Min Ho untuk Emak

386 16 0
                                    

        Wanita yang mendekati setengah abad itu duduk manis di kursi taman halaman belakang. Segelas susu hangat berkalsium tinggi dan sebuah buku kisah inspiratif menemani. Sesekali tangannya membetulkan letak kacamata yang bertengger di hidung.

Penat menatap lembaran bertulisan itu, mata lelahnya diedarkan pada ikan-ikan kecil yang bergerombol, menghias kolam di sudut taman. Ia menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Angan wanita berkulit sawo matang itu kembali ke lima belas tahun lalu. Saat dimana suami tercinta masih setia menemani.

"Mak, lihat ikan itu! Seperti anak-anak kita ya? Kemana-mana selalu bersama."

"Ih, Abah apa-apaan sih? Masa anak sendiri disamain ama ikan?" Wanita berlesung pipi itu menyahut dengan bibir sedikit dimonyongkan.

Sang suami tertawa renyah, menowel hidung bangirnya.

"Terima kasih ya, Sayang. Telah menjadi madrasah buat anak-anak kita," ujarnya setelah terdiam beberapa saat.

"Ini juga berkat Abah. Dukungan dan semangat yang Abah berikanlah yang membuat saya semangat mengurus mereka," sahutnya menatap netra sang suami yang selalu membuatnya terhipnotis.

"Andai Abah masih ada ...," gumam wanita itu pelan. Sangat pelan.

"Assalamu'alaikum, Mak." Ternyata si cempreng Fitri, "Emak ngapain di luar sendirian?" lanjutnya.

"Baik di luar maupun di dalam Emak tetap sendirian kan?" kekeh wanita itu menanggapi.

"Maksud Fitri bukan gitu, Mak," sahut wanita muda itu gelagapan. Perasaan bersalah menggerogoti nuraninya.

"Andai Bang Andi mau kami tinggal di sini ...."

"Ah sudahlah! Isteri itu hak suaminya. Setelah menikah kewajiban seorang wanita mentaati suami, sepanjang tidak melanggar aturan agama," sela wanita paruh baya itu cepat.

"Tapi kan Emak jadi gak ada yang nemenin. Padahal anak Emak itu banyak lho," sesal Fitri.

"Nanti di kubur juga gak ada yang nemenin."

"Ah Emak." Wanita muda itu memeluk ibundanya erat dengan mata yang mulai berembun. Belaian lembut wanita yang telah membesarkannya itu makin membuat hatinya teriris.

"Tumben datang, ada apa?"

"Fitri kan kangen, Mak?"

"Udah ijin suamimu belum?"

Wanita cantik itu hanya mengangguk, kemudian menatap wajah sang bunda lama. Meskipun bukan terlahir dari rahim wanita ini, tapi kasih sayang yang ia peroleh sangat lebih dari cukup. Kasih sayang yang seharusnya didapat dari wanita yang telah membuatnya ada di dunia cukup tergantikan dalam dekapan hangat wanita yang dipanggilnya 'emak' ini.

"Ada apa, Nak?" Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Fitri.

"Emak tak ada niat menikah lagi?"

Pertanyaan Fitri yang tidak diduga nyaris membuat wanita setengah abad itu tersedak. Fitri buru-buru mengusap pelan punggungnya.

"Ma'af ... ma'af," desisnya. Tak menyangka reaksi Emak akan seperti itu.

"Mau, asal calonnya Lee Min Ho."

Kali ini Fitri yang tersedak. Ia tahu, saat masih kanak-kanak ia dan para saudaranya sering mendapati Emak yang lagi nonton drama Korea sampai baper tingkat dewa. Tapi sungguh, wanita muda berambut panjang itu tak menyangka jika efeknya begitu besar buat Emak.

------

      Seminggu kemudian rumah Emak penuh sesak. Seluruh anak, menantu, dan cucu-cucunya berkumpul. Memang sebulan sekali jadwal mereka mengunjungi Emak. Tidak boleh tidak, bahkan bagi mereka yang berdomisili di luar kota sekali pun.

Kumpulan Cerpen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang