Ann's pov
Seharian ini aku membersihkan flat. Sepertinya semenjak aku keguguran dan mengalami koma, tidak ada yang menyempatkan diri untuk mengurus tempat ini bahkan Harry sekalipun.
Flat kami begitu berantakan. Banyak sampah bungkus makanan berserakan. Aku sempat bingung mau memulai dari mana. Tapi setelahnya aku bisa mengatasi semua kekacauan ini.
Setelah menata rapi semuanya dalam susunan semula, aku memperhatikan satu persatu barang yang ada di ruang keluarga. Aku menangkap foto pernikahan kami adalah satu-satunya foto kami terlihat bahagia ketika bersama. Dalam foto itu aku dan Harry sedang berdansa dan tengah berputar-putar di atas karpet sambil tertawa. Aku merasakan lagi gejolak perasaanku untuk Harry, tetapi entah kenapa aku ingin menyangkalnya. Sehingga aku muntah-muntah dengan hebat. Aku mual dan merasa buram. Foto tersebut jatuh dari genggaman tangaku dan kacanya pecah berserakan di lantai.
Aku mengambil obat yang harus dikonsumsi selama rawat jalan. Memang setelah mengonsumsi obat tersebut aku merasa lebih baik. Aku pun lanjut untuk membersihkan kaca yang pecah dan berserakan dilantai. Saat membersihkan pecahan kaca tersebut hatiku seakan teriris. Apakah pecahnya foto ini seakan pertanda pecahnya hubungan kami? Tapi bukankah hubungan kami memang tidak dapat dipertahankan? Mengingat perjanjianku dengan Harry lagi-lagi aku menggeleng keras dan menyangkal aku mencintainya. Cukup sampai di sini saja, karena kurang lebih satu tahun lagi kami akan memasukkan gugatan cerai pada satu sama lain.
Setelah beres dengan urusan rumah, aku menelepon temanku, Reineè Smith. Dia salah seorang temanku dari sekolah menengah atas. Kami kembali bertemu saat aku diajak Jake untuk pergi ke kelab. Rupanya hari itu merupakan reuni angkatan kami. Aku pun sekarang berhubungan lagi dengan kawan-kawan lamaku. Apalagi saat Harry tidak pulang, aku akan pergi ke kelab bersama kawanku sampai matahari menjelang. Hal itu menjadi satu-satunya hal yang dapat mengalihkan pikiranku dari Si Jelek, Harry.
"Halo, Rei?" panggilku pada Reineè di seberang telepon.
"Yeah? Anna, ada apa?" tanyanya balik.
"Apa kau membawa mobil ke kelab malam ini?"
"Apa?! Disini terlalu berisik, babe, aku akan keluar sebentar," katanya lalu tidak terdengar suara beberapa saat.
"What's up?" lanjutnya.
"Kau bawa mobil ke kelab malam ini?" tanyaku untuk yang kedua kalinya.
"Tidak, aku diantar oleh tunanganku. Kemana memang suamimu? Ajak dia mampir satu kali saja," jawab Reineè dengan tawa manja, ew.
"Dia sedang sibuk. Baiklah kalo begitu, see you at seven," kataku ingin segera mengakhiri sambungan telepon.
"Apa?! kau baru datang jam—" tapi sebelum sempat mendengar kelanjutannya aku sudah menutup sambungan teleponnya.
Aku melirik jam yang kini menunjukkan pukul empat sore. Paling tidak aku harus membuat makanan ringan untuk Harry. Aku masih cemas jika meninggalkan dia, walaupun pada kenyataannya aku sudah tidak menaruh perasaan lagi pada Harry.
Harry's pov
Semenjak kejadian itu, kami belum berbicara lagi. Aku takut agaknya jika salah bicara dan membuat Anna menangis. Jadi aku diam saja, dan mencoba memberanikan diri untuk mengecupnya di ranjang. Semoga saja dia tidak menyadari itu.
Seharian ini aku telah meninggalkan Anna di rumah karena sibuk mengurus album baru One Direction, belum lagi kami harus membicarakan tur selanjutnya. Aku terlalu memikirkan Anna yang kutinggal sendiri di rumah. Aku bahkan tidak memiliki nafsu makan saat diajak the boys.
Dalam perjalanan pulang perutku terus berdemo minta diisi, munculah ide untuk membawa Anna makan malam bersama. Kami tidak pernah melakukan kegiatan tersebut setelah satu tahun menikah.
Tapi sesampai aku di rumah aku merasa kecewa karena mendapati Anna tidak di dalam. Mobilnya di lapangan parkir juga tidak ada, aku rasa dia pergi membawa mobilnya. Semoga saja dia tidak mengalami hal buruk.
Kemudian, aku terbangun pada dini hari, saat itu jam menunjukkan pukul dua. Sepertinya terdengar suara bel tapi entahlah. Aku tersadar jika aku tertidur saat menonton teve. Aku bahkan belum memakan makanan yang disediakan Anna untuk makan malam.
Lagi bel berbunyi. Aku terburu-buru mencuci muka dan membukakan pintu.
"Ah, kau sudah pasti suami Anna!" seru seseorang dari dua orang gadis.
"Ya," ucapku bingung pada mereka.
"Well, aku Reineè dan ini Kat. Kami teman sekolah Anna," dia memperkenalkan diri padaku dan memberiku banyak pertanyaan tentang kehidupan pribadi sebagai suami sekaligus anggota boyband seolah aku sedang menjalani wawancara, yang benar saja!
"Jadi, ada apa kalian kemari? Kalian tahu Anna ada di mana? Dia belum juga pulang," kataku khawatir memotong ucapannya.
"Astaga aku lupa sekali! Anna ada di mobilnya, masih bersama tunanganku. Ayo kau harus membawanya, kau tahu kami ini gadis dan tidak akan sanggup membawanya dalam keadaan mabuk berat!" ocehnya sambil tertawa manja, menyebalkan.
"Apa dia mabuk!?" tanyaku dengan nada setengah oktaf lebih tinggi, aku tidak pernah menyangka Anna akan berpikiran untuk pergi ke kelab.
"Yeah, dan dia juga making out sedikit dengan pria di sana haha," kata gadis yang kuketahui bernama Reineè dan tertawa tanpa dosa, sepertinya dia juga mabuk walaupun tidak begitu kentara.
Aku sangat geram mendengar kata making out disebut, apalagi Anna melakukannya dengan orang lain. Apakah dia sudah tidak menganggapku sebagai suaminya lagi atau bagaimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Jerk Styles
Fanfiction[Harry Styles fan fiction] Aku Annalyn Virgie Finn, seorang fan One Direction sejak umurku 12 tahun. Aku tidak pernah menyangka akan menikahi salah seorang idolaku, Harry Styles. Ibuku dan ibunya ternyata adalah teman lama. Walaupun begitu kehidupan...