Ryan bisa merasakan rasa dingin yang menguar dari pagar besi tempatnya bersandar, menjadi satu-satunya penghalang antara dirinya dengan jurang di bawah. Dia memeluk dirinya sambil melongok, menyadari bahwa dasar jurang tak terlihat di bawah cahaya bulan yang lemah. Kabut menggantung menghalangi pandangannya.
Pemuda itu melihat ke kiri dan kanan, menyadari bahwa jembatan itu kosong, seperti yang dia harapkan. Sudah jam dua belas malam, hanya orang gila yang nekat melewati tempat itu di suhu beku seperti saat ini.
Ryan mengembuskan napas yang segera berubah menjadi uap. Dia menelan ludah sebelum memanjat dan berdiri di atas besi pagar. Kini tidak ada lagi penghalang antara dirinya dan kematian. Rasa takut menggantungi hatinya, tapi tekadnya bulat. Satu helaan napas dan dia mulai menjatuhkan diri ke dalam kehampaan.
"Jangan!!!"
Sebuah tangan memeluk pinggang dan menariknya ke belakang. Ryan mendapati dirinya terjatuh ke aspal sambil meringis kesakitan. Punggungnya terasa ngilu dan kepalanya terbentur. Dalam hati dia mengumpat kasar, siapa yang mengganggunya di malam buta. Dia sudah sengaja memilih tempat sepi agar tidak ada yang menghalanginya.
"Jangan bunuh diri!"
Suara melengking itu membuat Ryan mengangkat wajah dan mendapati bahwa sesosok gadis berusia sepuluh tahun berdiri di hadapannya. Matanya besar berwarna biru, serasi dengan rambut bergelombang pirang. Imut dan manis. Yang membuat Ryan heran adalah anak itu hanya memakai sehelai gaun kembang-kembang di tengah cuaca dingin dan tidak mati beku.
"Bianca akan marah bila kau mati! Dia akan menendangmu kembali dari alam baka jika kau ke sana sekarang!"
Ryan terperangah. Dari mana bocah itu tahu tentang adiknya?
"Diam!" bentak Ryan. "Apa yang kulakukan bukan urusanmu!" Dia berdiri dan berjalan menuju pagar tapi bocah pirang itu menarik badannya lagi dengan memeluk erat pinggangnya.
Terjadi tarik menarik, tapi Ryan kalah. Entah dapat dari mana kekuatan besar di tubuh mungil itu. Ryan kembali terhempas di aspal dan gelombang rasa sakit kembali menghantamnya.
"Bianca tidak ingin kau menyusulnya!"
"Tahu apa kamu? Bianca adalah satu-satunya keluarga yang kupunya! Aku akan pergi ke mana dia pergi!"
"Tidak!" Anak perempuan itu berkacak pinggang. Ryan melihat sosok itu dan merasakan sesuatu yang familiar. "Kalau Bianca memang ingin kau menyusulnya, aku tidak akan di sini untuk menghentikanmu!"
"Memangnya siapa kamu?" balas Ryan kesal, rencananya gagal total. Dia dapat melihat ada cahaya mobil datang dari ujung jembatan.
Dia menyunggingkan senyum. "Aku teman terbaiknya Bianca. Dia memintaku menjagamu."
Ryan ingin membalas tapi matanya silau oleh cahaya lampu mobil yang mendekat. Bunyi decit ban terdengar. Pintu mobil terbuka dan keluar seorang pria berpakaian polisi.
Sial! Dia harus menjelaskan mengapa seorang remaja berusia 15 tahun berkeliaran tengah malam. Itu semua karena ulah bocah perempuan itu.
Ryan menoleh ke arah pengganggunya dan menyadari bahwa anak itu sudah hilang. Dia memandang ke arah sisi jembatan lain dan menyadari bahwa kabut menutupi pandangannya.
Aneh, apa anak itu berlari cepat hingga kabut menutupinya?
Ryan terpaksa meladeni ocehan polisi yang menemukannya, menanyai soal orang tua dan semacamnya. Ryan menjawab kalau dia tinggal bersama keluarga asuh dan polisi itu memaksa untuk mengantarnya kembali.
Batal sudah rencananya.
Ryan masih merasa dongkol dengan bocah itu sebelum sebuah kesadaran menghantamnya.
Dia pernah melihat anak itu sebelumnya, dalam bentuk lebih kecil, dan selalu dibawa-bawa oleh Bianca.
Anak itu adalah boneka kesayangan adiknya, dalam versi jauh lebih besar.
=========================
#Watching #Doll #Bridge
Cerita yang kubuat dari arisan prompt di NPC2301
KAMU SEDANG MEMBACA
One Word Challenge
Short StorySatu kata satu cerita. Dari inti menjadi kisah. Selamat datang di dunia di mana makna kata dilerai menjadi sebuah hikayat dan nikmati setiap perjalanan dari zaman lampau hingga masa depan tentang berbagai jenis tokoh dan kehidupan. Selamat membaca...