19 - Harry's Tears

5.3K 496 63
                                    

Harry's pov

"Kau tidak makan?" tanya Niall padaku.

"Tidak lapar," jawabku singkat, tidak menoleh sama sekali ke arahnya.

"Baiklah. Kalau begitu aku juga tidak akan makan sampai kau makan," kalimat tersebut mengejutkanku, hingga aku langsung memelototinya.

"Kau yakin?" tanyaku menahan tawa.

"Dia yakin. Kau sudah tidak makan dua hari terakhir, bagaimana jika kau sakit, curly?" jawab Lou sekaligus melempar pertanyaan dari seberang ruangan.

Ah, benar juga. Aku bahkan tidak merasa lapar dua hari belakangan ini. Aku terlalu sibuk memikirkan perkataan Anna dan lagi perilakunya. Kenapa dia menjadi berubah total? Dia pergi dan tinggal satu atap dengan orang yang tidak pernah diperkenalkannya padaku.

"Harry, kau mendengarkan atau tidak sih?" tanya Liam kesal dengan kening yang mengerut.

"Maaf. Ada apa?" tanyaku, karena aku tidak sama sekali mendengar ucapan Liam.

"Tadi Louis bilang bahwa Anna sudah bulat akan menggugat cerai kau bulan depan. Dan aku bilang padamu, sebaiknya kau kembali dan selesaikan masalahmu baik-baik apa pun masalahnya. Kau bisa mendiskusikannya dengan kami bila kau mau," tawarnya.

Aku melewatkan cukup banyak pembicaraan di antara mereka.

"Biarkan saja jika itu kemauannya, aku akan dengan senang hati bercerai. Dan aku tidak memiliki apa pun untuk didiskusikan " jawabku enteng.

"Kau juga sama sintingnya, Haz," kata Liam kemudian berlalu.

Aku tak ambil pusing dengan nasihat-nasihat mereka. Aku memang bingung bagaimana cara meluruskan segala sesuatu di antara aku dan Anna tapi semakin dipikir semakin aku tidak mendapat jawabannya.

Acara teve semakin malam semakin membosankan. Tetapi kemudian ada satu berita yang menyita perhatianku, Annalyn Styles sering keluar dengan lelaki lain sepeninggal Harry dalam 'We Are Lost' tur. Sialan, umpatku dalam hati. Inilah kenapa aku selalu keras dalam melihat teman bergaul Anna, aku takut berita yang muncul membuat namaku jelek.

Aku kemudian mematikan teve sialan itu dan hanya terbengong. Aku memikirkan apa yang dilakukan Anna selama tiga bulan kutinggal tanpa kabar. Kira-kira dua bulan lalu adalah ulang tahun pernikahan kami yang kedua, aku tidak mengucapkan padanya meskipun aku ingat dengan jelas. Dan kurasa dia sama sekali tak ingat momen tersebut.

Pun aku kembali memikirkan bayi kami. Darcy. Usianya beranjak 5 bulan. Mungkin ia sudah bisa tertawa. Aku tidak pernah tahu tentangnya sama sekali kecuali warna mata dan kulit pucatnya. Secara fisik aku tahu, Gemma pernah mengirimiku foto Darcy dan itu satu-satunya yang kupunya. Sebagai ayah aku merasa tidak dekat.

"Hey mate, Darcy sakit," kata Zayn menepuk pundakku.

"Sakit apa?" tanyaku dengan datar menutupi rasa khawatirku.

"Barusan Perrie mengirim foto Darcy dengan wajah memerah dengan caption daddy please greets me a get well soon, sepertinya demam. Dia memaksaku menunjukkan ini padamu," lanjutnya sambil menunjukkan layar ponselnya.

Terlihat pipi chubby Darcy yang memerah dengan mata terpejam, ekspresinya cemberut. Aku menyeka mataku yang mulai lembap.

"That kinda hurt. Menangislah, aku tahu kau merindukannya," kata Zayn menepuk-nepuk bahuku.

"Aku bukan ayah yang baik, Zayn. Kau tahu aku sudah meninggalkannya sejak ia lahir, lalu anak itu malah diurus oleh mantan kekasih ibunya," ucapku kesal pada diri sendiri, namun menujukannya pada Zayn.

My Jerk StylesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang