Bujang Lapuk

504 23 0
                                    


"Bun."

"Hmmm," sahut wanita setengah abad, namun masih terlihat cantik itu. Ia menatap Ei dari balik kaca matanya yang sudah melorot sampai ke ujung hidung. Mungkin lebih pantasnya disebut kaca muka, wkwkwk.

"Kenapa, Ei?" lanjutnya.

"Bang Ibnu gimana?"

"Apanya?" Sang Bunda balik bertanya.

"Bulan depan ia udah 30 tahun lho, Bun."

"Lalu?"

"Masa Bunda gak kepikiran tentang jodohnya?"

Wanita yang dipanggil 'bunda' itu menghentikan aktivitas. Meletakkan benang wol dan jarum rajut di atas meja kecil yang berada di depannya. Lalu menatap sang putri dengan seksama.

"Tentu saja Bunda kepikiran, lalu Bunda bisa apa? Masa iya Bunda harus sodorkan putra Bunda pada orang-orang agar diambil sebagai mantu? Gengsi ah, bukan Bunda banget," sahutnya dengan gaya kekinian.

"Tapi, Bun ...."

"Nanti juga ada saatnya," sela Bunda cepat.

"Oh ya, kandunganmu gimana?" lanjutnya mengalihkan pembicaraan setelah beberapa lama.

"Alhamdulillah, Bun. Baik-baik saja, tapi Mas Azer tu ..., nyebelin," sahut calon ibu muda itu cemberut.

Azer yang mendengar namanya dibawa-bawa hanya menatap sang istri bengong. Ia yang tengah duduk di sofa sambil nonton TV terusik.

"Lho, nyebelin kenapa?" sahut Bunda.

"Masa ia suka gak terima dan malah ngomelin Ei yang lagi ngidam?" adu wanita bermata hezel itu manja.

"Habis, ngidamnya aneh-aneh sih, Bun." Azer membela diri.

"Aneh?" Si Bunda menatap menyelidik.

"Masa tengah malam pengen cemilin kecoak balado, Bun."

Mata tua wanita itu membulat sempurna.

"Eh, gak lah Bun. Balado telur maksudnya," ralat Azer terkekeh.

"Lalu anehnya dimana?" Jelas aja Bunda bingung, kalau cuma telur balado.

"Tinggal ambil telur di kulkas, rebus, ulek cabe, gak nyampai setengah jam udah kelar."

"Nah itu dia, Bun. Ei itu maunya telur yang dicolong dari rumah Bunda Nay. Meskipun emak sendiri, tetap aja namanya nyolong kan, Bun?"

Wanita setengah baya itu tersenyum menanggapi celoteh mantunya.

"Ya udah, mumpung di sini, kalau mau ngidam bilang aja, biar Bunda bikinin!"

"Emang ngidam bisa direncanakan, Bun?" tanya Azer.

"Nah, itu pintar. Makanya nikmati aja selagi mampu."

Azer garuk-garuk kepalanya yang tak gatal, kejebak pertanyaan sendiri.Sementara Ei hanya cengengesan. Ya iyalah, orang dapat pembelaan dari sang bunda.

Tengah asyik berbincang Ibnu pulang dengan wajah letih, namun senyum membayang begitu menatap sang bunda beserta adik dan iparnya.

"Tumben lo datang Ei, ada angin apa?" tanya Ibnu setelah mengucap salam dan mencium tangan bundanya.

"Pengen aja, kebetulan Mas Azer lagi cuti."

Ibnu hanya ber'o' ria sambil mengangguk. Setelah itu ia melangkah ke dapur, bikin minum kayaknya.

"Ei buatin ya, Bang?" Wanita muda itu menyusul dan menawarkan jasa.

"Dari tadi kek," sahut Ibnu terkekeh.

Kumpulan Cerpen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang