Aku menuntunnya melewati jalan setapak. Melewati ilalang yang tumbuh liar. Matanya sengaja kututup dengan sehelai kain hitam. Dia tidak melawan ataupun bertanya ke mana kami akan pergi, semoga saja dia menyukainya.
"Harry, i really love the view!" serunya gembira saat aku membuka kain yang menutup matanya.
"Kau senang? Kami semua mempersiapkannya jauh hari untuk menyambut kembalinya kau dari koma," balasku pada Anna, dan keluarlah semua anggota keluarga kami beserta the boys.
"Surprise!" teriak mereka dari belakang kami. Anna memperlihatkan senyumnya, aku sangat bahagia melihat Anna hampir menjadi dirinya yang dulu.
Kami semua menikmati pesta itu sampai Anna menerima telepon dari seseorang. Dia terus menyibukkan diri dengan ponselnya, aku hanya duduk termangu menunggu Anna.
"Hi, mate, kenapa bengong?" tanya Zayn menepuk bahuku.
"Hanya sedang menunggu Anna," kataku lesu.
"Come on! This is your party. Ajak dia untuk memutuskan sambungan teleponnya," saran Zayn sambil melihat ke arah Anna.
Aku masih bingung akan memutus sambungan telepon Anna atau tidak. Aku ingin memberi ruang untuk Anna. Aku tidak ingin terlihat posesif, di mana aku terus mengekangnya sementara aku tidak memperhatikan dia.
Berjam-jam aku menunggu Anna. Sampai mengantuk aku dibuatnya. Setelah sekian lama, akhirnya Anna menghampiriku.
"I want to go home," katanya manja.
"Tapi pestanya belum selesai," balasku.
"Aku tidak peduli! Ya sudah, aku pulang sendiri saja" katanya marah lalu berbalik dan segera berjalan.
"Okay, i'll take you home," aku yang akhirnya mengalah. Daripada harus ribut lagi karena masalah sepele?
Aku pamit pulang pada seluruh yang hadir. Mereka semua terkejut kenapa kami pulang sebelum pesta selesai dan mengira kami tidak sabar untuk kembali memiliki momongan.
Sepanjang perjalanan pulang tidak ada dari kami yang berbicara. Anna terus asyik dengan ponselnya, sementara aku hanya fokus pada jalanan. Sebetulnya aku gelisah. Apakah Anna marah padaku karena sempat menolak untuk pulang? Aku sangat ingin tahu.
"Anna? Are you mad at me?" tanyaku akhirnya membuka suara.
"Nope," katanya santai, tetap tidak mengalihkan pandangnya dari ponsel.
Aku tahu tanda wanita berbohong, mereka selalu bilang baik-baik saja, padahal dalam hati mereka tidak baik-baik saja.
"I know you're lying," kataku meliriknya.
"No, i am not," balasnya tajam, dia menghentikan aktivitas dengan ponselnya.
Aku menghela napas dalam.
"Kenapa kau tidak mau berkata jujur, Anna!?" bentakku akhirnya.
"Untuk apa? Apa kau peduli?! I'm not pretending to be okay, but i'll just fine with or without you, Harry!!" dia berteriak. Dia menangis. Akupun refleks memarkirkan mobil di pinggiran jalan.
"Sshh, maaf. I didn't mean that. Aku mau kau bahagia ada atau tidak adanya aku, tapi aku ingin kau merasa istimewa hanya saat bersamaku," aku memeluknya secara sepihak, dia tidak melawan.
Kami berdua berpelukan di dalam mobil seperti tidak ada hari esok. Tangisan Anna semakin deras. Aku tidak bisa melihat wanita yang kusayangi menangis, apalagi penyebabnya aku.
***
-Author's note-
Halo!
Maaf ya kalo gaje :(
Tapi aku kasih bonus multimedis lho, hehe
Regards, RBF♡
KAMU SEDANG MEMBACA
My Jerk Styles
Fanfiction[Harry Styles fan fiction] Aku Annalyn Virgie Finn, seorang fan One Direction sejak umurku 12 tahun. Aku tidak pernah menyangka akan menikahi salah seorang idolaku, Harry Styles. Ibuku dan ibunya ternyata adalah teman lama. Walaupun begitu kehidupan...