Merangkai Serpihan Luka (1)

336 14 2
                                    

Janda. Satu kata ini menjadi momok yang menakutkan bagi wanita pada umumnya. Terlebih menyandang status tersebut akibat dari sebuah perceraian. Tak bisa dipungkiri, dalam hal ini kerap kali wanita yang dipersalahkan.
-----------------------------------------------------------

Arini melangkahkan kaki memasuki ruang guru. Ini hari pertama ia bekerja sebagai salah satu tenaga pengajar di sebuah sekolah dasar negeri  Meski hanya sebagai tenaga honorer, sama sekali tak mengurangi semangatnya.

"Assalamu'alaikum," sapanya begitu menginjak lantai ruang guru.

"Waalaikum salam," sahut beberapa orang guru yang telah lebih dulu datang.

"Bu Arini Sahila?" tanya salah seorang diantara mereka.

"Bener, Bu," sahut Arini. Lalu menghampiri mereka. Menyalaminya satu persatu.

"Selamat bergabung, Bu. Semoga betah." Yang paling senior diantaranya berucap.

"Aamiin, terimakasih Bu. Inshaa Allah." Arini mengurai senyum. Memperlihatkan giginya yang putih dan tersusun rapi.

Setelah sedikit berbasa-basi ia menuju meja kerja yang telah dipersiapkan untuknya. Meletakkan tas tangan yang ia bawa. Lalu segera berlalu ke kamar kecil.

Entah kenapa sedari pagi perutnya terasa mules. Dan sedikit mual. Mungkin masuk angin, pikirnya.

Saat mencapai pintu masuk ke ruang guru sekembalinya dari kamar kecil, lapat ia mendengar namanya disebut.

"Bu Arini itu kan janda." Suara itu terdengar agak berat.

"Oh ya? Ditinggal cerai apa tinggal mati," timpal salah satunya.

"Kalau itu kurang tau sih."

"Wah kasihan, padahal cantik ya."

"Cantik bukan jaminan buat langgengnya suatu hubungan."

"Iya sih, tapi kan setidaknya...."

"Hhmmm...," ujar Arini sengaja dan diselingi batuk-batuk.

Bisik-bisik itu langsung lenyap, seketika hening menyapa. Wanita itu menarik nafas panjang.

Ternyata gosip telah menjadi makanan seluruh lapisan masyarakat Indonesia di mana pun berada. Tak kira siapa dan apa pekerjaan mereka. Termasuk pendidik seperti rekan barunya ini. Miris memang.

Dengan santai Arini melangkah ke meja kerjanya, seolah tak mendengar apa pun. Ia sudah sangat paham akan resiko ini. Itu jugalah kenapa Arini butuh waktu hampir tiga bulan untuk membuat keputusan.

Gadis itu menikah karena perjodohan. Sepupunya yang memilihkan karena katanya mereka sudah kenal lumayan lama. Sejauh yang ia tahu pemuda itu lelaki yang baik. Dan hal ini diamini oleh Arini setelah mereka berkenalan.

Kevin seorang guru di sebuah SMP negeri di kota kelahirannya. Selain sosoknya yang tampan ternyata ia seorang yang humble. Sikap manis yang ia tunjukkan tak butuh waktu lama untuk membuat Arini terpikat.

Namun sikap Kevin berbeda seratus delapan puluh derajat setelah mereka resmi menikah. Sifat aslinya langsung terlihat persis di hari pernikahan mereka.

Ada sedikit kesalahpahaman yang terjadi antara dua keluarga ini. Yang mana pihak keluarga pengantin laki-laki merasa kehadiran mereka sebagai tamu kurang dihargai. Hanya karena ada beberapa permintaan mereka yang dengan terpaksa ditolak keluarga mempelai wanita karena tak sesuai dengan adat istiadat di daerah tersebut.

Kevin yang saat itu telah resmi menikahi Arini, seharusnya bertindak sebagai orang yang mendamaikan kedua keluarga, justru memperuncing persoalan. Ia malah ikut-ikutan memojokkan pihak keluarga istrinya. Hingga persoalan itu makin tak berujung.

Kumpulan Cerpen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang