Page 3

500 22 4
                                    


Sejak saat itulah hubungan kami mulai ada perubahan.

Telepon dan surat sudah jarang kami lakukan. Lebih banyak aku yang sering mengirim surat, namun balasan mulai jarang ada.

Begitu juga lewat telpon. Setiap ku telpon ke asrama tempat dia tinggal, selalu dikabarkan Windy tidak di tempat. Ku tinggalkan pesan agar menelpon balikpun tetap tak ada.

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan berganti bulan, akhirnya datanglah sepucuk surat dari Samarinda.

Saat itu matahari siang lagi teriknya menerpa kos ku. Pak pos tiba-tiba hadir didepan kos ku. Dia mengantar sepucuk surat buat aku. Saat itu juga aku menyambut surat itu dengan antusias, langsung ku tutup pintu kamarku.

Aku sudah tak sabar ingin membaca surat tersebut.

Dengan penuh sport jantung, aku baca perlahan-lahan surat tersebut.

Ternyata aku salah dugaan. Harapanku yang begitu besar dengan hubungan kami, ternyata terbalik 180 derajat.

Saat itu juga aku merasakan dunia hidupku seperti runtuh seketika.

Lewat secarik kertas aku telah dicampakkan. Tong sampah kecil yang terbuat dari plastik yang ada di kamar ku jadi pelampiasan amarahku.

Surat itu dan semua surat-surat yang pernah dikirim Windy, kubakar semua dalam tong plastik itu.

Aku sampai lupa kalau tempat sampah itu terbuat dari plastik yang mudah terbakar.

Jadi bisa kebayang, sudah tong itu jadi bolong dan meleleh, kamar ku pun jadi penuh dengan asap dan berbau. Untung saja saat itu di kos ku tidak ada teman-teman yang kebetulan lagi pada keluar.

Aku lalu merenung. Seakan tak percaya dengan isi surat itu, tapi kertas itu sudah terlanjur ku bakar.

Kenapa tak kucoba teliti apakah memang benar itu tulisan Windy. Betapa bodohnya aku, karena emosi semua jadi tak terkendali.

Ah sudahlah aku harus terima saja kenyataan ini. Anggap saja ini kesalahanku karena resiko terpisah jarak dengan dia.

Ada rasa penyesalan saat itu, kenapa selama ini aku memilih setia. Padahal mulai masuk kuliah aku sudah coba tebar pesona dan ternyata respon yang kudapat juga lumayan.

Seharusnya aku tidak usah setia dengan Windy. Tapi sudahlah semua sudah berlalu.

Sejak hari itu aku bersumpah, aku ga akan serius dengan wanita manapun.

Awal-awalnya memang sulit untuk melupakan seseorang yang memiliki arti dalam hidup kita.

Namun setelah aku mencoba jalani, perlahan akhirnya aku mendapat ritmenya.

Ada salah satu gadis di kampusku, kebetulan doi satu kelas sejak dari awal masuk kuliah.

Doi asli orang Jawa, dari Pare - Kediri. Orangnya pendiam, kulitnya putih bersih, bodynya WOW, dan dikelas jadi idola juga. Sebut saja namanya Eny.

Awalnya aku sering curi perhatian ke doi. Setiap ku pandangi doi selalu tersenyum malu-malu.

"Hmmm...sepertinya umpanku dapat mangsanya" dalam hatiku.

Tak butuh waktu berapa lama, ternyata doi malah datang ke kos ku seorang diri.

Wah kebayang kan, seorang cewek mendatangi cowok di kos-kosan cowok lagi, sarangnya penyamun nih kata orang.

Teman-temanku satu kosan pada heboh. Ga menyangka ada cewek yang berani datang ke sarang penyamun. Pikir mereka begitu.

Saat itu aku belum berani melakukan sesuatu hal yang diluar batas kewajaran.

Kami hanya ngobrol di ruang tamu. Padahal ini adalah timing yang pas buat seorang PK ya guys...

Sampailah doi harus kembali ke kos nya. Waktu itu aku belum memiliki kendaraan, jadi terpaksa aku ngater doi dengan jalan kaki. Lumayan juga jaraknya, walau masih sekitaran kampus.

Nasib Sang PK - Season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang