia. "Laki-laki akan luluh saat perempuannya berjuang!" -Temanku. --- Aku belajar dari dia, bahwa hak sebagai perempuan tidak menghalangi untuk mengungkapkan perasaan...