"When you have eliminated the impossible, whatever remains, however improbable, must be the truth."
Kalimat itu adalah prinsip dalam hidupku. Kalian boleh menyebutku tidak realistis menggunakan kata-kata dari sebuah detektif fiksi menjadi pedoman hidup. Toh aku mencapai posisi yang aku idamkan saat ini karena aku berhasil mengaplikasikan hal itu dalam setiap penyelidikanku. Hari ini adalah hari pertamaku menjabat sebagai detektif di kota Heroes, setelah dipindahkan dari kepolisian di kotaku untuk membantu memecahkan kasus di salah satu kota terbesar di negara ini.
"Charles," panggil partnerku membuatku tersentak. "Bagaimana menurutmu?"
Aku mengerjapkan mata, melirik ke arah seorang gadis yang terpaut lima tahun dariku. Wajahnya tirus dan matanya dalam, cantik. Rambut coklatnya yang dipotong pendek menampilkan leher jenjang berwarna putih pucat. Walau dia masih muda, dia lebih senior dariku di kepolisian Heroes City.
Aku berdehem, berusaha fokus pada TKP, meneliti setiap detil yang mungkin terlewatkan oleh mata awam. Kuakui ini kasus teraneh yang pernah kutemui, seorang pria tewas dalam kondisi setengah beku di tengah kota. Penyebab kematiannya adalah hipotermia.
Hipotermia, di tengah musim panas Heroes City? Tidak mungkin.
"Mungkin pelaku mengendarai truk es krim, menggunakan mesin pendinginnya untuk membawanya ke mari dan dibuang." Aku berusaha mencari penjelasan.
"Tidak ada bekas ban mobil yang menunjukkan bahwa dia diangkut ke mari." Terra, partnerku, berbicara. Mata abunya mengamati tajam aspal di sekelilingnya.
Aku menatap gedung-gedung bertingkat di sekeliling. "Apakah mungkin dia dijatuhkan dari salah satu gedung?"
Terra mengikuti arah pandangku dan menggeleng. "Tidak, tubuhnya terlalu utuh untuk dijatuhkan."
Aku tahu itu tidak mungkin. Maka kucoret dari daftar di kepalaku. Menggunakan mobil berpendingin juga tidak mungkin. Aku terus mencoret hal-hal mustahil yang mungkin terjadi hingga pada akhirnya daftar di kepalaku kosong. Aku tidak menemukan alasan lain bagaimana cara membunuh orang dengan hawa dingin di tengah kota pada siang hari.
"Saksi berkata bahwa dia melihat korban sedang berbicara dengan seorang pemuda berusia dua puluhan dengan rambut coklat. Ada tato bunga es pada punggung tangan." Mata Terra mengamati sekeliling.
"Kamu tidak sedang berpikir seseorang dengan kekuatan super membunuhnya, bukan?" ucapku geli. Pengamatan Terra biasanya lebih tajam dariku, sangat aneh dia mengutarakan hal-hal yang tidak realistis, tapi wajah datarnya membuatku paham dia sedang serius.
Matanya berhenti pada satu titik, di antara kerumunan orang yang ingin tahu tentang kejadian pembunuhan di balik garis polisi. Aku mengikuti arah pandangnya dan melihat pemuda bertopi sedang tidak nyaman di bawah tatapan kami. Mataku terbelalak ketika melihat tato bunga es di punggung tangannya.
"Aku tidak tahu mengapa dia kembali ke tempat kejadian perkara," bisik Terra, mengambil ancang-ancang lari. "Tapi ini kesempatan bagus untuk bertanya langsung padanya."
Gadis muda itu melesat maju dan pemuda misterius itu langsung berlari, mendorong beberapa warga hingga jatuh. Aku tidak mau kalah dan ikut mengejar dari sisi lain gedung, berharap dapat menyudutkannya.
Berhasil!
Aku melihatnya berlari ke arahku. Sementara aku bersiap menghadangnya, tiba-tiba dia melepaskan sesuatu dari tangannya. Kilatan cahaya dan aku merasa rasa sakit menyengat di tangan kiriku. Saat aku lengah, dia berlari melewatiku.
"Sial!" umpatku seraya menoleh melihatnya dan menarik napas ketika sebuah api melesat dan mengenai kakinya.
Seketika pemuda itu terguling di lantai dan berusaha memadamkan api yang menjalar menggunakan sinar biru yang muncul di tangannya. Untung saja, Terra mengejarnya dan memukul pemuda itu hingga pingsan. Baru pada saat itu aku bernapas lega dan merasakan hawa dingin merambat naik dari tangan kiriku.
"What the?!" seruku dengan mata terbelalak mendapati separuh lenganku beku.
Pemuda itu benar-benar memiliki kekuatan es! Dan dia memang membunuh seorang pria di tengah kota pada siang hari hanya dengan menggunakan tangannya.
"Diamlah," perintah Terra menggenggam tanganku yang beku. Aku dapat melihat lidah api menari di antara tangannya, muncul begitu saja tanpa alat bantu dan perlahan rasa hangat membuat jariku kembali bergerak.
"Lenganmu akan baik-baik saja," ucap Terra seakan dia baru menempelkan plester pada luka jatuh, membuat mataku terbelalak kaget. "Ada apa?"
Aku menggeleng.
Well, Sherlock. Kurasa aku harus membuang jauh-jauh prinsip itu karena aku baru saja melihat hal mustahil di depan mataku.
____________________________________
#BulanduelNPC
Tema: #Detektif
Genre: Fantasy - Mystery
Waktu: 30 menitHahahah oke, ini tantangan khusus buatku bikin cerita dengan campuran tema dan genre seperti ini. overall aku cukup suka dengan hasilnya ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
One Word Challenge
Short StorySatu kata satu cerita. Dari inti menjadi kisah. Selamat datang di dunia di mana makna kata dilerai menjadi sebuah hikayat dan nikmati setiap perjalanan dari zaman lampau hingga masa depan tentang berbagai jenis tokoh dan kehidupan. Selamat membaca...