JODOH

1.1K 50 3
                                    


T :[Hai, cantik ..., lagi ngapain]

J :[Mau tau aja, apa mau tau banget?]

T :[Enaknya gimana ya?😋😋]

J :[Enaknya mah gak usah dijawab😂😂😝]

T :[😞😞]

J :[Cup... cup, jangan ngambek dong, Sayang. Gak macho ah, kik ... kik ... kik]

T :[Kagak, siapa yang ngambek. Aku senang, apalagi setelah dipanggil sayang. Lagi dong]

Chat mereka tidak hanya sampai di situ, tapi berlanjut hingga lewat tengah malam. Apa saja dibahas, mulai topik terhangat, berita hoax sampai rayuan maut kelas teri. Bahkan benda pipih itu harus merelakan dirinya diutak-atik sambil digantung. Untung benda mati, kalau gak bisa mati lagi, wakakak.

Senyum gadis itu mengembang sempurna setelah chat mereka ditutup emoticon berbentuk hati oleh seseorang di ujung sana. Seseorang yang dia kenal karena seringnya berselancar dunia Maya.

"Met bobok, ganteng ..., mmmuah."

Diciumnya foto profil yang di SS dan disimpan gadis 24 tahun itu di galeri. Hatinya bahagia. Bagaimana tidak? Sepanjang yang dia lihat di setiap postingan cowok itu, tak satupun dari foto laki-laki itu yang tidak membuatnya klepek-klepek.

Seseorang pemuda dengan postur tinggi, tegap, hidung mancung, tatapan itu. Oh, andai saja saat ini mata itu menatapnya langsung. Gadis itu mendesah, meleleh. Memiliki kulit sawo matang yang sudah mendekati busuk, lelaki itu makin terlihat macho.

Ditatapnya sekali lagi, lelaki itu berpose agak sedikit menyamping. Duduk pada batang pohon kelapa yang menjorok ke laut. Didua jari tangan kanannya terselip sebatang rokok yang sedang dihisap. Di tengah siluet senja, menatap matahari yang sebentar lagi akan tenggelam. Indah.

Gadis itu mendesah, resah. Mungkinkah seseorang yang begitu sempurna itu akan mau menerima dirinya? Bagaimana kalau laki-laki itu tahu bahwa dia tak sesempurna profil FB-nya? Dimana terpampang foto seorang wanita cantik yang menyembunyikan senyum di balik seikat mawar merah? Haruskah ia berterus terang, dan siap dengan segala resiko?

Tidak! Hatinya terlanjur terpaut. Cinta ini telah mengakar kuat tanpa disadari. Haruskah ia membiarkan kuncup itu layu sebelum berkembang?

Ah, andai ia terlahir tidak berbeda. Lalu siapa yang harus disalahkan dalam hal ini? Orang tuanyakah? Kalau ya, lalu orang tua mana yang menginginkan anaknya lahir tidak sempurna? Ataukah Sang Pencipta? Tak akan, Allah pasti punya rencana dengan semua ini.

Ia meremas rambutnya kasar. Kepalanya mendadak terasa berat, seakan ada puluhan kilo beban yang ada di sana. Bagaimana caranya menghadapi pertemuan dengan sang pujaan hati besok siang? Ataukah ia akan kembali menunda pertemuan mereka seperti yang sudah-sudah?

Gadis itu menggeleng, sampai kapan dia harus mengulur waktu? Dia sudah tak punya alasan lagi untuk menolak. Hubungan yang telah terjalin lebih dari satu tahun ini juga perlu kejelasan. Mengingat hal ini, gadis itu memantapkan hati. Besok adalah waktunya, dimana mereka akan bertemu di dunia nyata. Apapun hasilnya, biarlah tangan Tuhan yang berbicara.

-----------

Dengan langkah santai gadis tinggi semampai itu melenggang memasuki restoran. Tempat yang telah mereka janjikan tadi malam. Langkahnya memang santai, namun tidak demikian dengan batinnya. Perasaannya bergemuruh, memikirkan kemungkinan terburuk.

Gadis itu menarik nafas dalam-dalam, kemudian membuangnya keluar secara nyicil. Agar pasokan udara di paru-paru mencukupi, jika sesuatu yang buruk terjadi. Setidaknya ia telah mempersiapkan diri.

Pandangan wanita itu diedarkan ke saung yang berada di tengah danau buatan. Masing-masing saung diisi dengan meja panjang yang tingginya hanya sekitar 30 cm. Di kiri kanannya ada busa sebagai alas duduk. Lesehan. Tempat ini cocok bagi mereka yang mengadakan reunian kecil-kecilan atau menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta.

Di ujung pandangan, matanya menangkap sosok yang ia cari. Dari postur tubuhnya gadis itu yakin sekali bahwa pemuda itulah yang akan dia temui. Tetap, dengan sebatang rokok terselip di bibirnya. Sepertinya lelaki itu seorang pecandu nikotin akut.

Dadanya makin gemuruh, menggila. Hingga tanpa disadari tangannya bergetar, terlihat dari tas tangan yang dipegang di tangan kanan bergoyang perlahan. Gadis itu meremas erat tisu di tangan kirinya. Ia berdehem beberapa kali sambil menutupi mulut.

"Maaf, Jaylani ya?" Gadis itu bertanya dengan suara sengau.

Sedikit terkejut, laki-laki itu menoleh. Tanpa disadari rokok yang terselip di bibirnya terjatuh. Untung kedalam kolam. Gadis itu terpaku di tempat, tak percaya dengan apa yang terlihat di depan matanya. Serta-merta tisu yang dipegang menutupi mulut, terjatuh begitu saja. Membuat sang pria tergugu dengan mata membulat sempurna.

"Talitha."

Ia mengangguk. Sesaat mereka saling tatap.

"Lo, suming junga," ujar mereka bersamaan, nyaris teriak setelah berhasil menetralisir perasaan masing-masing.

Sesaat saling berdiam diri, namun kemudian tertawa bersamaan, perlahan saling mendekat.

"Lo memang nyonoh ngue."

End

Kumpulan Cerpen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang